Oleh: Harry Puspito
Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.
(1 Timotius 4:8)
Sebagai orang percaya kita mengikuti ibadah dari minggu ke minggu; bahkan ada yang juga mengikuti ibadah pada hari-hari lain, di gereja, di kantor atau tempat lain. Kegiatan ibadah mungkin sudah sedemikian menjadi rutin sehingga kita tidak banyak memikirkannya lagi – mengapa kita beribadah, apa yang saya lakukan dan alami dalam ibadah, apakah ibadah saya berkenan kepada Allah, apakah saya mengalami berkat ibadah, dsb. Ibadah bisa menjadi kesempatan bertemu dengan teman-teman, menikmati lagu-lagu rohani, mendengarkan kotbah yang menarik, dsb. Tanpa tujuan yang jelas dan benar, tidak heran banyak setelah ibadah orang yang merasa tidak puas dengan ibadah yang seseorang ikuti – kotbahnya membosankan, lagu-lagunya tidak menarik, musiknya kurang seruh, dsb.
Sebenarnya kita perlu mengingat kembali alasan-alasan kita beribadah dan apa sebenarnya yang terjadi dalam ibadah. Untuk itu kita perlu kembali ingat tujuan Allah menciptakan manusia yaitu untuk memuliakan nama-Nya atau menyenangkan hati-Nya (Wahyu 4:11). Untuk menyenangkan hati Allah kita terpanggil untuk beribadah. Dan Tuhan berkenan dengan orang-orang yang takut akan Dia, yang beribadah kepada diri-Nya, yang berharap dari Dia (Mazmur 147:11). Oleh karena itu seharusnya ibadah sejati itu berpusat kepada Allah, bukan kepada manusia. Dan karena ibadah yang kita jalani harus memenuhi persyaratan-persyaratan-Nya, bukan keinginan-keinginan manusiawi kita. Persyaratan dasar Allah agar ibadah kita berkenan adalah dilakukan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:23). Artinya kita menjalani ibadah dengan sepenuh hati kita, yang juga berarti sepenuh jiwa, akal budi, dan tenaga (Lukas 10:27). Dan ibadah kita harus berpusat kepada Firman Allah, yang adalah representasi dari Allah sendiri.
Dalam ibadah kita memuji dan menyembah Allah; kita berdoa bersama; kita bersekutu; dan, kita mendengar Firman Allah diberitakan. Melalui ibadah kita disadarkan akan kebesaran Allah. Kita disadarkan akan keberdosaan kita dan kebutuhan kita akan pengampunan, pemeliharaan, pengajaran, didikan dan pimpinan-Nya. Kita melihat perlunya kita berubah menjadi seperti rupa Yesus Kristus, Anak tunggal Allah, sesuai dengan rencana-Nya bagi kita (Roma 8:29).
Ibadah membuat kita berorientasi kepada Allah. Dalam ibadah kita berdoa ‘datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga’ (Matius 6:10). Dalam ibadah Roh Kudus akan mengerjakan hati kita sehingga memampukan kita mendegar suara-Nya, mengetahui kehendak Allah dan taat kepada perintah-perintah-Nya (KPR 1:8).
Kotbah mengisi pikiran kita dengan Firman-Nya yang membersihkan pikiran dan hati kita, menjadikan pikiran dan sikap kita menyerupai standar-standar Allah. Persekutuan dengan sesama menjadikan kita kuat dan saling menajamkan (Amsal 27:17). Sehingga kita mewujudkan kasih kepada Allah dan kepada sesama.
Dalam ibadah sejati, kita mengalami perubahan yang dikerjakan oleh Allah. Berbeda dengan usaha manusia, Allah mengubah kita dimulai dari dalam, dari kemauan (Fil 2:13). Roh Kudus memampulan kita ‘mengerjakan’ keselamatan yang telah Dia anugerahkan kepada kita. Ini bukan berarti kita bekerja untuk mendapatkan keselamatan, karena keselamatan adalah anugerah (Efesus 2:8, 9) tapi kita menjadikan keselamatan itu lengkap, utuh sesuai dengan rencana Allah yang bermaksud bukan saja menyelamatkan kita tapi juga menjadikan kita menjadi serupa dengan Anak-Nya itu. Bagi orang percaya ini bukan perubahan dengan coba-coba, tapi adalah ‘latihan’ rohani hingga tingkat maksimal. Pelatihan memerlukan disiplin – disiplin dalam ibadah, dalam belajar Firman dan taat melakukannya, dalam persekutuan, dalam doa, dalam melayani, dalam memberi, dsb.
Apakah sekarang ini Anda dan saya merasa kelesuhan rohani? Jelas kita perlu melakukan perubahan dalam kita menjalani kehidupan ini, dimulai dari kehidupan ibadah kita kalau kita menginginkan pertumbuhan rohani dan sukacita dalam pertumbuhan itu. Kita perlu bermitra dengan Allah yang mengerjakan perubahan itu dari dalam diri kita, dan kita mengerjakan bagian kita melalui ketaatan dan disiplin.
Kita perlu mengubah segala tindakan kita menjadi ibadah – tinggal di dalam Dia – dari waktu ke waktu. Kita perlu membangun gaya hidup ibadah, menjadikan setiap apa yang kita lakukan adalah ibadah, yaitu menjadikan setiap kegiatan kita itu menyenangkan hati Allah. Maka kita akan mengalami pertumbuhan dalam Dia (Yoh 15:5). Tuhan memberkati!