
Pdt. Bigman Sirait
Bapak Pendeta, saya jadi geli jika mendengar atau membaca tentang pemuka agama tertentu yang tiba-tiba menyatakan haram atas sesuatu produk atau aktivitas. Beberapa waktu lalu misalnya, ramai diperdebatkan kalau yoga itu haram. Dan ini memicu sikap pro dan kontra. Kemudian baru-baru ini ada pemuka agama yang tiba-tiba mengumumkan kalau facebook itu juga haram. Dan ini juga jadi perdebatan seru di antara mereka. Saya makin bingung ketika minggu lalu pun saya membaca di koran bahwa ada pemuka agama yang menuding haram sebuah acara sulap di televisi, dengan alasan aksi itu dibantu setan. Berbeda dengan ajaran Kristen yang tidak pernah menyebut-nyebut istilah haram. Pertanyaan saya, apakah memang agama Kristen tidak mengenal istilah haram? Atau dengan kata lain, tidak adakah yang haram menurut kekristenan? Kenapa babi tidak haram, padahal bagi orang Yahudi babi itu haram? Terimakasih Pak Pendeta atas jawabannya. God bless us. Thanks. Markus Suryono Balekambang, Jakarta
Nah, saudaraku Markus yang dikasihi Tuhan, dalam Kristen juga ada kan, sekalipun gemanya tidak sebesar agama lainnya. Di Israel bahkan ada pengamat dan sekali-gus pengawas barang haram atau tidak, sehingga ada yang boleh dibawa masuk ke dalam ruangan dan ada yang tidak boleh karena dinilai haram. Ini memang melahir-kan berbagai kebingungan khusus-nya bagi mereka yang berkunjung ke tempat tersebut.
Sekarang mari kita lihat apa kata Alkitab. Dalam Perjanjian Lama (PL) ada banyak makanan yang diha-ramkan. Untuk itu diatur sede-mikian rupa dalam kitab Imamat, mana yang boleh dimakan dan mana yang haram. Namun secara umum dapat dilihat, apa pun yang diharamkan dalam PL sebagai simbol kenajisan. Ini bisa karena dianggap jorok, tidak sehat, tidak memenuhi syarat dan lain seba-gainya. Sehingga sesuatu yang diharamkan itu adalah ekspresi dosa (najis=haram). Simbol-simbol itu muncul dalam PL sebagai kon-sekuensi hidup beragama, yaitu Taurat. Mereka harus memenuhi tiap tuntutan yang ada, dan aturan aturan dengan ketat. Dan hal-hal yang diharamkan adalah sebagai wujud kutuk akibat dosa.
Dalam kitab Roma dengan jelas kita lihat bahwa pada akhirnya tidak ada yang mampu memenuhi hu-kum Taurat, sehingga tidak ada yang layak selamat. Keselamatan dalam PL pun pada akhirnya hanya-lah karena kasih karunia Allah. Dalam Perjanjian Baeu (PB), Yesus Kristus Tuhan telah menebus kita dengan menanggung segala konsekuensi dosa-dosa kita. Pene-busan ini telah memerdekakan orang percaya dari kutuk-kutuk akibat dosa, itu sebab dalam PB tidak lagi ada yang diharamkan. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Bukan apa yang masuk ke dalam mulut (yang dima-kan) yang menajiskan orang, melainkan apa yang keluar dari mulut (sumpah serapah, keboho-ngan) yang menajiskan orang” (Matius 15:11).
Lalu, Rasul Paulus sebagai hamba Yesus, yang juga Yahudi sejati, orang Farisi, ahli Taurat, yang sangat mengerti soal halal dan haram mengatakan: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagi-ku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun” (1 Korintus 6:12-13). Dia juga mengatakan: “Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah (halal atau haram). Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan, dan kita tidak untung apa-apa kalau kita makan” (1 Korintus 8: 8).
Dan masih banyak bagian lain dari Alkitab yang membicarakan soal makan dan minum itu halal, dan bahwa ada penggenapan PL di sana setelah kematian Yesus Kristus di salib. Simbol najis telah digenapi dalam penebusan yang dilakukan Tuhan Yesus, tidak lagi ada kutuk. Di sini termasuk babi yang diharamkan dalam PL, dan makanan lainnya.
Sementara soal facebook, sulap, dan lain lain, kita merdeka terhadap semuanya, tetapi jangan menya-lahgunakan kebebasan yang ada sehingga kita justru memperhamba diri kepada semua itu. Kita harus memakai apa pun, mengerjakan apa pun, hanyalah untuk memulia-kan Tuhan. Jika hal itu kita sukai, kita kuasai, namun tidak bisa me-muliakan Tuhan lewat hal itu, ya jangan dilakukan. Sebaliknya, kita baru tahu hal itu, dan tidak menguasai, tetapi jika itu dapat memuliakan Tuhan, kita harus belajar untuk melakukannya. Jadi, bukan soal haram atau tidak, melainkan memuliakan Tuhan atau tidak.
Baiklah Markus yang dikasihi Tuhan, demikian jawaban dari saya kiranya boleh menjadi berkat dan pencerahan bagi semua kita. Tuhan memberkati dan terus setia bersama REFORMATA. v