Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*
“…Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”.
Istilah produktivitas bermula dari konsep ekonomi, yang membandingkan output dengan input dalam suatu proses produksi oleh manusia. Pengukuran produktivitas bisa dilakukan secara total, yaitu membandingkan output dengan semua input. Produktivitas bisa diukur berdasarkan input tertentu, misalnya tenaga kerja, sehingga ada istilah produktivitas tenaga kerja. Kita sering mendengar produktivitas tenaga kerja Indonesia rendah. Artinya, output dari tenaga kerja kita per satuan waktu, misal jam atau hari kerja, dibandingkan dengan norma, atau rata-rata, lebih rendah. Hasil penelitian Bapenas dan USAID pada tahun 2013, misalnya, menunjukkan setiap tenaga kerja pembuat sepatu di Indonesia hanya mampu menghasilkan 0.8 pasang sepatu per hari, sementara mereka mendapat upah minimum US $ 242 per hari. Sedangkan tenaga kerja dari Vietnam yang hanya dibayar US $ 140 per hari mampu menghasilkan 1 pasang sepatu per hari. Dan seorang tenaga kerja Cina dengan upah harian yang lebih rendah dari tenaga kerja di Indonesia, yaitu US $ 235 mampu menghasilkan 1.1 pasang sepatu.
Istilah produktivitas juga umum digunakan kepada pribadi sehingga kita bisa bertanya, misalnya: “Bagaimana Anda telah menggunakan waktu Anda? Seberapa produktif penggunaan waktu Anda?” Produktivitas pribadi bisa diukur dimulai dari lingkup terbatas tempat kerja dengan mempertanyakan dari waktu kerja yang diwajibkan, biasanya 8 jam per hari, berapa jam waktu yang benar-benar kita gunakan untuk bekerja bagi kepentingan perusahaan atau organisasi yang memperkerjakan kita. Banyak halangan membuat kita tidak bisa memenuhi ketentuan minimal bekerja 8 jam per hari itu, seperti keterlambatan datang karena alasan apapun, istirahat berlebih, sosialisasi dan gossip di kantor, media sosial, masalah keluarga, dsb., dsb., dsb.
Namun ukuran waktu ini belum merefleksikan produktivitas sesungguhnya, yaitu apakah kita menghasilkan output yang diharapkan dalam waktu yang tersedia dan seberapa besar rasio output dengan sumberdaya dan waktu itu. Kita bisa perluas pemahaman produktivitas ini dari lingkup terbatas hingga kepada seluruh kehidupan kita. Dalam waktu dan dengan segala ‘talenta’ yang Tuhan anugerahkan, apakah kita masuk dalam kategori produktif? Seperti dalam ‘perumpamaan tentang talenta’ (Matius 25:14 – 30), apakah kita termasuk pribadi yang menggandakan talenta yang Tuhan siapkan bagi kita atau termasuk yang menyia-nyiakan talenta itu? Dalam akhir perumpamaan itu digambarkan setiap orang akan diminta pertanggungan-jawab dan dari kinerjanya masing-masing setiap orang akan mendapatkan penghargaan dari Dia. Ketika seseorang memiliki produktivitas nol, Tuhan bahkan menolaknya karena orang demikian adalah jahat dan malas dimata-Nya. Di tempat-Nya tidak tersedia bagi orang dengan produktivitas nol.
Tuhan Yesus menunjukkan produktivitas yang luar biasa dalam hidup-Nya. Dalam masa pelayanan-Nya yang pendek, yaitu sekitar 3 tahun saja, Dia telah melakukan banyak hal yang berarti: memperkenalkan siapa diri-Nya dan secara khusus sebagai Mesias, merekrut dan melatih 12 murid untuk melanjutkan misi-Nya, memulai gereja-Nya, mengajar, menyembuhkan sejumlah orang, menghiburkan banyak orang, memberi makan, menegur dan mengajar banyak orang, dan sangat penting, menyelesaikan karya penyelamatan umat manusia. Apa yang Yesus kerjakan sangat berarti bagi umat-Nya sehingga sampai sekarang dampaknya masih kita rasakan.
Perumpamaan talenta menggambarkan bahwa setiap orang bukanlah pemilik dari sumberdaya yang ada di tangannya tapi adalah ‘penatalayan’, yaitu pelayan yang kepadanya dititipkan sejumlah sumberdaya termasuk waktu untuk dia kerjakan, dan sang Tuan menuntut hasil, sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang Dia berikan kepada masing-masing pelayan secara berbeda-beda. Pemahaman dan sikap sebagai penatalayan atau pelayan seperti ini, yang ditunjukkan secara sempurna oleh Yesus, menjadi satu kunci keberhasilan bagi seseorang untuk hidup produktif.
Tuhan mempunyai tuntutan produktivitas-Nya yang berbeda-beda bagi setiap orang. Oleh karena itu kita perlu memahami apa tuntutan Tuhan bagi diri sendiri dan mengerjakan pelayanannya untuk menghasilkan output itu. Bagaimana kita bisa produktif di mata Tuan kita yang sesungguhnya itu, maka kita perlu belajar dari Yesus, yang secara langsung mengatakan: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Kalau kita mau produktif yang berarti bagi Dia, maka ini kunci yang menentukan, yaitu tinggal di dalam Dia. Di luar itu, kita bisa melakukan banyak hal, termasuk hal-hal yang di mata orang lain hebat, bahkan termasuk kategori rohani atau pelayanan, tetapi tetap saja tidak ada apa-apanya. Tuhan memberkati!