Dalam masa kampanye dari dua kelompok politik yang bersaing sekarang ini, kelompok pemerintah yang dipimpin Jokowi & Ma'ruf Amin melawan kelompok oposisi yang diwakili oleh Prabowo & Sandi, kita disuguhi perdebatan-perdebatan oleh para wakil kedua kelompok plus para pengamat. Dari argumentasi yang dilontarkan, kita mendengar bahwa pihak lain semuanya salah sementara pihak sendiri selalu benar. Tidak pernah terdengar satu pihak mengakui paling tidak sebagian dari pikiran pihak lain benar, sekali pun mereka mau menyodorkan pikiran alternatif yang mereka yakini lebih baik. Kasus-kasus yang merupakan refleksi dari kebalikan dari fairmindedness ini, atau sering disebut intelectual self-centerness itu, terus terjadi dalam komunikasi sehari-hari tidak saja di dunia politik, tapi juga di bisnis, bahkan di gereja dan di keluarga-keluarga. Jika pikiran-pikiran yang tidak 'fairminded,' yang bisa kita sebut sebagai berpikir 'self-centered,' ini yang tercetus, sudah barang tentu, akhirnya tidak terjadi komunikasi yang sehat, tidak terjadi pembelajaran, dan kedua pihak tidak mendengar bahkan menolak pikiran pihak lain.
Berpikir adil sudah barang tentu tidak mudah. Alkitab sudah menyatakan bahwa manusia telah jatuh dalam dosa. Dosa menyebabkan pikiran-pikiran kita dicemari dosa dan dosa menyebabkan manusia menjadi egoistis. Maka pikiran manusia cenderung berpusat pada diri alias egois dan tidak bisa berpikir adil. Tidak heran kalau orang mau menjadi murid Yesus, Tuhan memerintahkan agar dia 'menyangkal diri' sebelum mengikut Tuhan – "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Artinya orang perlu mengabaikan pemikiran sendiri dan mengutamakan pemikiran orang lain. Dalam hal kegiatan intelektual mensintesakan pandangan-pandangan orang lain dengan pandangan-pandangan sendiri dengan obyektif karena sesama kita juga orang berdosa.
Philip Dow dalam bukunya Virtuous Minds mengatakan bahwa berpikir adil (fair minded) adalah menginginkan dengan sungguh-sungguh untuk mengetahui kebenaran, dan bersedia untuk mendengarkan dengan cara yang seimbang pendapat-pendapat yang berbeda mengenai suatu topik. Berpikir adil adalah berusaha untuk memperlakukan setiap pandangan yang relevan dengan masalah dengan cara yang tidak bias dan tidak berprasangka. Bagi orang yang 'fair minded' kebenaran itu lebih penting daripada ego, atau pandangan-pandangan yang beberapa orang pegang, tidak peduli seberapa mereka menghargainya. Penulis juga menjelaskan perbedaan dengan pandangan relativitas yang menyatakan semua klaim sama-sama berharga atau layak diterima. Dengan kata lain tidak ada kebenaran atau prioritas karena semua sama.
Menjadi orang yang berpikir fair tidak mudah tapi akan memberikan manfaat kepada orang-orang yang mengembangkan dan memilikinya. Dia akan banyak belajar 'kebenaran' karena mau mendengarkan dan belajar dari pemikiran-pemikiran orang lain. Dia lebih dilindungi dari asumsi-asumsi yang salah ketika membuat keputusan karena kesediaannya mengumpulkan pandangan-pandangan lain dan menggunakan cara berpikir analitis dalam pengambilan keputusan. Dia bisa membuat keputusan-keputusan yang lebih tepat karena pertimbangan-pertimbangan dari sisi-sisi yang berbeda. Berpikir adil sangat penting ketika kita menghadapi situasi dimana kesejahteraan seseorang konflik dengan kepentingan sesaat kita. Ketika kita tidak mau mempertimbangkan dengan pandangan yang bersangkutan, maka keputusan kita semata-mata didasarkan untuk kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan dampaknya kepada pihak lain.
Orang yang berpikir adil juga akan memiliki teman-teman yang lebih banyak dan menyukainya karena dia bersedia mendengarkan pandangan-pandangan mereka, mempertimbangkan dan menghargainya. Ralasi antara orang-orang yang berpikir adil akan lebih berkualitas karena saling menghargai pandangan pihak lain; membantu untuk menyelesaikan konflik dengan efektif karena mereka saling mendengarkan dan melihat dari sisi-sisi lain; dan membangun kepercayaan satu terhadap yang lain.
Bagaimana menjadi orang yang berpikir adil? Sudah jelas perubahan dimulai dari cara berpikir (Roma 12:2) sebelum ke perubahan perbuatan yang mengikuti. Seperti perintah kepada calon murid Kristus, kita harus menyangkal pemikiran sendiri dan mengutamakan pemikiran-pemikiran orang lain untuk dipertimbangkan. Di samping, Dow menyarankan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan berpikir kritis. Kita melatih diri untuk menghadapi masalah dengan secara aktif belajar, membaca dan mendengarkan. Ketrampilan berpikir adil akan timbul dengan secara aktif mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mempertimbangkan berbagai cara pandang yang berbeda.