Menghadapi 2022 Dengan Optimis

Tidak terasa kita sudah memasuki bulan kedua tahun 2022. Memasuki tahun 2022 ternyata kita masih dibebani masalah besar pandemic Covid 19. Malah sekarang Indonesia memasuki gelombang 3 serangan Covid dengan meluas varian Omicron. Sebagai akibat pandemik kita juga masih menghadapi masalah ekonomi, sulit mendapatkan pekerjaan, kalau bekerja atau berbisnis pendapatan tidak bisa sesuai dengan harapan.

Dalam situasi seperti sekarang apa kita masih bisa optimis, optimis bahwa sesuatu yang baik, yang positif, akan terjadi di tahun 2022. Kita mau belajar dari Paulus bagaimana dia dengan optimis menghadapi masa depannya di tengah tantangan-tantangan pelayanan yang dia alami, khususnya melalui tulisannya pada Filipi 3:13-14.

Di antara masa lalu dan memasuki masa depannya, Paulus melakukan sesuatu, yaitu 'melupakan' apa yang di belakang; dan, mefokuskan perhatiannya pada masa depan. Paulus menyatakan 'belum menangkap panggilan sorgawinya.' Ketika masih di dunia kita belum selesai.

Melupakan apa yang telah terjadi dalam prakteknya sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Orang yang sehat memiliki ingatan akan pengalaman-2 masa lalu kita. Alkitab bahkan mendorong kita belajar dari masa lalu, darikegagalan, kejatuhan, dosa, tapi juga dari keberhasilan-keberhasilan masa lalu juga.

Paulus melupakan yang di belakang tapi dia belajar dari kehidupannya (1 Kor 10:11; Roma 15:4). Disini Paulus maksudkan 'melupakan' dalam arti tidak mengingat-ingat sesuatu dari masa lalu. Dia tidak membiarkan masa lalu mendominasi dan mengendalikan masa depan kita.

Paulus 'mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku.' Dia memberi perhatian lebih besar ke masa depan karena bagi orang percaya yang terbaik dari kehidupannya masih akan datang (Amsal 4:18). Mengapa harus terikat dengan masa lalu, ketika kita bisa berharap masa depan akan lebih cerah daripada yang sudah lalu? Paulus sangat yakin akan masa depan yang lebih baik ini karena Kristus Yesus yang mengerjakan masa depannya. (Filipi 4:16).

Dia mefokuskan kepada apa yang penting, yaitu bukan 'keuntungan' yang dulu, yang lahiriah tapi yang sekarang, yang rohani, yaitu Kristus sendiri. Paulus mengarahkan diri kepada sasaran yang di depan hidupnya. Paulus berlari-lari (dioko) kepada tujuan. Dia melangkah ke depan dengan segala energi yang dia miliki ke tujuan, yaitu menuju hadiah panggilan surgawi.

Kita mempunya dua jenis tujuan, yaitu tujuan dunia – tentang kehidupan di dunia ini (pendidikan, pekerjaan, keluarga, kesehatan, finansial, dsb) , dan tujuan rohani – yaitu, yang berhubungan dengan kekekalan. Seringkali kita terjebak dalam tujuan-tujuan dunia dan mengabaikan tujuan kedua, yang sebenarnya paling penting. Bukankan Yesus sendiri mengajarkan untuk 'carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya' (Matius 6:33).

Karena itu tujuan Paulus hanya Yesus Kristus. Dia Paulus membedakan tujuan dengan hadiah. Tujuan bisa dikejar sedangkan hadiah adalah dari Allah – yaitu kehidupan dalam kelimpahan dengan Yesus (Yohanes 10:10b). Panggilan pertama dan utama adalah panggilan keselamatan (KPR 9:1-21), panggilan untuk menjadi warga Kerajaan Surga. Sedangkan panggilan kedua, adalah panggilan melayani Dia dalam segala hal untuk mewujudkan panggilan pertama di dunia ini.

Fokus sasaran Paulus adalah Kristus. Dia ingin memiliki pikiran Kristus, hubungan lebih dekat dengan Kristus, menjadi lebih seperti Yesus, tumbuh dalam Yesus, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Yesus, berbagi dalam sukacita Yesus, semakin tahu tentang Yesus – mengetahui Dia sepenuhnya, semakin seperti Yesus. Sehingga dia bisa mengatakan 'hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan' (Filipi 1:21).

Namun situasi Paulus kebanyakan tidak nyaman. Dia sering ada dalam penjara, bahkan dia menulis surat Filipi dari penjara. Dia sering didera, dalam bahaya maut, disesah, dilempari batu, mengalami karam kapal, diancam bahaya, kurang tidur, kekurangan, kedinginan, dsb. (2 Kor 11:23-27). Walau banyak tantangan tapi Paulus memandang panggilannya itu sebagai 'hadiah' yang bernilai untuk dikejar dan kalau perlu mati untuk tujuan itu.

Memandang ke masa depan berarti berharap yang terbaik masih akan datang. Berarti prospek masa depan memenuhi kita dengan pengharapan yang tidak atau belum bisa dipenuhi oleh masa lalu. Janji-janji Tuhan yang menjadi pengharapan kita seperti terdapat dalam Firman-Nya jelas. Dia akan menyelesaikan pekerjaan baik yang telah Dia mulai dalam diri kita (Fil 1:6). Walau manusia luar kita merosot tapi bagian dalam kita terus diperbaharui (2 Kor 4:16). Pada usia tua ketika yang lain layu, kita masih akan terus berbuah (Maz 92:14). Dsb., dsb.

Dan, ketika kita selesai dengan urusan dunia, kita akan mengalami roh kita disempurnakan dalam kehadiran Kristus, yang lebih baik daripada ketika di dunia. Satu kali tubuh kita juga akan dibangkitkan, diperbaharui, dimuliakan serta disatukan dengan roh yang sudah disempurnakan itu. Kita akan menikmati kekekalan dengan Allah dalam tubuh dan roh yang dimuliakan – bersama dengan sesama orang percaya yang juga telah dimuliakan, dengan tugas-tugas yang mulia. Bukankan ini masa depan yang sungguh-2 luar biasa.

Belajar dari Paulus dalam menghadapi tahun 2022, mari kita 'melupakan' apa yang di belakang dan memusatkan perhatian kepada apa yang di depan. Kita mengarahkan diri kepada tujuan prioritas kita, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Yesus Kristus. Hanya dengan sikap seperti Paulus ini, kita bisa memasuki 2022 dengan optimis.

Refleksi kita adalah apa yang kita telah belajar dari 2021 dan mau kita lupakan? Sebaliknya kita mau mefokuskan pikiran dan energi kita kemana memasuki tahun 2022? Tuhan Yesus memberkati!

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *