Intellectual Thoroughness

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23

Dalam beberapa tulisan sebelumnya kita telah membahas berbagai atribut positif atau virtue intelektual seperti keingin-tahuan, kerendahan-hati, kejujuran, keberanian, kehati-hatian, adil dan keuletan dalam berpikir. Seperti karakter di level perilaku moral, sudah barang tentu banyak atribut-atribut atau ciri-ciri karakter lain dan seseorang bisa memiliki kombinasi karakteristik yang berbeda-beda. Satu virtue lain yang juga penting bagi orang yang ingin memiliki intelek yang sehat adalah 'intellectual thoroughness' atau 'ketelitian atau keseksamaan berpikir.

Ayat-ayat Alkitab banyak berbicara langsung atau tidak langsung mengenai 'thoroughness' dan bahkan memberikan contoh-contoh untuk menunjukkan pentingnya kita bekerja dengan 'thorough.' Allah selalu menyelesaikan pekerjaan-Nya. Dalam Kejadian 2:1-2 dikatakan Allah menyelesaikan penciptaan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah telah menyelesaikan pekerjaan penciptaan-Nya itu, baru Dia berhenti dari pekerjaan itu, pada hari ketujuh.

Demikian juga dengan sejumlah tokoh Alkitab yang 'sukses.' Yakub, misalnya, menunjukkan karakter ini, ketika pada pernikahan pertamanya 'tertipu' oleh Laban, sang mertua, dengan mendapatkan Lea yang tidak dia cintai. Untuk mendapatkan Rachel yang dia rindukan, Yakub bekerja keras lagi untuk mertuanya dalam waktu 7 tahun (Lihat Kejadian 29).

Tuhan Yesus menunjukkan telah menjalani misi hidupnya dengan 'thorough' atau lengkap atau teliti – dari kelahiran, mengalami penderitaan manusia, melayani banyak orang, memperkenalkan siapa diri-Nya dan keselamatan yang Dia tawarkan, mengajar, mempersiapkan sejumlah murid yang akan meneruskan misi penyelamatan manusia dan pendirian Kerajaan Allah, hingga mati di kayu salib. Demikian Yohanes 19: 30 menuliskan: 'Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.'

Dunia usaha melihat ketrampilan karyawan bekerja dengan seksama itu penting sekali, sehingga dalam rekrutmen mereka sering mensyaratkan kemampuan untuk memberikan perhatian pada detil. Perhatian pada detil adalah kemampuan intelektual ketelitian yang dilihat pada kemampuan berpikir dengan teliti dan ditampilkan dalam pekerjaan yang berkualitas. Pemimpin jaman sekarang juga diharapkan memiliki kemampuan untuk memperhatikan detil, tidak sekedar memiliki visi besar untuk organisasinya.

Karakter menuntaskan pekerjaan dimulai dari tingkat intelektual yang berciri berpikir yang 'thorough.' Kata 'thorough' dalam bahasa Inggris berarti sangat lengkap, akurat atau hati-hati dengan susah payah, atau mutlak, atau sama sekali. Dalam terminologi karakter intelektual, 'thoroughness' berbicara tentang kecenderungan berpikir dengan kedalaman. Seseorang dengan karakter intelektual ini mempertimbangkan semua bukti-bukti, tidak sekedar yang mudah didapatkan, mengecek semua sumber-sumbernya, mempertimbangkan dari berbagai perspektif, sebelum menyimpulkan dan membuat keputusan.

Seseorang dengan karakter intelektual seksama tidak puas dengan pengetahuan pada tingkat permukaan saja atau jawaban-jawaban yang gampangan tapi menyelidiki arti dan pemahaman yang lebih dalam. Dia ingin mengetahui alasan di balik masalah yang dia pikirkan, dan bisa menjelaskan apa yang dia ketahui itu.

Karakter intelektual ini tentu memerlukan cara pendidikan yang berbeda, yang mendorong siswa untuk berpikir lengkap dan mendalam, tidak sekedar tahu pada pada permukaan – dan, seperti yang terjadi di antara siswa dan bahkan mahasiswa, untuk sekedar lulus ujian. Dengan kata lain, seharusnya kita mendidik mereka bukan apa yang harus mereka pikir tapi bagaimana mereka berpikir. Pendekatan ini mendorong siswa berpikir dan mengembangkan sifat alami belajar mereka; menyiapkan mereka untuk berpikir pemecahan masalah di masa depan mereka memasuki dunia yang semakin kompleks.

Ketika pendekatan pendidikan tidak mendorong ke arah pemahaman yang mendalam, dalam jangka panjang, maka hasilnya adalah karakter intelektual ceroboh, kemalasan, tergesa-gesa, dsb. Siswa akan berorientasi untuk sekedar menghafal, mengingat data-data untuk sementara agar bisa menjawab soal ujian. Mereka tidak terlatih untuk masuk ke dalam topik, memahami akar masalah, dan mencari solusi.

Pembentukan karakter intelektual paling efektif dibentuk sejak dini, walau area karakter yang bernilai buruk-buruk apalagi dosa-benar, harus terus berubah dari ketaatkan kita kepada Firman Tuhan yang didengar. Untuk berpikir detil, kita perlu melatih memberikan waktu cukup untuk proses berpikir; membuat perencanaan; memilih dan menggunakan sejumlah sumber pendukung yang berkualitas; mereview pekerjaan; siap memperbaiki pemikiran. Sudah barang tentu, kita perlu dalam segala proses, berdoa, berdoa dan berdoa karena Tuhan sajalah yang memungkinkan kita mau dan bisa berubah (Fil 2:13). Tuhan memberkati!

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *