Kembali Ke Sion, Kembali Shalom

Berkunjung sekitar 10 kali ke Israel membuat saya selalu ingin kembali. Sebagai seorang pembelajar banyak hal yang bisa dipelajari disana. Historis, geografis, sosial, politik, hingga perkembangan kekinian Israel dan Palestina. Belum lagi isu utama yaitu berita Alkitab, yang terasa lebih dekat ketika jadi pokok bahasan di lokasi yang sama, yang ada di wilayah Israel dan Palestina. Israel memang istimewa, terlebih Jerusalem Timur, Old City, di sana menjadi kota suci 3 agama samawi; Agama Yahudi yang sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi; Kristen yang lahir abad pertama setelah masehi, dan Islam yang lahir abad ketujuh setelah masehi. Dari urutan kelahirannya kita akan mudah memahami persamaan dan perbedaan ketiga agama sekaligus. Kecuali kita malas belajar, atau hanya mendengar tanpa menelusuri sejarahnya. Apalagi menjadi fanatik dan membabi-buta. Yang terakhir biasanya jumlahnya lebih banyak, dan ini memicu perbedaan yang dibuat menjadi permusuhan. Padahal perbedaan agama seharusnya menjadi kompetisi dalam melakukan kebenaran, hidup benar, bukan konfrontasi yang melahirkan kekacauan.

SUP-YERUSALEM, ANTARA ISU ROHANI DAN POLITIK (6)

Gerakan cinta, kembali ke Sion, yang didirikan Theodore Herzl di Basel tahun 1879 terus berjalan. Sion, nama lain Israel yang menunjuk bukit Sion, lokasi Bait Allah dan Kerajaan Daud. Dalam isu politik, Israel disebut Zionis oleh lawannya. Ke Sion, ada yang kembali dari perantauan di negeri orang, ada juga yang tidak kembali, namun mensupport sepenuhnya gerakan kembali ke Sion. Namun gerakan kembali ke Sion yang bersifat individu atau kelompok kecil, kemudian menjadi gerakan besar yang diwujudkan dalam pembangunan pemukiman Yahudi secara masal, khususnya daerah Jerusalem Timur dan selalu jadi pro kontra yang tajam.

BACA JUGA: MEMAHAMI PERIODE JAMAN AKHIR

Tahun 2010; Pemerintah Israel mencanangkan pembangunan 238 rumah baru di Jerusalem Timur. Daerah yang selama ini jadi titik panas.

Tahun 2012; Pemerintah Israel menetapkan pembangunan 1500 unit rumah/apartemen di Ramat Shlomo, Jerusalem Timur. Dan tahun yang sama 4500 rumah/apartemen di Givat Hamatos, dan di Gilo, Jerusalem Timur.

Tahun 2016, Pemerintah Israel kembali mencanangkan pembangunan 560 rumah/apartemen di Tepi Barat, daerah Jalur Gaza juga di Jerusalem Timur.

Tahun 2017; Melalui sidang Parlemen, menyetujui pembangunan 4000 rumah di Tepi Barat, baik milik pribadi atau membeli dari warga Palestina. Juga ijin membangun 31 unit rumah di Hebron tempat kubur Abraham, Ishak, Yakub, nenek moyang Israel. Hebron adalah daerah Palestina yang seringkali konflik dengan tentara Israel.

BACA JUGA: PEMBANGUNAN BAIT ALLAH KETIGA

Pembangunan pemukiman bagi warga Israel yang berdekatan atau di daerah Palestina yang tanahnya dibeli, sejatinya sudah berlangsung sejak 20 tahun silam, jadi bukan baru seperti yang berseliweran di Whatsapp. Dan terus membesar seturut dengan perkembangan kekuatan Israel, baik dalam perspektif sosial, politik, dan ekonomi. Bahkan didaerah Old City ada warga Palestina yang menjual rumah mereka kepada warga Israel, sekalipun berisiko tinggi karena dimusuhi saudara sebangsa. Namun tak serta merta jumlah pembangunan rumah berjalan segera. Satu pihak ini menjadi kecaman banyak negara, namun di sisi lain ada transaksi ekonomi yang natural di sana. Mengamati dari jauh, namun tak pernah hadir memang berbeda. Warga biasa Palestina banyak yang terjepit, dan harus berjuang mati-matian untuk memelihara kehidupan. Banyak daerah Palestina, seperti Old City, Betlehem, Yerikho, dan beberapa lainnya, adalah daerah padat turis, yang sekaligus menjadi kekuatan perputaran ekonomi. Jika militer Israel menutup arus turis, maka dapat dipastikan akan menjadi penderitaan ekonomi yang berat bagi warga Palestina kebanyakan. Situasi Israel, Palestina memang kusut. Isu Jerusalem sebagai ibukota hanya bagian kecil dari masalah yang besar. Perlu sikap bijak dalam mengurainya untuk menuju damai yang sejati.  Tidak hanya saling klaim antar politisinya, tapi abai realita kehidupan rakyatnya. Bagi warga Israel bom bunuh diri yang dikenal sebagai gerakan Intifadhah juga menjadi ancaman tersendiri yang bisa datang tak terduga. Tak hanya gerakan di Palestina, Hizbullah di Libanon juga bisa jadi masalah. Semuanya, baik warga Israel dan Palestina sama tak tenangnya. Andaikan para politisi kedua negara, tak hanya berpikir menang-menangan, pasti warga kedua negara dapat hidup tenang.

BACA JUGA: KIAMAT SEMAKIN DEKAT

Tiap ke sana saya terenyuh karena menyadari realita yang ada. Karena itu dengan alasan kemanusiaan, jika membeli souvenir tertentu saya pilih membeli di daerah Palestina dari warga yang berebut menawarkan dagangannya. Dan saya membeli satu jenis dari satu pedagang agar terbagi rata. Harga di daerah Palestina sangat murah, sehingga tak tega untuk menawarnya. Bahkan adalah mulia memberi mereka lebih. Walaupun saya seorang pendeta, dan memimpin rombongan peziarah, saya senang bisa membantu pedagang menawarkan dagangannya. Di sisi lain tidak sedikit warga Palestina yang bekerja di Israel. Rakyat Palestina sangat susah, mereka bukan politisi. Jumlah penduduk Palestina terus bertambah, banyak yang mensyukurinya. Tapi banyak yang lupa dengan situasi ekonomi yang sulit di mana anak-anak akan jauh dari pendidikan tinggi, dan terancam menjadi bagian dari kekerasan. Siapa yang akan menolong masa depan anak-anak Palestina? Kebanyakan orang hanya mampu bicara.

BACA JUGA: #YERUSALEM ANTARA ISU ROHANI DAN POLITIK (5)

Warga Palestina tak beragama satu, di sana ada Islam, juga Kristen, baik Katolik, Protestan, Anglikan, Ortodoks. Sementara di Israel, tak melulu Yahudi, ada Arab warga negara Israel, dan selain agama Judais ada agama Islam yang jumlah banyak, juga Kristen. Israel memberi kebebasan warganya dalam beragama. Keributan antara Israel dan Palestina jelas bukan isu agama, seperti banyak dipelintir orang. Ini murni isu politik yang dimotori para politisi, baik di dalam maupun luar negeri, dengan berbagai kepentingan yang tersembunyi.

Gerakan kembali ke Sion bagi Israel Diaspora, adalah kerinduan yang berhasil ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Sekalipun mereka ada dan bertumbuh di negeri orang, namun kebangsaan dan keagamaan mereka tetap terjaga. Ada banyak sinagoge di Eropa dan Amerika, bahkan negara lainnya. Mereka tak segan memakai pakaian tradisionalnya sekalipun ada di negara maju. Dan, mereka juga bukan orang susah, banyak diantaranya orang sukses yang hidup senang, namun tetap kental ke Yahudiannya. Diantara mereka banyak yang kembali ke Sion.

BACA JUGA: #YERUSALEM ANTARA ISU ROHANI DAN POLITIK (4)

Orang Palestina diaspora juga tak sedikit, mereka tak hanya tinggal di negara Arab lainnya, juga di Eropa dan Amerika. Banyak diantara mereka memilih tidak kembali ke Palestina karena situasi sulit yang ada, dan juga pertambahan penduduk Palestina yang terbilang cepat, namun tidak diikuti pertumbuhan ekonomi yang terbilang lambat.

Ngobrol-ngobrol dengan rekan Palestina di Jerikho, Old City, atau Betlehem, menolong saya lebih dekat merasakan kesulitan mereka, juga kerinduan akan kedamaian. Begitu juga dengan rekan-rekan Israel yang Arab. Terasa agak lucu juga, membayangkan kami ngobrol dan ngopi bersama, dengan rekan Palestina, rekan Israel, namun di luar sana ada banyak keributan. Ya, kerukunan tampaknya hanya bisa diwujudkan di bawah, sementara yang di atas, lagi-lagi politisi. Juga mereka-mereka yang atas nama sentimen agama menambah panas situasi yang sudah panas. Memang sulit menjadi pemimpin bijaksana agar bisa memahami rakyat sepenuhnya. Jerusalem seharusnya ibu kota damai, bukan ibu kota keributan.

BACA JUGA: #YERUSALEM ANTARA ISU ROHANI DAN POLITIK (3)

#SUP ini panas, tapi meneduhkan panasnya situasi politik. Semua orang berhak merdeka, dan mencintai bangsa dan negaranya. Tapi memang selalu ada yang menangguk di air keruh. Doa ku kiranya damai ada di Jerusalem, bagi Israel dan Palestina.

Selamat menikmati dan membagikan #SUP nya. Tujuh (7) mangkok cukup ya. Dan jika ada rejeki dan waktu, prioritaskan berkunjung ke Israel dan Palestina. Kita belanja souvenir di Betlehem. Lamb chop di Jerikho enak loh, harus dicoba. Oh iya, sambil minum teh yang ada daun mintnya. Ke Jerusalem aku akan kembali. Damailah!   

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *