Oleh: Harry Puspito
Siapa yang hidupnya bebas penderitaan? Bisa dipastikan tidak ada seorang pun yang bebas penderitaan. Selama di dunia semua orang akan mengalaminya. Banyak hal yang menyebabkan kita mengalami penderitaan – sakit, diejek, konflik dengan keluarga, dengan rekan kerja, dengan tetangga, kecelakaan, pencurian, perampokan, dsb, dsb. Alkitab sudah menyatakan sejak kejatuhan dalam dosa, maka kehidupan manusia tidak seperti sebelumnya lagi yang bebas penderitaan tapi manusia akan mengalami berbagai kesengsaraan dan penderitaan manusia akan berpuncak kepada kematian. Alkitab mengatakan memang upah dosa adalah maut (Roma 3:23), keterpisahan dengan Allah sumber berkat dengan segala akibatnya.
Kita bisa mengalami penderitaan sebagai akibat dari perbuatan bodoh kita sendiri (Gal 6:8). Mahasiswa yang menyontek bisa ketahuan dan dihukum. Pejabat yang korupsi bisa tertangkap polisi atau KPK dan mengalami penderitaan cercahan masyarakat, tekanan penyidik, hukuman denda dan penjara. Dengan bertambahnya usia kita mengalami penderitaan karena penuaan fisik dan emosi. Bahkan walau mungkin kita telah berperilaku baik dan takut Tuhan, bisa saja seperti Ayub, Tuhan ijinkan kita mengalami penderitaan tanpa kita bisa memahami maksud Allah di balik penderitaan itu.
Satu hal yang bisa kita yakini bahwa penderitaan yang bermula sebagai hukuman atas dosa manusia, Tuhan menjadikan itu untuk kebaikan manusia, khususnya orang percaya (Roma 8:28 – 29). Dengan menggunakan segala hal Allah membentuk kita menjadi serupa dengan model sempurna kita, Yesus Kristus. Allah menggunakan berbagai cobaan dan penderitaan untuk pertumbuhan kita (Yak 1:2 – 4). Bapa mendisiplinkan kita untuk kebaikan kita dan menjadikan kita dewasa (Ibrani 12:5 – 13). Bisa kita bayangkan jika manusia selalu enak hidupnya, jauh dari penderitaan, dalam dunia yang dikepung dosa ini, maka orang percaya akan mudah jauh dari Allah, tidak bergantung kepada Dia dan bahkan meninggalkan-Nya.
Pada akhirnya Allah bermaksud menjadikan kita kudus, sehingga pada waktunya, kita hadir di hadapan-NyaNya ‘cemerlang tanpa cacat atau kerut…kudus tidak bercela’ (Ef 5:26 – 27). Kita akan menjadi pengantin wanita bagi Kristus, Sang Pengantin Pria, Sang Kepala Gereja, Raja di atas Segala raja, dengan sikap kasih dan ketundukan. Melalui proses penderitaan, seperti sang pemazmur, kita berbalik kepada Dia, percaya dan dan menghormati, tunduk kepada Dia (Mazmur 119:67).
Kedewasaan orang percaya, seperti dicontohkan Yesus, ditandai antara lain, dengan kerendahan hati (Lihat Filipi 2). Manusia dengan tangkat kerohanian seperti apa pun, tanpa penderitaan, potensi menjadi tinggi hati, sikap yang sangat dibenci Allah. Tidak heran seseorang yang begitu hebat pelayanannya seperti Rasul Paulus, Tuhan ijinkan mengalami penderitaan yang begitu hebat dalam kehidupannya; sampai-sampai kepadanya ‘diberikan duri di dalam dangingnya’ – suatu penderitaan yang begitu berat, sehingga Paulus berdoa sampai tiga kali agar Tuhan angkat, tapi Tuhan tidak lepaskan, agar Paulus tidak menjadi tinggi hati karena dia telah menerima penyataan-penyataan Allah yang begitu luar biasa (2 Kor 12:7 – 8). Jika sebagai anak Tuhan atau pelayan Tuhan, kita mengalami penderitaan tertentu, seperti sakit berat, diremehkan pasangan, sering kekurangan, dsb yang bukan karena kebodohan sendiri, mengucap syukurlah, karena Tuhan sebenarnya sedang menjaga kita agar kita tidak menjadi tinggi hati. Dia ingin kita bergantung kepada Dia (1 Petrus 5:7) – dalam segala hal, bahkan dalam hal-hal yang kita ‘merasa bisa.’ Sesungguhnya tanpa Dia, kita tidak bisa berbuat apa-apa (Yoh 15:5).
Kesulitan-kesulitan yang kita hadapi sering membingungkan kita. Kita bertanya-tanya, mengapa hal ini terjadi pada saya, sementara saya mencari dan melakukan kehendak-Nya. Dalam situasi demikian seyogyanya kita terus percaya tapi juga terus bergumul hikmat Tuhan (Yak 1:5), sehingga kita belajar sesuatu dari pengalaman-pengalaman hidup yang berharga itu. Tidak bisa dipungkiri, dengan mengalami penderitaan, menolong kita untuk mampu menjadi penghiburan bagi orang lain ketika mengalami penderitaan, apalagi penderitaan yang sama (2 Kor 1:4).
Kalau penderitaan menolong kita untuk bertumbuh, karena itu kita patut bersyukur ketika Tuhan ijinkan kita mengalami penderitaan (1 Tes 5:18). Ketika kita tahu penderitaan menolong kita maka kita bersukacita di dalamnya (Roma 5:3 – 4). Para rasul bahkan menganggap adalah kehormatan bagi mereka ketika mereka boleh menderita untuk nama Yesus Kristus (KPR 5:41).
Apakah Anda sedang mengalami suatu penderitaan? Mari kita jalani bersama Tuhan, menjadikan sebagai bagian dari proses pelatihan kita, dan bersama Dia kita boleh terus mengalami pertumbuhan rohani kita. Tuhan memberkati!