2012, Tahun Kekacauan?

 Pdt. Bigman Sirait

Bapak Pengasuh yang Baik, tak terasa kita telah memasuki tahun 2012. Ada banyak ramalan kalau tahun ini dunia akan berakhir/kiamat.  Banyak kesulitan dan penderitaan akan terjadi di seluruh belahan dunia ini. Bagaimana Bapak menanggapi semua ini? Apakah benar seperti kata Alkitab, bahwa dunia semakin jauh dari Tuhan, dan itulah penyebab dari penderitaan itu? Dan apakah yang diramalkan kiamat itu, maksudnya kehidupan yang semakin kacau dan penuh persoalan? Bagaimana menurut Bapak.
Salam
Norma, Tanjung Priuk-Jakut

 

Norma yang dikasihi Tuhan, berbicara tentang kekacauan dan kiamat harus proposional, dan ditempatkan secara terpisah. Soal kiamat, dengan tegas dan sangat jelas, Tuhan Yesus sendiri berkata: “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat disurga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.“(Markus 13:32). Nah, jika kita berbicara tentang tahun 2012 akan banyak kesulitan dan penderitaan, mari kita urut secara teliti dan berdasarkan konteks.

Bicara tentang akhir jaman, dengan jelas Alkitab memberikan indikasi akan bebagai kesulitan dan bahaya. Ada tanda umum akhir jaman yang dapat dibagi dalam beberapa blok, antara lain: Alam, Politik, Sosial, dan Agama.

Dalam tanda alam, dikatakan akan ada bencana alam, kebanjiran, gempa bumi, dan berbagai peristiwa alam lainnya. Ini sudah, sedang, dan akan terus terjadi, hingga titik akhir jaman. Jadi, tak boleh dikatakan, ketika bencana alam terjadi, itu berarti akan akhir jaman – karena tanda itu sudah, sedang, dan akan. Itu sebab, jika kita dengar atau lihat ada bencana dan kita teliti, maka dengan mudah kita akan menemukan bahwa sebelumnya juga ada peristiwa itu. Sampai kapan?  Kita semua tidak tahu.

Begitu juga dengan tanda politik, yang diwarnai dengan perebutan kekuasaan, peperangan antara Negara, atau yang lebih kecil, antara faksi, atau bahkan keributan keributan lokal yang berskala besar. Saat ini, dengan mudah kita melihat pergolakan politik di Afrika, Timur Tengah, dan sekitarnya. Tak terbilang korban yang jatuh, dan tak jelas masa depan bangsa. Semua terjebak dalam kebencian dan usaha untuk saling meniadakan. Manusia semakin beringas dan meningkatnya daya rusak yang mencengangkan. Bahkan persaudaraan bisa terancam oleh ambisi perebutan kekuasaan yang tak kunjung usai.

Sementara dalam konteks sosial, dikatakan akan terjadi kelaparan, bahkan dalam kemajuan teknologi, ini menjadi realita yang tak terbantah. Sebuah fakta yang mencengangkan. Saat ini, setiap hari ada banyak orang yang mati karena kelaparan. Disini, dunia tampak berjalan miring. Di satu pihak ada yang semakin kaya dan jaya, tetapi di pihak lain ada yang terpuruk dan tidak berdaya, bahkan harus mengakhiri hidupnya secara menyedihkan. Dalam isu sosial,  juga ada problema degradasi moral. Manusia menjadi mahluk paling egois, anarkis, sinis, hedonis, materialistis, narsis, dan opportunis. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia berjuang hanya untuk diri, bukan sesama. Bahkan keluarga juga sering terabaikan. Persoalan moral telah menjadi momok penyakit tersendiri dalam kehidupan akhir-akhir ini.

Begitu juga perihal agama. Bangkitnya agama baru yang berorientasi kepada diri, dan ironisnya, tampil berbaju sama tapi jiwa yang sangat berbeda. Dalam kekristenan, uang menjadi tujuan pelayanan, segala cara dilegalitas atas alasan keagamaan. Terjadi pemalsuan ibadah. Alkitab berkata, orang melayani untuk perutnya, sementara umat hanya senang mendengar apa yang cocok dengan telinganya, dan bukan kebenaran. Belum lagi derasnya aliran sesat, yang bukannya menurun, tetapi sebaliknya semakin meningkat jumlahnya, dan sangat hebat daya tariknya. Pengikut mereka terus bertambah, dan sudah dapat dibayangkan klaim mereka sebagai yang diberkati. Mungkin umat lupa, apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, bahwa banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang terpilih. Banyak yang ke gereja tetapi sedikit yang ke surga. Norma yang dikasihi Tuhan, itulah kesulitan yang sudah, sedang, dan akan terus terjadi, dalam konteks akhir jaman.

Sementara berbicara tahun 2012, dengan mudah kita melihat kesulitan yang ada. Ekonomi dalam konteks dunia, cukup meradang. Kesulitan Amerika belum usai, sementara Eropa semakin terseok. Yunani bangkrut, Italia mengganti perdana menterinya. Portugal, dan Spanyol dibayang-bayangi kesulitan. Masyarakat Ekonomi Eropa, bahkan sempat diwarnai isu kembali keposisi semula – dengan masing-masing mata uangnya. Jepang mengalami tsunami, Thailand kebanjiran besar. Timur tengah bergolak, praktis ekonomi terpuruk. Iran dan Israel, didukung Amerika dan kawan-kawan semakin memanas hubungan politiknya. Sepertinya perang hanya menunggu waktu. Apakah tahun 2012? Mungkin ya, tapi mungkin juga tidak. Itu situasi di luar negeri, bagaimana dengan Indonesia?

Untuk kesulitan di Indonesia ada berbagai ancaman berjalan semu. Maksudnya, tampak aman tapi sesungguhnya mencekam. Jakarta, terancam banjir lima tahunan. Pemerintah kota menyatakan telah siap diri menyambut banjir. Membangun tanggul, melebarkan dan membersihkan kali. Tapi, ada yang dilupakan, bahwa lahan hijau untuk penyerapan semakin menghilang di Ibukota, berganti tembok yang menjulang tinggi. Persoalan air tanah yang tak punya pola pengendalian sudah membuat Jakarta turun mendekati permukaan laut. Jika curah hujan tinggi, sudah dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan dataran yang terus menerus menurun. Bukankah persiapan dan kemanan yang dikatakan pemkot bersifat semu? Memang ada yang disiapkan, namun tampaknya lebih besar ancaman yang terabaikan. Itu soal banjir. Sementara soal ekonomi, penduduk Indonesia digambarkan sebagai hebat, karena pendapatan perkapitanya naik tinggi. Padahal, jika diteliti, memang ada kenaikan, tetapi hanya menyentuh orang perkotaan dan jumlahnya tidaklah banyak. Sekedar mengingatkan, bahwa penduduk Indonesia, 69,7% tinggal di pedesaan. Maka, jika jumlah pendapatan sekelompok kecil orang naik 5x lipat, ditambah dengan semua orang di pedesaan, lalu dibagi rata, tampaknya pendapatan orang di pedasaan naik tinggi, padahal tidak. Yang pendapatannya naik, itu orang kota, bukan orang di pedesaan. Nah, ini semu kan! Artinya, kesulitan dari sektor ekonomi mengancam serius, khususnya pada masyarakat lapis bawah. Sementara kelas menengah keatas menatap optimis, tapi bolehkah melupakan rakyat kebanyakan. Belum lagi maraknya korupsi yang melahirkan orang kaya baru, bahkan berusia sangat muda. Ini persoalan yang dapat meledak di tahun 2012. Ketidakpuasan lapis bawah dalam berbagai demo yang bergolak, dari isu tanah hingga pembantaian. Isu hak azasi manusia dan kesemena-menaan.  Dan gugatan pengurus peralatan pedesaan yang merasa diabaikan dan dipermainkan. Semua menyatu menjadi kemarahan yang berpotensi menciptakan konflik politik yang tidak sederhana. Bilakah? Bisa saja tahun 2012. Jadi, Norma yang dikasihi Tuhan, semua kesulitan sangat dimungkinkan tahun 2012, ada banyak alasan. Tinggal bagaimana pemerintah mengatasinya, ini sangat menentukan. Akankah pemerintah bersikap mau menang sendiri, masa bodoh pada kesulitan rakyat, ini akan menjadi penentu.    

Jadi jelas ada kesulitan di berbagai belahan dunia, khususnya Indonesia, bahkan dalam keluarga. Manusia makin jahat, memang itu yang dikatakan Alkitab. Manusia semakin cinta diri dan berusaha keras meniadakan yang lainnya. Namun, sebagai anak Tuhan, selalu ada harapan bagi mereka yang hidup benar dan bergantung pada Tuhan. Selamat menikmati kemenangan ditengah kekacauan, dan kesulitan, di tahun 2012. Semoga boleh menjadi bekal perenungan memasuki tahun 2012, untuk kita semua pembaca REFORMATA.

Recommended For You

About the Author: Pdt Bigman Sirait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *