Dalam tulisan sebelumnya kita sudah membahas bahwa sebagai orang percaya kita semua terus diubah oleh Tuhan, sehingga kita akan terus berubah menjadi lebih baik, menjadi seperti Kristus yang adalah Allah, makin mengasihi Allah dan sesama. Perubahan hati dan karakter manusia percaya ini adalah program Allah, bukan kemauan manusiawi kita.
Namun ketika diperhadapkan dengan kehendak Tuhan yang jelas-jelas Dia ungkapkan melalui Firman-Nya itu, ada banyak yang mengatakan inilah saya. Dari dulu saya sudah begini, sudah tidak bisa diubah lagi. Ada yang mengatakan saya sudah tua, sudah tidak perlu lagi belajar dan berubah. Sementara yang lain mengatakan saya masih muda, saya mau menikmati kehidupan ini. Berubah adalah untuk orang tua yang sudah mau dipanggil Tuhan. Sekelompok orang mengatakan dengan hidup seperti sekarang saja, saya hidup berkelimpahan, bahagia mengapa harus berubah. Atau sebaliknya, orang mengatakan saya orang miskin, perjuangan saya adalah melawan kemiskinan bukan berubah, itu urusan orang yang sudah berkecukupan.
Namun Alkitab jelas mengatakan bahwa kita semua sedang dalam proses perubahan yang dikerjakan oleh Allah sendiri. Lihat, misalnya 2 Korintus 3:16 -18. Namun kalau kita tidak menyadari dan mengimani pekerjaan Tuhan dalam diri kita ini, maka kita telah ‘salah jalan’ – salah dalam berpikir dan dalam berperilaku. Kita tidak atau telah salah dalam memahami kehendak-Nya yang Dia ungkapkan melalui Firman-Nya. Dengan demikian kita juga telah salah dalam membangun kebiasaan-kebiasaan kita dalam berpikir dan merasa, dan dalam perilaku, gaya hidup dan karakter kita.
Apa pun sikap dan tanggapan kita terhadap kehendak-Nya ini, kita akan menerima akibatnya. Seperti ada hukum-hukum alam, ada hukum-hukum rohani yang berlaku mengikuti keteraturan cara kerja Allah (1 Korintus 14:40). Ketika kita menolak apa yang menjadi kehendak-Nya maka kita akan menerima akibatnya – kemandegan dalam pertumbuhan kerohanian dan buah-buahnya ketika kita mengabaikan Firman ini, atau sebaliknya kita menerima ‘reward’ dari proses pertumbuhan sehat yang kita alami ketika kita menghormati firman itu (Lihat Amsal 13:13).
Mengapa proses pertumbuhan itu bisa dipastikan terjadi? Satu kunci utama adalah kenyataan bahwa ketika orang menjadi percaya – menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, Tuhan berkenan hadir dalam diri orang tersebut. Dia mengatakan: “Lihatlah! Aku berdiri di muka pintu dan mengetok. Jika ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk ke dalam rumahnya. Aku akan makan bersama-sama dengan dia, dan dia akan makan bersama-sama dengan Aku. (Wahyu 3:20). Dan Allah yang tinggal di dalam kita itu tidak sekedar ‘tinggal diam’ tapi mengerjakan sesuatu dalam hidup kita, antara lain dan utama, adalah mengerjakan apa yang oleh ahli alkitab sebut sebagai ‘sanctification’ atau pengudusan dengan tujuan-tujuan yang sudah kita bahas dalam tulisan terdahulu (Misal, 2 Korintus 3:17-18), yaitu menjadikan kita seperti Dia.
Kalau ada yang berpendapat bahwa dia sudah tidak bisa berubah lagi, dia perlu tahu bahwa Roh itu memberikan kemerdekaan, kemerdekaan terhadap kuasa dosa, dampak dosa, kuasa Iblis – yang tidak mengehendaki orang percaya berubah, kedagingan, dan terhadap legalisme (hukum Taurat). Ketika kita belum percaya memang kita masih dalam perbudakan dosa. Atau ketika orang percaya ketika tidak menolak dosa sedang hidup dalam perbudakan dosa. (Lihat: Yohanes 8:34). Berbeda dengan orang lain, orang yang memiliki Roh Tuhan, memiliki pilihan, apakah dia akan menerima atau menolak perbudakan dosa itu.
Dalam iman kepada Yesus, kita dibebaskan dari kutukan dosa yang membawa kita kepada kematian kekal. Kita juga dibebaskan dari kuasa yang menguasai pikiran, nafsu dan kemauan untuk berbuat dosa. Secara positif, dengan kemerdekaan itu, kita dimampukan untuk memiliki hidup yang kudus; memiliki kemauan dan kemampuan untuk melakukan apa yang benar dan baik dan berkenan kepada Dia; kemauan dan kemampuan melayani Dia.
Ketika orang merasa tidak berdaya terhadap dosa, pertanyaannya adalah apakah dia memiliki Roh yang memerdekakan itu? Jika belum, maka dia perlu mengundang Roh itu masuk dalam hidupnya. Dia akan mengalami kemerdekaan itu dan kuasa melawan dosa dan kedagingan yang selama ini memperbudak hidupnya.
Dengan kehadiran Roh itu orang percaya bisa berubah kalau mereka mau berubah. Dia tidak lagi hidup dalam perbudakan dosa dan Iblis, tapi memiliki kuasa untuk menolak kuasa-kuasa yang berusaha mengikat dirinya agar tidak berubah itu. Bagaimana dengan saudara dan saya? Apakah kita menyadari, di dalam Kristus, kita memiliki kuasa ilahi yang memampukan kita hidup merdeka dari kuasa dosa sehingga kita bisa berubah? Apakah kita sudah menggunakan kuasa itu, bukan kekuatan sendiri yang terbatas? Tuhan memberkati! BERSAMBUNG.