Khotbah Ogah Susah

Tak pelak kemajuan teknologi telah menciptakan berbagai kemudahan yang serba wah. Sangat banyak menolong, tapi juga meronggrong. Ya, kebaikan sekaligus kejahatan, sangat mudah didapatkan. Semua ini menuntut tiap orang bijak menikmati kemajuan teknologi. Sementara bagi orangtua harus rajin mengawasi anak yang seringkali gagal menterjemahkan baik atau jahat, karena mereka hanya menikmati soal suka atau tidak. Teknologi mempermudah tapi juga menyusahkan orangtua. Tapi apapun alasannya jangan sampai menjadi anti teknologi, sebaliknya harus melek dan menguasai agar dapat memanfaatkan teknologi untuk kebaikan kehidupan.
Kemajuan teknologi juga melahirkan hiruk pikuk di media sosial. Dengan mudahnya tiap orang bisa membangun media dalam sekejap. Hal ini menggembirakan karena terjadi pendistribusian berita maupun opini yang beraneka ragam, sehingga bisa saling memperkaya. Sayangnya, tak sedikit pula yang bermental “pencuri” berita. Memuat berita, atau karya seseorang tanpa memberikan catatan, sehingga seakan dia adalah nerasumbernya. Copy paste! Ya, orang narsis tanpa jati diri, sehingga “mencuri” menjadi jalan pintas. Moral terdegradasi, teknologi memfasilitasi. Orang dewasa juga jadi korbannya. Tapi sekali lagi, bukan teknologinya yang salah, melainkan mentalnya yang melemah. Skripsi dimanipulasi, tindakan plagiat yang mencoreng dunia akademik. Berita, informasi, keringat oranglain diakui sebagai karya diri, ini wartawan tanpa nurani. Malu kini menjadi barang langka, sementara imitasi dipakai buat menutupi ketidakmampuan diri, tapi sangat ingin diperhatikan. Memalukan, tapi itulah kenyataan.
Dalam dunia musik, kita mengenal apa yang disebut lipsing. Di atas panggung, seseorang, atau group penyanyi bisa tampil prima dengan suara yang luar biasa merdu, memukau semua penontonnya. Tapi, ah, kita tersentak ketika mengetahui bahwa sejatinya mereka hanya komat kamit tanpa suara. Lalu bagaimana dengan suara yang kita dengar? Ternyata lipsing. Suara itu milik orang lain, si penyanyi tinggal meniru bunyi dengan menyesuaikan gerak bibir. Gerak tari jadi pengalih perhatian, mereka total menipu semua orang. Peristiwa ini tak hanya menjadi berita lokal atau nasional, bahkan pernah menggegerkan blantika musik internasional. Orang tak lagi mampu bangga dan bersyukur dengan kemampuan dirinya, sehingga menipu menjadi cara yang dianggap sah. Memanipulasi diri. Ironi, itulah realita masa kini. Diwaktu lampau ketika harga diri sangat tinggi, orang tak rela menjadi fotocopy. Tapi sekarang orang tak segan menjadi copy paste. Total fotocopy tanpa edit sedikitpun.
Bagaimana dengan dunia rohani? Ternyata setali tiga uang, dirambah oleh banyak copy paste. Ada banyak pengkhotbah yang berkhotbah tanpa perlu mempersiapkan diri, cukup mengcopy paste saja. Yang diperlukan hanya penampilan panggung yang memukau dan fasih lidah. Maka jadilah pengkhotbah copy paste. Belajar dari khotbah yang ada di berbagai media sosial adalah cara belajar yang legal. Tapi mencopynya mentah-mentah, lalu berkhotbah seakan itu adalah hasil pikirannya sungguh tak etis. Didunia rohani ternyata tak berbeda, jalan pintas juga disukai. Semua orang berlomba mau jadi pengkhotbah, berani berbicara, tapi” takut belajar”. Cukup copy paste saja. Dalam kitab Yakobus, kritik pedas disampaikan agar jangan semua orang ingin menjadi guru (baca; pengkhotbah). Mengapa? Karena menjadi guru akan dituntut ukuran yang lebih berat. Ini sangat logis mengingat konsekwensi ajaran yang kacau akan menimbulkan kesesatan yang menggila. Menjadi guru memang godaan besar dijaman itu, karena akan memiliki banyak murid dan populeritas yang besar. Menjadi guru disini bukan guru formal, melainkan penkhotbah. Dimasa kini godaannya semakin menggila. Karena pengkhotbah tenar itu bisa berarti uang besar. Bahaya besar bagi umat beragama, apapun, dimanapun. Godaan ekonomi sangat kuat. Cobalah amati. Dengan mudah kita akan menemukan pengkhotbah berwajah ganteng, atau cantik, dengan kemampuan berbicara entertaiment, menjadi pengkhotbah. Mereka yang berlatar belakang sosialita dunia, menjadi penyuara surga. Tak ada yang salah jika ini adalah panggilan Tuhan. Yang jadi masalah jika ini menjadi kamuflase atau pelarian. Bagaimana mereka bisa? Jangan lupa, khotbah bisa dicopy paste. Atau mereka berbicara tapi sejatinya bukan hasil pemikiran dan pergumulan bersama Tuhan.
Alkitab adalah data dan fakta kebenaran yang akurat, sempurna, dan bersifat final. Ditulis untuk dibaca oleh umat. Jadi, bahasa, narasinya jelas, strukturnya terpola, ada pengirim ada penerima, dan ada pembukaan, isi, dan pentup. Artinya Alkitab bisa dipelajari, tinggal minat dan kesungguhan mempelajarinya. Observasi data-data yang ada, lalu implikasinya dengan kehidupan, dan bagaimana aplikasinya dalam keseharian. Ini cara sederhana, dan bisa lebih dalam lagi. Setiap pengkhotbah yang benar, selalu berbicara dari Alkitab dan bagaimana dia menjalani pergumulan dalam kehidupan. Disana ada kejujuran, berhasil atau gagal, kesulitan melakukan tuntutan kebenaran. Jadi bukan janji kecap, yang serba dimudahkan demi pendengar senang, dan terpenuhi keinginannya.
Khotbah yang jujur dan benar pasti sejalan dengan Alkitab akan menggelisahkan kita yang hidup dalam kesewarnaan dengan dunia. Kebenaran itu menggugat, seperti pedang bermata dua, bukan bulu penggelitik telinga. Kita digugat, bukan dimanjakan. Jadilah garam dan terang dunia, kata Alkitab. Itu berarti kita sangat berbeda dengan dunia dalam nilai, cara hidup, dan kualitas perilaku. Apakah seperti itu? Karena itu sekali lagi khotbah yang benar itu menggelisahkan diri. Khotbah yang benar memberi ketenangan jiwa bagi orang yang hidup benar. Khotbah yang enak ditelinga harus disikapi dengan ekstra hati-hati, seperti kata rasul paulus bahwa jaman ini orang hanya mau mendengar ajaran yang cocok dengan telinganya, dan pengkhotbah mensuplainya (2 Timotius 4:3).
Khotbah copy paste, pasti mengenakkan telinga, karena dipilih bersifat pengulangan untuk kesenangan pendengar. Bagaimana cara mengenalinya? Cari urutan logika dari khotbahnya. Kalo lompat sana sini, dan sekedar menjadi cerita, itu salah satu cirinya. Apalagi kebanyakan joke dari pada pesan Alkitab. Apabila khotbahnya bagus, maka tanya jawab adalah kunci mengenali. Di sana kita akan menemukan jawaban dengan penjelasan bisa bertabrakan. Maklum karena bukan hasil pemikiran sendiri. Cuma copy paste. Karena itu umat dituntut untuk kritis dan teliti. Suka atau tidak, harus menjadi umat pembelajar menjadi tuntutan digereja masa kini. Atau anda akan menjadi korban, yang berpikir telah mengetahui, ternyata yang diketahui salah total. Dijaman teknologi canggih, copy paste tersedia dalam berbagai latar belakang pikiran, dari seantero dunia. Luar biasa kan? Awas jangan sampai kehilangan pergumulan bersama dengan Tuhan. Perlu membangun kesadaran diri, sebagai pengkhotbah kita akan dituntut lebih oleh Tuhan. Jadi jangan copy paste khotbah, tapi belajarlah dengan giat dan jalani kehidupan bersama Tuhan, pasti DIA akan melengkapi orang yang setia kepada NYA. Jangan ogah susah, karena Tuhan juga akan ogah mencurahkan hikmat NYA kepada kita. Rajin belajar, jujur dengan hasil karya, baik lewat Alkitab dan teknologi yang menolong, adalah wujud kecintaan kita kepada Tuhan. Semoga kita punya.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *