Kristen Memandang Kematian

Pengkhotbah berkata, orang yang mati lebih berbahagia dari pada orang yang hidup.  Sebuah pernyataan yang sebagian orang akan menilai sebagai kesimpulan yang gila.  Bagaimana tidak disebut “gila” kalau sebagian besar orang justru melihat hidup itu jauh amat sangat membahagiakan.  Apalagi orang-orang modern seperti saat ini yang sangat individualistis dan orientasi hidupnya pada kenikmatan semata.  Jangankan  disakiti, mengalami kesakitan pun tidak mungkin mau, apalagi mati. Mereka sangat mencintai kehidupan ini.  Bukan dalam arti menghargai kehidupan, tetapi lebih kepada tidak rela untuk mati.  Orang seperti ini  hanya suka dengan pesta pora, hura-hura, mabuk-mabukan, bahkan sampai maut datang menjemput pun dia tidak sadar, malah mungkin sedang tertawa-tawa. Orang-orang seperti ini paling patut dikasihani. 

Sama sekali berbeda dengan kesimpulan pengkhotbah.  Orang yang berjiwa filosofis seperti pengkhotbah melihat kematian dari perspektif berbeda.   Sehingga hasil penemuannya (kesimpulannya) pun berbeda dari banyak orang biasa.  Pengkhotbah yang bijak itu bisa menemukan dalam kematian ada kebahagian.  Kehidupan, seperti ditulis Pengkhotbah 4:1-3 itu penuh penderitaan dan sangat tidak menyenangkan, karena sering diwarnai pertikaian, kesakitan, penindasan, dan seterusnya. Hidup penuh dengan persoalan. Tawa tidak akan pernah mampu bertahan lama, karena tangisan akan segera tiba.  Melihat kehidupan yang tidak berorientasi pada diri, tapi pada hidup dalam arti yang lebih luas.  

Kesimpulan pengkhotbah ini juga berbeda dengan pandangan umum lain yang sepertinya terlihat sama.  Jika pengkhotbah mendasarkan kesimpulannya itu pada pengamatan dan permenungan mendalam atas kehidupan, sementara orang yang berkesimpulan serupa sringkali hanya melihat kematian berdasarkan asas kemanfaatannya saja (pragmatis).  Kematian dilihat sebagai sesuatu yang menyenangkan, hanya karena mati dipandang sebagai suatu jawaban atas persoalan.  Membuat orang terlepas dari perjalanan hidup yang sangat melelahkan, berliku, dan mengerikan. Terbebas dari kondisi yang serba sulit.  Misalnya orang yang menderita penyakit tertentu dalam waktu yang sangat lama. Penyakit itu menyiksanya bertahun-tahun, makan banyak biaya, membuat susah anggota keluarga yang lain. Ketika dia mati, orang biasanya berkata, “Baguslah dia mati, karena dia lepas dari penderitaannya…”  

Tapi kita jangan sampai keliru melihat persoalan ini, lalu coba melepaskan diri dan menyongsong kematian dengan bunuh diri. Sebab bunuh diri itu berarti melewati kodrat sebagai manusia, yang seharusnya tunduk pada ketetapan-ketetapan Allah. Menerobos ketetapan itu berarti orang harus berurusan dengan pengadilan Tuhan.

Mati Perspektif Kristen

Kristen melihat mati sebagai sesuatu yang menyenangkan.  Alasannya, bukan karena mati melepaskan orang dari penderitaan dan masalahnya, tapi karena mati berarti meninggalkan kesementaraan yang serba tidak pasti, memasuki hidup yang kekal. Bukankah itu menyenangkan?  Kematian dilihat sebagai sesuatu yang menyenangkan karena berpindah dari kesementaraan, masuk ke dalam kekekalan, hidup yang sejati. Seharusnya orang-orang Kristen mampu melihat ini.

Dengan demikian mati seyogyanya tidak perlu mendatangkan ketakutan, tetapi sebaliknya menjadi sebuah pengharapan untuk bertemu dengan Tuhan.  Mati juga berarti bersatu dengan Kristus, di dalam kekekalan. Kematian membuat persekutuan kita dengan Tuhan menjadi semakin sempurna. Bukan lagi dalam penantian di kesementaraan, tapi pertemuan di kenyataan. Hal itu dimungkinkan jika orang melewati kematian. Meninggalkan tubuh yang fana, tidak lagi berupa fisik, masuk ke dalam surga bertemu dengan Dia dalam tubuh kekekalan. Bukankah itu yang Alkitab ajarkan. Bukankah kabar kematian seharusnya semakin meneguhkan dan menguatkan kita?

Alih-alih kabar mati menyenangkan, ketika maut atau kematian itu datang, orang justru gelisah luar biasa. Padahal sebagai orang beriman, kita tidak perlu gentar menghadapi kematian. Karena mati justru merupakan ujung jalan dalam menyongsong mahkota sorgawi yang Tuhan sediakan bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Keselamatan kekal yang luar biasa itu diberikannya pada kita. Kalau begini apa alasan kita menjadi takut untuk mati? Kita hanya punya satu alasan: bahagia.

(disarikan oleh Slawi)

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *