Manusia Dan Dosa

Bila memperhatikan kehidupan manusia, semakin hari semakin berani, nekat dan bahkan secara terbuka dalam melakukan kejahatan. Mengapa bisa demikian dan bagaimana iman Kristen melihat hal tersebut? Apa yang harus dilakukan oleh orang percaya?

Kemuliaan, kehormatan dan martabat manusia yang rusak akibat kejatuhan dalam dosa mengakibatkan manusia melakukan segala kejahatan. Rupa-rupa kejahatan dilakukan oleh manusia, seperti; saling mempersalahkan, mencaci maki, menipu, menyebarkan hoaks, mencuri, merampas hak orang lain, pemerkosaan, penindasan, hingga menghilangkan nyawa sesama (membunuh) dan lain-lain.

Kejahatan bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang bukan Kristen. Kejahatan-kejahatan tersebut terkadang dilakukan juga oleh orang yang menyebut dirinya Kristen. Tindakan kejahatan terkadang dilakukan oleh seseorang kepada siapa pun. Misalnya kepada rekan kerja, rekan bisnis, pimpinan (majikan), bawahan, karyawan, asisten rumah tangga, ajudan, rekan kuliah, rekan sepelayanan bahkan kepada orang terdekatnya entah itu kekasih, pasangan hidup, orang tua, anak serta anggota keluarga lainnya.

Sejak kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa maka kejahatan-kejahatan pun mulai mereka lakukan seperti yang terjadi antara Adam dan Hawa, Kain terhadap Habel (Kej. 3:12-13; 4:1-16) dan masih banyak contoh kejahatan lainnya yang dilakukan oleh manusia berdosa di dalam Alkitab.

Keberanian manusia dalam melakukan aksi kejahatan bukan hanya perihal kepada siapa dia melakukannya tetapi tempat untuk melakukan kejahatan pun tidak hanya di tempat yang tersembunyi. Manusia tidak lagi memilih tempat ketika mereka nekat untuk melakukan aksi kejahatannya. Mereka bisa melakukan di ruang-ruang publik, seperti di jalan, di pusat perbelanjaan, di sekolah atau kampus, di tempat kerja, di rumah dan bahkan di tempat ibadah sekalipun ada orang yang berani melakukan kejahatan. Hal ini membuktikan bahwa betapa manusia nekat dan berani melakukan kejahatan.

Mereka lupa bahwa kejahatan yang mereka lakukan itu bisa mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan bagi orang lain, serta tindakan mereka itu tidak memuliakan Tuhan. Banyak contoh yang dapat kita temukan dalam Alkitab baik dalam PL maupun PB. Seperti kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak imam Eli (1 Samuel 2:11-36). Kejahatan yang dilakukan oleh para pemimpin agama Yahudi di Bait Allah (Matius 21:12-16).Mengapa demikian? Tidak perlu kaget dengan manusia yang begitu berani, nekat dan terbuka dalam melakukan kejahatan. Mengapa? Ini bukan hanya karena kondisi hidup yang semakin sulit, lapangan pekerjaan yang kurang, ekomoni yang susah, tingkat pendidikan yang rendah, status sosial yang rusak serta jumlah populasi yang terus bertambah.

Tetapi karena moral hidup manusia yang semakin rusak dan jahat, serta rasa takut akan Allah yang tidak dimiliki oleh manusia. Alkitab sudah mengingatkan kepada kita dengan jelas bagaimana kehidupan manusia semakin jahat (2 Timotius 3:1-9).

Manusia tidak takut kepada Tuhan, tidak hidup dalam kemuliaan, kehormatan dan martabat tertingginya. Manusia tidak menghormati sesama sebagai ciptaan Tuhan yang punya kemuliaan, kehormatan dan punya martabat sehingga bertindak semena-mena terhadap sesama.

Apa yang harus dilakukan oleh orang percaya atau gereja dalam menyikapi kebobrokan manusia yang semakin berani, nekat dan secara terbuka dalam melakukan kejahatan?
Orang percaya perlu mawas diri agar tidak terpengaruh apalagi sampai ikut masuk dalam melakukan kejahatan. Orang percaya juga harus terus membekali diri dengan kebenaran firman Tuhan dan mengikuti pembinaan iman. Karena itu Gereja perlu mengadakan pembinaan iman kepada umat Tuhan untuk membekali umat, agar memiliki pondasi yang kuat dalam Kebenaran dan memiliki pemahaman yang benar akan Tuhan, diri dan sesama.

Gereja harus terus menyuarakan kebenaran, memanggil manusia untuk bertobat dari dosa dan menuntun mereka hidup dalam kebenaran, mengasihi Tuhan dan sesama.
Mengingat setiap orang percaya memiliki fungsi sebagai imam dan nabi untuk menyuarakan kebenaran. Kalau bukan orang percaya yang cinta pada Tuhan siapa lagi yang akan memikirkan apa yang menjadi kehendak Tuhan yang sempurna agar manusia hidup sesuai kehendak Tuhan? Tindakan ini beresiko. Mungkin dicaci, dimaki, ditolak bahkan mati. Itulah jalan yang pernah dialami oleh para nabi, Yohanes Pembaptis, para rasul dan bahkan oleh Yesus sendiri. Karena itu jangan heran bila ada orang Kristen yang memilih main aman.

Mengapa ada orang Kristen yang memilih jalan aman? Karena mereka tidak mau menanggung penderitaan demi suatu kebenaran. Mereka memikirkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Dan mereka yang memilih jalan tersebut sudah dipastikan sulit untuk menlakukan dan melaksanakan kehendak Tuhan. Karena mereka hanya melihat keamanan dan kenyamanan diri.

Orang percaya tidak boleh acuh terhadap persoalan dan pergumulan sosial yang terjadi di sekitarnya. Karena itu orang percaya perlu membuka mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan hati yang mengasihi sesama. Bukan hidup egois dan mementingkan diri, tetapi hadir menjadi garam dan terang untuk menjadi berkat bagi sesama. Karena untuk itulah orang percaya dipanggil oleh Tuhan (Mat. 5:13-16; 1 Pet. 3:9). Orang percaya hadir untuk menjadi berkat bukan menjadi kecelakaan bagi orang lain.

Orang percaya dan gereja seyogyanya memerhatikan dan mengingatkan akan martabat dan kehormatan manusia begitu penting. Karena sebagian orang tidak sadar dan merasa tidak penting bagaimana menjadi manusia yang dicipta oleh Tuhan yang dimahkotai dengan martabat, hormat dan mulia (Kejadian 1:26-27; Mazmur 8).

Alkitab menyatakan bahwa manusia memiliki martabat dan kehormatan sehingga manusia harus menghormati Allah, menghormati hidupnya dan menghormati hidup sesama. Orang percaya memiliki pengertian yang benar tentang siapa Allah, dan memiliki kesadaran siapa itu manusia, maka kedua pengertian membuat kita hidup bertanggung jawab sebagai orang yang beriman yang Tuhan utus di tengah-tengah dunia, memuliakan-Nya dan menjadi saksi bagi manusia lain. Hidup dalam cinta kasih, keadilan, kesucian, berasal dari Tuhan Allah. Amin.

Recommended For You

About the Author: Pdt. Julius Mokolomban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *