Menjawab Zakir Naik (Seri Khusus)

SERI khusus, karena isu yang dibahas bukan soal ke Tuhanan Yesus Kristus, yang akan dibahas kembali dibagian berikut. Isu ini soal kepemimpinan non Muslim. Zakir Naik dengan tegas menyebut bahwa seorang muslim tidak boleh memilih pemimpin non Muslim. Hal ini berkaitan dengan Pilkada Jakarta. Ketika penanya menyebut Basuki sebagai gubernur adalah seorang pekerja keras dan membangun mesjid untuk umat muslim berdoa. Zakir menjawab, tidak boleh memilih pemimpin non muslim sekalipun dia pekerja keras. Soal membangun mesjid Basuki disebut hipokrit (munafik), karena membangun mesjid untuk umat muslim berdoa, tapi dia sendiri tidak ikut berdoa. Zakir menyebut syarat seorang pemimpin itu harus beriman. Dan Basuki tidak beriman karena tidak percaya kepada Allah dan Alquran. Ketika disanggah, bahwa Basuki orang beragama, Zakir menjawab yang disebut iman adalah percaya kepada Allah dan Alquran. Definisi Zakir berbeda dengan kamus Besar Bahasa Indonesia tentang arti iman yang tidak menunjuk hanya satu agama. Dan juga berbeda dengan pandangan para tokoh besar NU dan Muhammadiyah dan tokoh Islam Indonesia lainnya. Jika para tokoh besar Islam Indonesia menabur kesejukan diantara umat beragama, maka ceramah Zakir terasa berbeda. Ah, jadi rindu dengan Gus Dur. Ayo tingkatkan kebersamaan dalam perbedaan.

Nikmati Menu Lainnya: #SUP – MENJAWAB ZAKIR NAIK (SERI.1)

Di sisi lain harus diakui, sedikit atau banyak, ceramah Zakir menguatkan semangat memilih berdasarkan isu SARA. Lihat saja bagaimana media lokal mengutip berita media asing seperti CNN,  New York Times, USA Today, BBC, Al Jazera, menyebutkan kekalahan BaDja karena efektifnya isu SARA. Dimulai dari tuduhan penistaan agama, demo besar penjarakan Basuki yang berkesinambungan. Dan isu ini juga dimanfaatkan oleh berbagai kelompok politik, bisnis, dengan mendistribusikan logistik, karena memiliki kepentingan masing-masing.  Apakah ini berarti isu keagamaan khususnya oleh gerakan radikal akan menguat di Jakarta? Sangat tergantung pada kepemimpin yang baru, Anis dan Sandi. Perlu waktu untuk menunggu, dan polarisasi warga jangan berlarut. Gejala SARA memang mengkuatirkan banyak orang, tapi hasil Pilkada sudah selesai, dan sah sepenuhnya, dan harus dijaga bersama. Sebagai warga mari cermati jalannya pemerintahan, tak boleh masa bodoh.

Nikmati Menu Lainnya: #SUP – MENJAWAB ZAKIR NAIK (SERI.2)

Sementara soal Basuki jelas dia seorang beragama, yang memiliki iman kepada Allah dan Alkitabnya. Secara Alkitab dia beriman dan menjalankan ajaran untuk mengasihi sesamanya manusia seperti dirimu sendiri yang berarti lintas suku, ras, dan agama (Matius 22:39). Namun Zakir menjebutnya sebagai hiprokit. Saya tidak bisa membayangkan jika orang yang sepemikiran dengan Zakir menjadi pemimpin warga, maka dia tidak akan mengijinkan, apalagi membangun rumah ibadah yang beda agama dengannya, supaya tidak disebut hipokrit. Sementara hal itu diatur dan dilindungi UUD. Entah bagaimana tata kelola kehidupan bersama, yang dijamin UUD, Pancasila, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Kembali ke Basuki, secara UU dia tertib, bersih, sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Secara semangat kerja dan kepedulian pada warga, dengan kasat mata kita bisa melihatnya. Soal cara bicara, bersikap, masing-masing orang punya selera yang tak bisa diseragamkan. Yang pasti Basuki meninggalkan rekam jejak yang luar biasa dan menarik mata dunia melihat Jakarta. Dan dia menerima kekalahan dalam Pilkada dengan legawa dan simpatik. Tentu saja kita berharap bahwa penggantinya Gubernur Jakarta dan wakilnya tidak sejalan dengan pemikiran Zakir. Ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama warga Jakarta. Jangan ada yang bersembunyi untuk Jakarta yang damai.

Nikmati Menu Lainnya: #SUP – MENJAWAB ZAKIR NAIK (SERI.3)

Sementara soal kehendak Tuhan, dikalangan umat Kristen banyak pendapat. Mulai dari usaha menerima apa yang terjadi, atau sebaliknya karena merasa tidak perlu terlibat. Bukankah Allah Maha Kuasa? Disini umat bisa terjebak bersikap fatalistik. Allah berkuasa, itu sudah pasti! Apa yang menjadi kehendak Nya, juga jelas, yaitu; Supaya kita menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti perintah Nya. Sementara soal banjir atau tidak, kerja atau tidak, kalah atau menang seperti Pilkada, adalah tanggungjawab kita dalam menjalankan kehendak Nya. Jika anda mengganggur karena malas lalu apakah menganggur jadi kehendak Allah? Sementara Alkitab berkata hai pemalas belajarlah kepada semut. Jika engkau menderita karena dosa, apakah itu pujian? Hanya pujian jika menderita dalam kebenaran (1Petrus 2:19-20). Disini kita sudah menjadi batu sandungan, bukan terang dunia seperti kehendak Nya. Sementara soal Pilkada, apakah kita sudah maksimal mendukung orang yang kita calonkan, semaksimal yang kita bisa? Bahwa jika memang sudah, bahkan luar biasa, tapi masih juga kalah, itulah kehendak Tuhan. Tapi jika tidak sungguh-sungguh berusaha, disana ada tanggung jawab kita. Tuhan bisa mengijinkan atau membiarkan itu terjadi, namun semua ada dalam kendali Nya. Tiap peristiwa bisa dipakai oleh Tuhan untuk menghukum atau menolong umat Nya. Babel yang tidak mengenal Allah jadi alat penghukuman bagi Yehuda, sebaliknya Koresy dari Persia yang juga tidak mengenal Allah menjadi alat penyelamat bagi Yehuda. Kasus Ayub juga jelas, Tuhan memberi dia rejeki, tapi setan mau mencobai, dan Tuhan mengijinkan sebagai bagian dari proses keimanan Ayub (Ayub 42:1-6). Ingat, Tuhan mengijinkan karena setan tak bisa bertindak semaunya pada orang beriman (Ayub 2). Jangan lupa Allah maha dalam segalanya, kita tak bisa mengurung rencana Allah dalam paham kita. Itu sebab perlunya percaya dengan berserah kepada Dia, sekalipun mungkin kita “tidak suka”.  Saya hanya kuatir dalam usaha memahami kehendak Tuhan kita justru menetapkan kehendak kita atas nama Tuhan. Atau malah hanya jadi justifikasi pada sebuah kesalahan. Semoga tidak!    

Nikmati Menu Lainnya: #SUP – MENJAWAB ZAKIR NAIK (SERI.4) 

Akhirnya, apapun hasilnya semua pasti ada dalam kekuasaan Tuhan. Buat kita sederhana saja, apakah anda sudah bekerja keras sebagaimana mestinya. Jika sudah, lanjutkanlah tanpa harus kecewa. Jika ternyata anda tidak ikut ambil bagian, maka anda tak berhak untuk kecewa, karena memang tak ikut berusaha. Ingat kehendak Tuhan; Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kalian dibuang (Yer 29:7). Jadi kehendak Tuhan itu jelas untuk mengusahakan kesejahteraan kota, tapi apa yang ditetapkan terjadi yaitu menjadi orang buangan itu kedaulatan Nya. Bagi kita tak masalah membawa kesehjahteraan, tapi dibuang? Tidak mudah kan memahami dan menerimanya. Mari bersama kita belajar sebagai warga negara yang baik, dan berkarya nyata, khususnya sebagai warga jakarta. Jangan terjebak debat tak bertepi tapi miskin berbuat. Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri, harus tetap jadi semangat kita ditengah isu polarisasi. Jadilah Kristen yang membawa kesehjahteraan bagi kota dalam kasih yang sejati.  

Nikmati Menu Lainnya: #SUP – PILKADA DAN ISU SARA

Nikmati SUP nya, bagi-bagikan kepada rekan-rekan kita. Semoga SUP ini menguatkan kita semua untuk menatap kedepan, dan berkarya nyata sebagai warga Jakarta.

I love you full Jakarta, he,he,he. Jakarta rumah kita bersama.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *