Sup – Gugat, Menggugat

#SUP – Soal laporan PMKRI ke Bareskrim tentang dugaan penistaan agama oleh FPI sempat menjadi bahan diskusi pro dan kontra. Bagus laporan itu kata yang pro, tidak bijak kata yang kontra. Padahal dalam hidup bernegara ini adalah hal biasa. Apa yang dilakukan PMKRI sah dan dilindungi UU sepenuhnya, bahwa setiap orang berhak untuk melaporkan jika menurutnya ada pelanggaran hukum. Soal benar atau salah, maka itu menjadi urusan penegak hukum untuk meneliti dan memutuskan. Dari segi organisasi PMKRI sebagai perkumpulan mahasiswa yang kritis telah menjalankan perannya dengan elegan dan tertib, yaitu jalur hukum. Yang menjadi menarik adalah menunggu gerakan dari GMKI, dan perkumpulan mahasiswa lainnya yang loyalitas berbangsanya lintas suku, ras, dan agama. Ini harus murni menjadi soal penghormatan sebagai sesama anak bangsa dan penegakan hukum. Namun bukan ini yang jadi fokus perhatian, melainkan bagaimana seharusnya umat bersikap bijak.

Nikmati: #SUP – TAHUN BARU, INDONESIA BARU

Dalam umat Kristen, ayat suci; Janganlah menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi, sering kali dijadikan alasan oleh umat Kristen ketika membicarakan kesalahan orang lain, seakan itu tabu. Apalagi menggugat dan menghukumnya. Itu urusan Tuhan! Dengan nyaman banyak umat atau bahkan pemuka agama bersembunyi dibalik ayat ini. Ini membuat banyak orang hidup tak bertanggungjawab sebagai seorang yang benar, yang seharusnya mengatakan Ya untuk ya, Tidak untuk tidak, bukan berdalih. Dalam Matius 5:1-5, jelas sekali masalah menghakimi ini dilarang apabila selumbar di mata saudaramu kau hakimi, sementara balok di depan matamu tidak bisa kau lihat. Ini jelas tidak boleh karena tidak adil. Kesalahanmu yang lebih besar dan jelas, tapi menghakimi kesalahan saudaramu yang belum pasti. Dalam Yohanes 7:24, Yesus Kristus berkata dengan jelas; Jangan menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil. Jelas menghakimi boleh, jika adil. Dalam terminologi hukum, ada fakta, saksi, barang atau alat bukti, dan ahli. Dalam prosesnya ada Polisi yang memeriksa, Jaksa yang menetapkan kasusnya, dan Hakim yang memutuskan benar atau salah. Dalam pelaksanaannya hak orang yang dihakimi dilindungi sehingga dia berhak didampingi oleh Pembela. Jadi, yang salah harus dihakim dengan adil, bukan menyembunyikan diri seperti kebiasaan kebanyakan umat Kristen.

Contoh kasus yang menarik ada dalam Matius 18:15-20. Dikatakan jika ada orang yang berbuat salah, pertama harus ditegur empat mata. Jika dia tak mengakuinya dengan seribu satu dalih, maka harus dihadirkan dua atau tiga orang saksi. Dan, jika dia tetap mengingkarinya, maka kasusnya dibawa ke jemaat. Artinya terbuka sepenuhnya. Dan, jika jemaat berkata benar ada kesalahan, namun tertuduh tetap tak mengakui, maka yang bersangkutan dikucilkan dan ditandai sebagai orang berdosa. Ada tiga tahap yang diatur dalam Alkitab, yang dalam dunia hukum dikenal sebagai Pengadilan Negeri, terdakwa tidak terima bisa banding ke Pengadilan Tinggi, masih tidak terima bisa kasasi ke Mahkamah Agung. Banyak orang yang sudah jelas salahnya, bukan mengakui tapi ngeyel maju terus. Karena itu apabila terbukti salah di MA, maka putusan hukumnya sudah seharusnya ditambah karena sikap tidak mengakui. Jika ada bukti benar, ajukan bukti baru atau konstruksi kasus yang sesungguh-sungguhnya. Dalam Alkitab, bahwa jika kelak orang bersalah mengakui salahnya, maka harus diterima dengan tangan terbuka (dalam pemerintahan ada Grasi oleh Presiden). Itulah Kasih, yang didalamnya ada hak dan kewajiban, dikasihi dan mengasihi. Dalam kasih ada ketegasan, jadi jangan dipelintir sehingga Kasih jadi tempat persembunyian. Allah itu Maha kasih, jelas sekali. Tapi apakah karena Allah Maha Kasih lalu yang ada hanya surga saja? Ingat ada neraka untuk menghukum mereka yang tidak mau percaya dan tidak mentaati hukum Allah. Serius sekali bukan? Allah memang maha pemurah, tapi bukan murahan. Namun agama memang cenderung menghadirkan angin surga yang murah sehingga umat mudah untuk menyembunyikan dosanya dan hidup tak bertanggungjawab atas dalih kasih. Jika dalam dunia kejahatan ada money laundry, maka di gereja ada sin laundry. Ups, hati-hati, berhenti selagi ada waktu.

Nikmati: #SUP – NATAL DAMAI DIBUMI

Dalam konteks hidup bernegara, rasul Paulus dalam Roma 13 dengan jelas mengatakan keberadaan pemerintah adalah ketetapan Allah. Artinya pemerintah yang benar tidak akan bertentangan dengan ajaran kebenaran. Rakyat tak perlu takut jika dia benar, namun jika berbuat salah dia pantas takut kepada pemerintah. Hidup bernegara bukan selera seseorang baik pejabat maupun rakyat, melainkan setiap pribadi tunduk bersama kepada ketetapan UUD 1945, UU, dan turunannya yang berlaku sah.

Nabi Yeremia berkata; Usahakan kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu (Yer 29:7). Sebagai orang buangan, diperbudak, umat diminta untuk mensejahterakan dan mendoakan kota, apalagi kita dinegeri sendiri, tumpah darah Indonesia. Berdoalah, laksanakan semua kewajiban hukum kita, menerima digugat dan berani menggugat untuk tegaknya hukum demi wibawa negara, bukan selera personal. Menjadi warga yang mengapresiasi dan mentaati hukum dengan menjadikannya panglima, karena dimana hukum ditegakkan kesitu kesejahteraan akan datang.

Selamat jadi warga negara yang benar dan baik dengan taat hukum. Semoga #SUP ini mengispirasi ketika dinikmati. Ayo jadi orang baik, bagi-bagi SUP nya supaya semakin banyak yang terbuka. Bigman Sirait

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *