Sup — Tahun Baru, Indonesia Baru

APAKAH anda atau sanak saudara ada yang bernama "Selamat Tahun Baru"? Mengapa saya bertanya? Karena ketika Natal lalu, beredar di medsos KTP seorang yang bernama "Selamat Hari Natal". Saya bertanya-tanya bagAimana kisah nama itu. Maklum, di Indonesia banyak orangtua yang membuat nama anaknya berdasarkan peristiwa saat itu atau situasi keluarga. Menyimak ceritanya pasti menarik. Nah, siapa yang bernama "Selamat Tahun Baru", anda patut berbahagia karena nama anda selalu disebut dalam suasana ceria di berbagai belahan dunia. Bayangkan, nama mantan pejabat tinggi atau presiden sekalipun tak tentu diucapkan dalam suasana ceria, bahkan bisa jadi caci maki, apalagi yang korupsi dan suka iri. Jadi jika KTP anda bernama "Selamat Tahun Baru", apapun keyakinan agama anda, silahkan dishare di medsos, agar kita bisa menikmati keceriaan Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.

Nah, soal kata Tahun Baru pasti itu tidak baru karena diucapkan berulangkali dari tahun ke tahun. Jadi tahun mana yang berhak mengklaim diri sebagai Tahun Baru? Jika 2017 menyebut aku, maka 2018 akan menggugatnya, begitulah seterusnya. Jadi lebih baik sadar diri bahwa tahun tidak sendiri dan bumi bukan milik sendiri. Tapi untunglah Tahun tahu diri dan berlaku damai, rukun satu dengan yang lainnya. Sementara manusia yang selalu menyebut Tahun Baru tak pernah belajar dari Tahun. Selalu mau menggugat tapi lari dan berdalih ketika digugat. Tahun berganti Tahun saling mengisi. Sementara anak manusia suka saling menghabisi. Ah, manusia yang meneriakkan diri bergama ternyata tak mampu untuk hidup saling mengasihi. Tahun menceritakan manusia semakin buas pada sesamanya.

Sementara soal makna, Tahun punya sisi paradoks. Satu sisi Tahun Baru berarti bertambah usia, tapi disi lain berkurang jatah hidupnya. Tahun memang menuntut kita untuk bijaksana memahaminya. Tahun juga dua wajah, dalam bahasa Yunani disebut Kronos dan Kairos. Wajah pertama, Kronos yang dalam bahasa Indonesia menjadi Kronologis, waktu horizontal yang terus bergerak maju dan mencatat tiap peristiwa yang dilaluinya. Wajah lainnya yaitu Kairos, waktu vertikal di mana Tuhan berinteraksi dengan manusia yang dapat diukur dalam interaksi antar sesama manusia yang juga tampak dalam kualitas hidup benarnya sebagai pribadi. Jika Kronos bernilai kuantitatif, maka Kairos bernilai kualitatif. Bisa saja seseorang bertambah usia dalam waktu Kronos, tapi moralnya berkurang, merosot tajam dalam waktu Kairos. Dalam agama seseorang yang terus bertambah jam terbang aktivitas keagamaannya, doanya, ceramahnya, tapi saat bersamaan semakin terbukti kemunafiknannya, saat dia menyebut nama Tuhan namun cintanya pada materi dan kekuasaan yang meraja. Nah, Tahun selalu berhasil mencatat dan meninggalkan catatan sejarah yang tak bisa dibantah manusia. Sayangnya manusia tak belajar dari catatan yang ada bahkan terus menambah catatan buruknya. Tahun hanya bisa tertegun melihat perilaku manusia yang semakin jauh dari Khaliknya, sekalipun selalu menyebut Nya.

Selamat Tahun Baru, apa iya? Paling pas mungkin bukan sekedar ucapannya, tapi perenungannya. Bagaimana kita mengaudit perjalanan hidup sepanjang tahun yang ada. Secara personal perubahan nilai moral kita apakah membaik atau sebaliknya. Relasi suami dan istri. Hubungan orangtua dan anak. Tanggungjawab sosial apakah kita. Jika mengurus keluarga saja tak bisa, bagaimana mau mengurus bangsa dan agama? Belum lagi toleransi kita dalam menjalani perbedaan, tak mudah menjatuhkan vonis, usir mereka. Apalagi mendemonstrasikan kekerasan atas nama agama, sungguh tak layak. Yang pasti mengaudit seluruh sisi kehidupan, untuk menemukan format hidup kita yang sesungguhnya, sesuai atau tidak dengan Kebenaran Firman. Tapi jangan latah memakai ayat suci untuk menyucikan diri yang najis dan bersembunyi dibaliknya. Jangan juga latah berkata, tiap akhir tahun kami sekeluarga selalu berkumpul dan merenungkan kehidupan, padahal sedikitpun hal baik itu tak terlihat dalam keseharian kehidupan. Kan sedih sekali, 2017 belum memproklamirkan diri, kesalahan manusia semakin menjadi.

Harapan Tahun baru ini semoga kita terus baru sesuai semangat Reformasi yaitu; Ecclesia Reformata Semper Reformanda Secundum Verbum Dei (Gereja yang diperbaharui dan terus menerus diperbaharui sesuai Firman Tuhan). Perenungan adalah alat bantu untuk bercermin kepada Firman Tuhan. Dan sebagai anak bangsa, terus memberi kontribusi agar terwujud Indonesia Baru yaitu, Indonesia dengan falsafah Pancasilanya semain nyata, bukan menggerogoti dengan menabur kebencian disana sini. Mari berkompetisi mewujudkannya. Jika imanmu lebih benar, baik, damai, tunjukkanlah!

#SUP Tahun Baru, Indonesia Baru, untuk kita semua bukan hanya untuk kawan kita bapak Selamat Tahun Baru, yang jika ada, kita tunggu meluncurkan KTP nya di Sosmed.

Ayo demonstrasi membagi-bagikan SUP, mumpung masih panas, khasiatnya lebih terasa. Selamat Tahun Baru untuk semua yang suka #SUP nya.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *