Pada tanggal 11 April 2019, MRI (Marketing Research Indonesia), tempat penulis bekerja sebagai peneliti pasar dan sosial, bekerja sama dengan Infobank, memberikan penghargaan 'Better Brand' kepada merek-merek yang dipandang oleh konsumen, melalui suatu survei, membaik dibandingkan dengan sebelumnya. Survei, event dan publikasinya bermaksud mendorong kepada pemiliki merek dalam sejumlah kategori bisnis yang luas – produk konsumen, layanan finansial dan layanan lain, hingga layanan publik – untuk terus menerus melakukan perbaikan pada produk dan layanan merek yang mereka kelolah.
Sejarah telah membuktikan, ketika perusahaan puas diri dengan prestasi mereka atau lengah – sebut saja seperti merek-merek seperti Kodak, Nokia, Blackberry, dsb – pada satu waktu adalah merek-merek besar dan bahkan sang pemimpin pasar tapi sekarang kebesaran mereka tinggal kenangan dan bahan kajian mengenai alasan kejatuhan merek yang pernah begitu sukses. Dalam seminar yang mendahului, penulis menyampaikan pentingnya pemilik merek memahami konsumen mereka dan dari waktu ke waktu memperbaiki merek mereka dalam area-area yang penting bagi pelanggan mereka terus menerus. Sedikit banyak ini bisa mengilustrasikan kehidupan orang percaya yang juga dalam perjuangan untuk terus memperbaiki dirinya.
Sebagai orang percaya yang menjadi eksis karena anugerah Tuhan, ternyata Alkitab menyatakan pertobatan baru awal dari perjalanan kita sebagai warga Kerajaan Allah di bumi ini (Efesus 2:8-10). Selanjutnya Dia terus membentuk kita menjadi serupa dengan Kristus (Roma 8:29). Dan Dia merencanakan pekerjaan-pekerjaan untuk setiap kita secara khusus yang perlu kita tuntaskan (Efesus 2:10). Target Allah bagi setiap anak-anak-Nya yang sejati adalah 'sempurna' dengan model Allah yang sempurna (Matius 5:48). Jelas selama di dunia manusia tidak pernah akan menjadi sempurna, seperti Alkitab sendiri nyatakan (1 Yoh 1:8). Dengan target akhir sempurna, Alkitab lebih banyak berbicara tentang berubah, bertumbuh, menjadi lebih baik, dsb. Sebagai manusia yang terbatas, bahkan rasul yang 'hebat' seperti Paulus sendiri, menyatakan dirinya jauh dari sempurna, tapi dia terus melupakan apa yang di belakang – agar tidak menghambat – tapi terus mengarahkan matanya ke depan, kepada panggilan sorgawinya (Filipi 3:12-14). Dengan kata lain, Tuhan menghendaki kita dari waktu ke waktu berubah dan menjadi lebih baik. Dia mau saya dan Anda terus menerus menjadi 'Better Me,' saya yang terus menjadi lebih baik dari saya sebelumnya, selama hidup kita.
Menjadi baik seperti apa dan dalam hal apa? Oleh karena Allah sedang membentuk kita menjadi seperti Anak-Nya, Yesus Kristus, Tuhan yang rela menjadi manusia untuk menjadi model kita, maka jelas kita sedang dibentuk dalam segalan kemanusiaan kita untuk menjadi seperti Kristus. Dari hukum utama kita bisa menyimpulkan kita dituntut menjadi baik dari dalam (hati, jiwa dan akal budi) hingga keluar (kekuatan) (Lihat Markus 12:30). Dia mau kita membaik dalam karakter batin kita, yang secara khusus dikerjakan oleh Roh Kudus, menghasilkan buah Roh – kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Galatia 5:22-23). Namun prinsip Alkitab lain juga menekankan perilaku eksternal dan perbuatan baik sebagai ekspresi iman seseorang (Yak 2:17). Lebih spesifik Paulus menyatakan kita harus terus menjadi lebih baik ('excel') dalam segala sesuatu, dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dalam kasih terhadap sesama, dan dalam pelayanan kasih atau memberi (2 Kor 8:7). Pada titik ini kita perlu merefleksikan hidup kita, dalam hal apa Allah menunjukkan kehendak-Nya agar kita mau menjadi lebih baik? Dalam hal lagi?
Satu hal yang penting disadari adalah motivasi kita dalam semangat menjadi lebih baik ini, yang sering melenceng seperti orang-orang Farisi sejaman Yesus, yang mau tampil baik tapi di luar saja. Yesus mengutuknya sebagai munafik (Lukas 11:37-54). Banyak yang tergoda untuk mendapatkan pujian manusia, seperti orang-orang Farisi itu. Ada yang membangun karakter baik karena pendidikan orang tua, sekolah atau budaya. Mungkin di antara kita ada yang menjalani prinsip-prinsip Alkitab agar hidupnya sukses. Karena alasan apa pun bagi orang percaya alasan akhirnya tidak bisa tidak adalah untuk kemuliaan Allah kita (1 Kor 10:31). Oleh karena itu ketika kita terpancing oleh alasan-alasan lain itu, maka kita harus bertobat, dan kembali, dengan kerendahan hati, memuliakan Dia melalui apa yang kita katakan dan perbuat. Karena itu kita juga tidak sedang membandingkan diri kita dengan orang lain. Allahlah yang menilai apakah kita telah taat dan menjadi 'Better Me.' Amin!