Financial Freedom

Kebebasan finansial sudah menjadi tujuan utama bagi banyak orang, termasuk orang Kristen. Setiap orang pasti ingin memiliki keuangan yang baik, aset yang cukup, bebas dari hutang, dsb. Bagaimana padangan Alkitab tentang gagasan kebebasan finansial ini.

Financial Independent dan Financial Freedom atau kemandirian finansial dan kebebasan finansial – memiliki arti yang lebih spesifik karena terkait dengan timbulnya Gerakan FIRE,

Financial Independent, Retire Early yang terinspirasi oleh buku ‘Your Money or Your Life’ (1992). FIRE adalah gerakan orang-orang yang mengabdikan diri pada program menabung dan investasi yang ekstrem yang bertujuan untuk memungkinkan mereka pensiun jauh lebih awal daripada yang diizinkan anggaran dan rencana pensiun tradisional.

Tentu ada kebaikan-2 dari status kebebasan finansial itu, yang sejalan dengan nilai-nilai Alkitab, misalnya: Dengan mengejar kebebasan finansial orang akan mempraktekkan penatalayanan sumber dana dan daya dengan hebat; menjadikan orang disiplin dalam perilaku keuangan; dan ketika mencapainya membuat orang fleksible untuk melakukan hal-hal yang penting; dan membuka kesempatan untuk memberi waktu dan tenaga secara gratis atau dengan biaya murah.

Namun ada bahaya-bahaya Gerakan ini, hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Alkitab, misalnya: mengejar kebebasan keuangan bisa menjadikan orang terobsesi dengan uang; membuat orang tidak memberi dengan murah hati; dan ketika mencapainya bisa menjadikan orang terpisah dari komunitas, yang tidak sehat untuk kerohaniannya; dan bisa menjadikan orang puas diri dan malas.

Kita perlu memiliki definisi kebebasan keuangan dari perspektif Alkitab dan meletakkan pada tempatnya, untuk menjadikan bagian penting dalam kehidupan rohani kita. Kita akan memeriksa beberapa bacaan Alkitab, khususnya Lukas 12:13-21 dan Amsal 22:7. Dari bacaan-bacaan itu, kita belajar Allah juga mau orang percaya mengalami kebebasan finansial tapi dalam arti yang berbeda, Dia mau kita bebas dari perbudakan oleh ketamakan akan uang; dan oleh hutang.

Setiap orang ingin kaya. Hidupnya terjamin. Tapi pilihannya kita mau kaya dengan ‘harta dunia’ atau ‘kaya di hadapan Allah’ (Lukas 12:21)? Apapun keinginan kita, kita harus bekerja keras mengejarnya. Apa kita tidak bisa melayani Allah dan pada waktu yang sama mencoba mendapatkan kekayaan? Yesus menegaskan: “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Lukas 16:13). Interupsi orang kaya dalam bacaan Lukas 12 itu mengilustrasikan hal itu. Tuhan Yesus baru berbicara tentang kekekalan yang sangat penting tapi orang ini berpikir tentang harta dan meminta Yesus menolong mendapatkan bagian warisannya. Selaannya itu masalah kecil dibandingkan dengan pengajaran yang Yesus sampaikan sikap itu tidak sopan dan mengganggu.

Isu orang itu bukan masalah jumlah warisan (sulung dapat 2 porsi, yang lain 1 porsi), tapi karena orang tua mereka meninggalkan warisan kepada dua putranya secara bersama. Orang ini tidak mau kepemilikan bersama tapi ingin bebas dari saudaranya. Cintanya kepada uang melebih cinta kepada saudaranya. Yesus yang melihat hati, melihat ketamakan dalam hati orang itu (12:15).

Yesus menolak melakukan itu dan Dia menegur orang kaya itu dan memberikan teguran yang keras terhadap ‘ketamakan’ (12:15), yaitu sikap menginginkan sesuatu sedemikian rupa sehingga kita kehilangan rasa cukup (puas) dalam Allah. Ketika kita kehilangan rasa cukup dalam Allah kita mulai mencari di tempat lain dalam harta, posisi, kekuasaan, seks, dsb.

Tamak adalah bahaya besar bagi orang kaya atau miskin. Tamak akan uang berasal dari cinta diri lebih dari Allah dan sesama dan berpikir dia bisa hidup nyaman dengan uang. Bukankan kita harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan keluarga kita. Namun berapa banyak cukup bagi kita? Memerlukan hikmat Tuhan dan pimpinan-Nya untuk menjawab ini agar kita tidak terjebak dalam ketamakan. Bacaan kita menawarkan pilihan ‘kaya harta’ atau ‘kaya di hadapan Allah.’

Perspektif dunia berbeda dengan Allah mengenai menginvestasikan hidup kita. Sikap orang kaya dengan perspektif dunia ini sama sekali melawan kekristenan. Dia tidak menyangkal diri tapi mengutamakan diri sendiri sendiri. Dia mencari kebahagiaan dari mengumpulkan harta untuk diri sendiri, tidak dengan memberi. Dan tujuan hidupnya menikmati hidup, tidak memuliakan dan menikmati Allah.

Bagaimana orang yang ‘kaya di hadapan Allah’? Tentu berbeda dan lawan dari orang kaya yang bodoh ini. Mereka adalah orang bersyukur kepada Allah untuk berkat-berkat yang mereka terima. Mereka menatalayan uang mereka dengan memberi kepada Allah dengan murah hati. Memberi dengan murah hati kepada sesama (10:27) bahkan kepada ‘musuh’ (6:27) yang Yesus perintahkan untuk mereka kasihi.

Mau kaya dalam Allah, miliki perspektif Allah. Mau sukses dengan investasi hidup Anda, tanamkan dalam Yesus dan Kerajaan-Nya (Matius 6:33). Untuk mengalami kebebasan finansial sesungguhnya kita harus kaya dalam Allah dengan menginvestasikan segala harta (dana, tenaga, talenta, waktu) kita di sorga – dengan kaya dalam pekerjaan-pekerjaan baik, dengan memberi dengan murah hati dengan harta kita kepada sesama.

Kedua, Allah ingin kita mengalami kebebasan finansial spiritual dengan bebas dengan ketamakan dan dari perbudakan hutang (Amsal 22:7). Hutang memperbudak kita pada pemilik uang (peminjam) dan menghalangi perkembangan karakter Kristen tertentu. Sebenarnya berhutang berjalan bersama dengan tamak sebab hutang (kredit) memuaskan ketamakan dan pemuasan diri dengan mendapatkan sesuatu sekarang daripada menunggu, atau bekerja lebih dahulu untuk mendapatkannya.

Hutang bersifat impulsif dan menghalangi pengembangan disiplin dan pengendalian diri. Berhutang membuat kita tidak berdoa dan beriman Tuhan akan menyediakan yang kita butuhkan. Berhutang menjadikan orang sombong bahwa ke depan bisa mendapatkan uang untuk membayar. Berhutang menyebabkan kita tidak bisa memberi dengan murah hati. Ketika gagal membayar hutang hidup kita tidak memuliakan Tuhan dan menjadi kesaksian yang buruk tentang iman kita (Mz 37:21).

Jawaban Alkitab untuk menangani hutang adalah pengendalian diri. Mengendalikan kebiasaan pengeluaran dan hidup dalam kemampuan keuangan kita. Jika sudah berhutang maka kita berdisiplin membelanjakan kurang dari yang kita dapatkan untuk membayar hutang kita.

Dari diskusi di atas, sebagai orang percaya kita tidak mengejar status kebebasan finansial, tapi hidup yang memuliakan dan menikmati kehadiran Allah, dengan mengejar panggilan-panggilannya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yang Tuhan siapkan bagi dia sepanjang kehidupannya di bumi (Efesus 2:10). Di dalamnya kita mengejar kebebasan finansial dalam hal ketamakan dan hutang terhadap hutang. Status bebas finansial adalah anugerah yang harus dipertanggung-jawabkan dalam penatalayanannya.

Sesungguhnya hidup yang hebat adalah hidup yang bergantung kepada Allah dan saling bergantung kepada orang lain, tidak kepada ‘harta.’ Tuhan Yesus memberkat!

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *