REFORMATA —Dalam dunia olahraga ada moto: Mens sana in corpore sano, yang berarti dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Apakah kata “jiwa” bisa diganti dengan rohani? Jika rohani sinonim dengan jiwa, sudah tidak ada masalah. Namun ketika kerohanian didefinisikan sebagai kualitas hubungan dengan yang benar dengan Allah Sang Pencipta, melalui Yesus Kristus, jelas ungkapan itu tidak tepat.
Banyak orang yang tidak memiliki hubungan dengan Allah tapi memiliki tubuh yang sehat. Sebaliknya, banyak orang percaya yang fisiknya lemah, sakit-sakitan, dan mati muda karena berbagai sakit penyakit. Ada yang sepertinya tidak terhindarkan, misalnya karena serangan jantung, kanker, dsb. Namun banyak kelemahan fisik dan kematian manusia, termasuk orang percaya, disebabkan oleh kebodohan dan ketidakmampuan mereka mengendalikan nafsu makan dan disiplin menjalani kehidupan yang sehat.
Alkitab jelas berbicara banyak tentang kesehatan dan lingkungan hidup yang sehat. Dan Alkitab menghubungkan ini dengan kerohanian. Dalam kitab Imamat dibicarakan tentang cara mende-teksi, memeriksa, mengkarantina, membersihkan dan memulihkan orang yang terkena penyakit lepra dan berbagai penyakit kulit lain (pasal 13). Perjanjian Lama memberikan berbagai instruksi tentang makanan yang ternyata memberikan pola makan yang sehat (Imamat 11: 1-4; Keluaran 22:31). Dan Alkitab juga berbicara tentang lingkungan hidup yang sehat – kebersihan baju, dinding, atap dan lantai rumah (Imamat 13: 47-59; 14:33-53).
Alkitab melihat manusia secara utuh. Ketika kita diperintahkan untuk mengasihi Allah, kita diminta mengasihi Dia dengan segala keberadaan kita – yaitu dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi (Lukas 10: 27).
Dalam keutuhan manusia Alkitab juga berbicara tentang bagian-bagian dari manusia, yaitu pikiran, perasaan, kemauan, tubuh dan jiwa. Karena itu ketika kita berubah, semua menyatu dan mendukung perubahan dan pertumbuhan yang terjadi dalam diri kita. Dan tubuh, mau tidak mau mempunyai peranan yang besar untuk mendukung (atau meng-gagalkan) perubahan yang kita inginkan.
Melalui tubuh kita hadir di dunia fisik. Kita dikenali oleh sesama melalui penampilan fisik kita sehingga fisik menjadi bagian identitas kita. Fisik menjadi sumber energi untuk mengerjakan kemauan. Ketika energi itu lemah, kemauan untuk berbuat sesuatu tidak bisa dijalankan. Ketika seseorang mau berubah, tapi fisik tidak mempunyai cukup tenaga untuk mendukung maka perubahan itu tidak akan terjadi. Ketika perubahan terjadi, seperti perubahan karakter, itu akan tertanam dalam tubuh.
Sayangnya tubuh yang diciptakan “baik” telah turut ternoda oleh dosa. Sehingga tubuh cenderung melakukan hal-hal yang tidak baik, yang berdosa (Lihat Roma 7:17). Tubuh sering tidak mendukung keinginan untuk melakukan kebaikan. Karena itu transformasi fisik adalah bagian dari transformasi rohani atau trans-formasi keseluruhan diri manusia. Tubuh bisa ditransformasi agar menjadi pendukung seseorang menjadi seperti Kristus. Tubuh yang optimal untuk mendukung pribadi dengan gambar dan rupa Allah adalah tubuh yang sehat.
WHO, badan kesehatan PBB, pada tahun 1948 mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya sekadar tidak adanya penyakit atau cacat. Dan pada tahun 1984, WHO menambahkan unsur kerohanian pada daftar faktor-faktor yang perlu untuk kesehatan yang optimal.
Ini sejalan dengan Alkitab yang ketika berbicara tentang kehidupan manusia adalah dalam kelengkapan dan keutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial. Lukas menggambarkan pertumbuhan Yesus sebagai “makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Lukas 2:52). Seorang yang sehat adalah secara utuh – fisik, emosi, rohani dan relasi, khususnya dengan Allah. Alkitab menggambarkan saling keterkaitan kesehatan dengan emosi (Lihat Amsal 17:22); fisik dengan rohani (Yohanes 3:2). Karena itu sehat berarti dalam setiap bidang kehidupan dan selama dan sesuai dengan tahapan kehidupan kita.
Seseorang mendefinisikan secara lebih spesifik bahwa kesehatan fisik maksimal terjadi ketika tubuh – dengan segala kimiawinya, bagiannya, dan sistemnya – berfungsi semirip mungkin dengan fungsi yang dirancang oleh Allah. Ketika penyakit atau kelainan itu tidak dapat diobati, kesehatan fisik melibatkan kemampuan belajar beradaptasi terhadap penyakit fisik tersebut. Dan karena itu kerohanian adalah kunci kepada hidup yang sehat.
Jika demikian kita bertanggung-jawab dan berkepentingan untuk membangun kesehatan fisik kita untuk mendukung perubahan dan pertumbuhan diri kita secara holistik. Karena perubahan holistik itu menuntut perubahan fisik. Satu langkah dalam perubahan fisik adalah dengan hidup sehat secara fisik.
Bagaimana hidup sehat? Ini diperlukan pembahasan yang mendalam di luar cakupan tulisan ini. Namun secara ringkas hidup sehat meliputi kegiatan fisik, istirahat, konsumsi dan pem-buangan yang sehat. Untuk sehat seseorang perlu berolah-raga dan cukup banyak bergerak. Sebaliknya, dia juga memerlukan istirahat yang cukup dan rekreasi.
Dia perlu menjaga konsumsi, menghindarkan bahan-bahan yang mengganggu kesehatan seperti kafein, minuman ringan, lemak jenuh, manis-manis, tembakau, obat terlarang, alkohol, dll. Sebaliknya dia harus mengonsumsi makanan bergizi, makan cukup buah dan sayur, serat kasar; cukup minum air putih. Sebagai bagian dari seseimbangan konsumsi, pembuangan (air besar dan air kecil) harus terjadi dengan rutin, mudah dan teratur – kalau perlu dilatih.v
*Penulis adalah partner di Trisewu Leadrship Institute
Trisewu Leadership Institute
Founder: Lilis Setyayanti
Co-founders: Jimmy Masrin, Harry Puspito
Moderator: Raymond Lukas
Trisewu Ambassador: Kenny Wirya
Untuk pertanyaan, silakan kirim e-mail ke: seminar@trisewuleadership.com. Kami akan menjawab pertanyaan Anda melalui tulisan/artikel di edisi selanjutnya. Mohon maaf, kami tidak menjawab e-mail satu-persatu.”