Kebenaran Kerajaan Seribu Tahun

Isu tentang ”Kerajaan Seribu Tahun” memang sangat menggoda untuk ditafsirkan. Dimulai dari pertanyaan apakah ini figuratif atau harafiah, lalu lanjut ke pada pemaknaan sebenarnya. Sekelompok orang yang menafsirkannya secara harafiah berdalih bahwa kitab Wahyu adalah kitab akhir jaman yang semuanya digambarkan lengkap. Nukilan ayat yang memberitakan Kerajaan Seribu Tahun ada di Yerusalem adalah kerajaan damai di mana Kristus memerintah, dipahami secara harafiah. Dia menduduki tahta Daud dan Bait Allah ketiga akan dibangun. Istilah Bait Allah ketiga mengacu pada masa pembangunan pertama oleh Salomo.  Lalu yang kedua, perbaikan setelah Israel dipulangkan dari pembuangan Babel (waktu penyerbuan kerajaan Yehuda, Bait Allah dirusak oleh Babel). Dan tahun 70 dihancurkan oleh kaisar Roma, Titus.

Sekalipun begitu, kelompok ini terpecah lagi menjadi dua dalam memahami waktunya. Sebagian berkata Yesus datang yang kedua, baru kemudian kerajaan seribu tahun. Sementara yang lain lagi memahami kerajaan seribu datang terlebih dahulu, baru kemudian Yesus datang. Nah, belum jauh kita mengulasnya sudah nampak betapa banyak variabel yang ada dalam memahaminya. Ini bisa dipahami karena tidak kuatnya alasan yang dipakai, dan tidak sejalan dengan fakta Alkitab lainnya.

Di sisi lain juga dibedakan antara Israel sebagai bangsa pilihan dan umat Kristen. Karena dalam kedatangan pertama Yesus, Israel tidak bertobat, maka Tuhan menetapkan orang fasik (non Yahudi), sebagai gereja sementara (PB). Maka pada kedatangan kedua, Israel akan dikumpulkan di Yerusalem, dan menerima penggenapan PL.  Sehingga Israel akan menjadi yang pertama menerima anugerah dan diangkat, baru kemudian gereja (umat non Israel). Padahal jelas yang disebut Israel, anak Abraham, adalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus (Yoh 8:30-47)

Itu sebab kelompok ini sangat memperhatikan dan sering melakukan perkumpulan di Israel dalam memonitor tanda-tanda waktu kedatangan Tuhan. Ini juga yang membuat adanya pengkultusan terhadap Israel sebagai yang harus diberkati. Jadi jangan heran jika kunjungan ke Israel oleh sekelompok umat seringkali menjadi kunjungan spiritual yang bernuansa magis. Pertanyaannya adalah, apakah benar Alkitab mengajarkan begitu?

Memahami kitab Wahyu harus benar. Kitab ini seringkali disebut sebagai kitab akhir jaman. Padahal, dengan jelas pasal-pasal awal menceritakan tentang situasi gereja pada masa itu, seperti Efesus, Smirna, dan lain-lain. Yohanes sebagai rasul yang terbuang di Patmos mengambarkan situasi gereja saat itu – bukan akhir jaman – lengkap dengan analisa, kritik, dan nasihat. Namun dalam konteks masa kini gereja selalu memiliki kemiripan dengan situasi di waktu lampau. Jelas sekali, bahwa kitab wahyu menggambarkan penggembalaan terhadap gereja dalam menghadapi situasi saat itu dan akan dating dengan mengingat gereja di masa lalu. Jadi bukan kondisi gereja di satu masa tertentu saja.

Berbagai gambaran figuratif sangat jelas, sehingga mengatakan kitab wahyu secara keseluruhan dapat diartikan secara harafiah, jelas sangat tidak tepat. Di permulaan pasal saja sudah jelas dari kalimat kepada malaikat jemaat (2:1). Namun di pasal 22:8, Yohanes tersungkur di depan malikat. Jelas sekali, bahwa kepada malaikat jemaat adalah figuratif, yang berarti pemimpin jemaat. Sangat tidak masuk akal Yohanes menuliskan suratnya kepada malaikat yang ada di surga. Kata kepada malaikat jemaat sangat banyak, jadi ini bukan harafiah. Begitu pula gambaran tentang kematian dalam pasal 2:11 yang menyebut kematian kedua. Secara harafiah jelas itu tidak ada, kematian hanya satu kali. Itu adalah figuratif, menunjuk kematian orang di dalam Kristus. Kematian pertama (rohani), ketika hidup dalam dosa. Ditebus, dan ketika kita mati (jasmani), ini yang disebut kematian kedua. Begitu pula gambaran tempat Yesus Kristus disalibkan, disebut sebagai Sodom dan Mesir, yang bukan harafiah, karena yang dimaksud adalah Yerusalem, jelas figuratif (11:8). Masih banyak gambaran figuratif lainnya, namun ketiga hal ini cukup mewakili, bahwa kita wahyu tidak semuanya harafiah, sama seperti kerajaan seribu tahun, juga bukan harafiah. Ingat, ungkapan 2 Pet 3:8, “dihadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun”, begitu juga sebaliknya.

Sangat jelas dalam Alkitab dikatakan, bahwa Yesus adalah Bait Allah yang sejati. Dia pernah berkata, rubuhkanlah Bait Allah ini, dan Aku akan membangunnya dalam waktu tiga hari. Ini membuat orang Yahudi marah dan berkata, empat puluh enam tahun orang membangunnya, bagaimana bisa dalam tiga hari bisa dibangun kembali. Jelas, yang dimaksudkan Yesus bukan gedung Bait Allah, melainkan diri-Nya sendiri. Yesus telah memproklamirkan diri sebagai Bait Allah yang sejati (Yoh 2:19-20). Dan rasul Paulus mengingatkan kita, bahwa tubuh kita bait Allah. Jelas, sejak proklamasi Yesus Kristus, tubuh kitalah bait Allah, bukan gedungnya. Bagimana mungkin memimpikan pembangunan Bait Allah yang ketiga. Karena ini kemunduran, bukan kemajuan. Ini meniadakan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, Bait Allah yang sejati.

Begitu juga sebagai Raja. Yesus Kristus adalah Raja kekal yang tanpa sadar orang banyak menyambut-Nya dan berteriak Hosana, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan (Mat 21). Begitu pula Pilatus yang memerintahkan penulisan gelar di atas salib, Yesus Nazaret Raja orang Yahudi – sekalipun ini diprotes keras oleh para imam (Yoh 19:19-22). Juga gelar Anak Daud yang menunjuk garis keturunan Raja, yang menjadi penggenapan Perjanjian Lama (PL) (1 Taw 17:14). Kerajaan dengan raja yang kekal selama-lamanya, tidak lagi ada periode berikut. Itulah Yesus Kristus sang kekal, yang telah mati dan bangkit. Kecuali ada yang mengganggap kematian dan kebangkitan Yesus Kristus belum final.

Jika dalam kedatangan yang pertama Yesus datang untuk menyelamatkan orang pilihan-Nya (Yoh 3:17), maka pada kedatangan yang kedua Yesus akan datang sebagai hakim dunia (2 Tim 4:8). Dan kedatangan-Nya yang kedua tak seorangpun yang mengetahuinya, bahkan malaikat sekalipun (Mar 13:32). Anak Manusia, Yesus Kristus, Allah yang berinkarnasi, dan mengosongkan diri. Jadi Alkitab sangat jelas, tegas, terpola dalam mengajarkan tentang Kristus dan kedatangan Nya kembali.

Jadi, apa sebenarnya yang dibicarakan Yohanes tentang kerajaan seribu tahun (Wahyu 20). Ini jelas figurative, menggambarkan iblis yang memang sudah kalah diatas kayu salib. Sama seperti kunci dan rantai besar di ayat 1, jelas figuratif. Kunci apa? Rantai besar apa? Yang bisa mengikat iblis yang adalah roh, bukan materi. Kerajaan seribu tahun adalah penjelasan ulang tentang kekalahan iblis di atas kayu salib. Iblis sudah kalah, bukan akan kalah. Yesus sudah menang dan bukan akan menang. Dan iblis yang dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya menunjuk kepada iblis yang masih berkarya menyesatkan banyak orang, dalam masa antara kedatangan Yesus yang pertama dan kedua. Itu sebab, 1 Petrus 5:8 berkata, “sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu si iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya”. Siapa yang dapat ditelannya, jelas orang diluar Kristus, atau orang yang tidak berjaga-jaga dengan Firman Allah (band, Ef 6:10-20).

Kapankah kerajaan seribu tahun itu? Sekarang, sedang berjalan, dari kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus Kristus, hingga kedatangannya yang kedua. Seribu tahun bukanlah harafiah. Dalam terminologi Yahudi, angka yang muncul di kitab wahyu bisa dipahami seperti 6 (ingat 666) angka manusia, 7 angka sempurna (7 kaki dian), 10 (genap, banyak, bulat), dan 12 (suku, atau murid). Nah, jelas sekali kerajaan seribu tahun berdasarkan data-data yang ada di kitab wahyu, berarti sebuah kerajan yang genap, yang sudah digenapi oleh Yesus Kristus diatas kayu salib. Kita sekarang hidup dijaman itu. Kita adalah pemenang, bahkan lebih dari pemenang kata Paulus (Rom 8:37-39).

Mungkin anda akan berkata, kalau menang kenapa kita masih bisa jatuh dalam dosa? Jawabannya sangat sederhana, dan bahkan menyerang balik. Karena kita payah, kurang percaya, kurang berserah. Bukan iblisnya yang kuat, karena dia sudah kalah, tapi kitalah yang payah, tidak berjaga-jaga. Tepat seperti kata Paulus, apa yang bisa memisahkan kita dari Kristus; penindasan, kesesakan, penganiayaan, ketelanjangan, bahaya, atau pedang? Paulus berkata, tidak ada, karena kita lebih dari pemenang. Jika kita kalah, itu hanya membuktikan betapa buruknya hubungan kita dengan Tuhan. Paulus juga berkata; segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia (Fil 4:12-13). Kita hidup dalam kemenangan, kita hidup di kerajaan yang digenapi Yesus Kristus, kerajaan seribu Tahun.

Sisa waktu yang ada hingga kedatangan kedua adalah masa seleksi akhir. Iblis akan mengambil pengikutnya, tetapi orang percaya yang sejati tak bisa direbutnya dari tangan Tuhan Yesus. Kecuali mereka yang tampaknya seperti orang percaya, tapi sesungguhnya bukan. Ingat, banyak yang dipanggil sedikit yang terpilih. Banyak yang ke gereja, sedikit yang masuk surga. Hanya warga kerajaan Allah, warga kerajaan seribu tahun, yang akan bersekutu dengan Anak Domba Allah, Raja Agung, dalam kekekalan. Alkitab sangat jelas, namun banyak ceramah yang mengaburkannya. Semoga anda orang yang bijak memilah dan tidak terjebak di dalamnya. Selamat menikmati kebenaran kerajaan seribu tahun.     

  

Recommended For You

About the Author: Pdt Bigman Sirait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *