Pawang Hujan Mandalika: Mengundang Kutuk Bagi Indonesia?

Akhirnya Indonesia menggelar kembali ajang balapan kelas dunia di Mandalika pada bulan Maret 2022 lalu. Dahaga para penggemar otomotif MotoGP nasional terpuaskan. Setelah menanti selama 25 tahun hingga event internasional itu dihelat kembali di tanah air tercinta. Bukan di sirkuit Sentul, Bogor, tetapi di Mandalika, Nusa Tenggara Barat.

Tidak banyak yang diketahui orang tentang Mandalika, walau sudah ditetapkan menjadi 5 destinasi wisata super prioritas oleh pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan sirkuit kelas dunia di Mandalika tentu berkaitan erat dengan program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk memajukan daerah tersebut, agar banyak dikunjungi wisatawan. Gelaran MotoGP yang bernama resmi Pertamina Grand Prix of Indonesia 2022 itu berhasil dilaksanakan dengan baik, walau sempat ditunda beberapa saat karena hujan terus mengguyur Mandalika International Street Circuit tersebut.

Hal menarik yang membuat atensi dunia tersedot ke Mandalika adalah ketika Mbak Rara, seorang pawang hujan, memasuki arena balap untuk melakukan ritual pawang hujan. Bahkan, menjelang balapan dimulai, sang pawang hujan diberikan izin untuk memasuki lintasan balap sambil melaksanakan ritual teatrikal, yakni melakukan ‘tarian hujan’ sambil membunyikan singing bowl di tangannya. Menyaksikan hal unik tersebut, salah seorang pembalap Prancis, Fabio Quartararo, yang nantinya menempati posisi ke-2, tertangkap kamera sedang menirukan aksi membunyikan singing bowl dengan mangkuk makanan dan sendok di tangannya. Tak selang berapa lama, hujan berhenti dan balapan digelar dengan sukses.

Tak menunggu lama, aksi pawang hujan dan aksi tiruan pawang hujan tersebut menjadi berita utama. Menggeser berita tentang aspal sirkuit yang masih banyak batu halusnya. “Thank you for stopping the rain,” demikian judul berita situs resmi MotoGP. Nama Mandalika pun mendunia, akan dikenang karena berhasil ‘menjual cerita’ yang membekas di ingatan. Inilah yang diharapkan panitia dan pemerintah untuk menarik wisatawan agar datang lagi ke Mandalika setelah ajang balap MotoGP usai.

Uniknya, tak selang beberapa lama, komentar-komentar nyinyir tentang pawang hujan membahana. Tak ketinggalan seorang pendeta tersohor menyatakan bahwa, pawang hujan adalah terkait klenik (kuasa roh jahat) dan akan membawa kutuk bagi negeri. Sehingga darah akan terus tertumpah di bumi nusantara ini. Tak tanggung-tanggung, video yang diunggah di sosial media tersebut ditujukan kepada presiden Indonesia yang turut menyaksikan perhelatan akbar itu.

Nah, pertanyaannya, apakah keberadaan pawang hujan di ajang tersebut adalah ritual klenik yang akan membawa kutuk bagi negeri atau merupakan gimmick (strategi pemasaran untuk menarik perhatian publik) dengan tujuan untuk menggairahkan industri pariwisata di Mandalika, yang pada gilirannya akan membawa kepada peningkatan kesejahteraan warga sekitar dan meningkatkan devisa negara? Penulis memilih yang disebut terakhir. Pertamina Grand Prix of Indonesia itu adalah ajang balapan, bukan ritual pemujaan. Ritual pawang hujan beserta aksi teatrikal tarian hujan di lintasan sirkuit beserta dengan singing bowl yang dibunyikan menjadi cerita yang membuat penasaran, dan diharapkan menimbulkan keinginan untuk berkunjung ke Mandalika. Selling story, demikian istilahnya. Bukankah cerita rakyat seperti kisah anak ikan mas menjadi daya tarik tersendiri bagi kawasan Danau Toba yang juga merupakan destinasi pariwisata super prioritas pemerintah? Mengapa tidak sekalian menyoal kisah-kisah takhayul yang membungkus banyak tempat wisata di Indonesia, semisal Tangkuban Perahu dll?

Seyogianya seorang Kristen, apalagi hamba Tuhan, tidak bisa terlalu mudah mengaitkan segala sesuatu dengan dunia roh, atau bahasa gaulnya jangan asal nge-roh. Fenomena pawang hujan sudah ada sejak zaman dahulu kala. Kepercayaan lokal sudah menjadi tuan rumah sebelum agama-agama masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, sepatutnya kita hidup berdampingan dengan damai bersama mereka.

Apakah orang Kristen boleh menggunakan pawang hujan, untuk acara ibadah di ruang terbuka misalnya? Tentu saja tidak. Kita percaya Tuhan menggendalikan segala sesuatu. Kalaupun hujan, itu harus dipandang sebagai berkat dan kehendak Tuhan di dalam kedaulatan-Nya. Namun demikian, kita tidak boleh memaksakan kepercayaan kita kepada orang lain yang berbeda dengan kita. Apalagi mengklaim bahwa bangsa ini akan menjadi terkutuk karena aksi pawang hujan tersebut. Kalau memang benar bangsa ini terkutuk karena aksi pawang hujan, maka seharusnya bangsa ini terkutuk sudah sejak dulu. Karena pawang hujan sudah lama ada, bahkan sebelum oknum pendeta itu dilahirkan.

Penting bagi umat Kristen untuk menempatkan sesuatu hal pada posisi yang tepat dan menilainya secara proporsional, bukan emosional. Aksi pawang hujan di ajang moto GP Mandalika hanyalah bumbu yang menyedapkan hidangan sesungguhnya, yaitu ajang balap kuda besi Pertamina Grand Prix of Indonesia 2022. Mungkin sebagian pembaca tidak sepakat dengan sudut pandang (SUP) penulis. Tidak mengapa, itu biasa. Justru wawasan berpikir tambah kaya dan raya.

Silakan nikmati SUP nya. Rasa spesialnya, bukan sekadar nikmat, bahkan membuat sehat dan kuat. Dalam kerohanian tentunya. Tuhan Yesus memberkati.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *