Dalam dua seri tulisan terdahulu kita membahas tentang karakter intelektual (intellectual character), tentang apa dan bagaimana berkembang dalam hal penting ini. Pada kesempatan ini kita akan membahas salah satu pilar dari karakter intelektual, kuriositas, pilar yang dipandang paling mendasar, tapi relatif mudah dikembangkan. Apa itu kuriositas (Bahasa Inggris: curiosity). Kuriositas bisa didefinisikan sebagai ‘keinginan yang bersemangat untuk mengetahui’. Dia bertanya ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ dan mengejar jawaban-jawaban.
Kuriositas atau rasa ingin tahu adalah karakter yang dimiliki manusia yang sehat. Dunia diciptakan oleh Allah yang Maha Besar dengan hasil yang luar biasa. Dua hal ini menjadikan kuriositas manusia adalah suatu kewajaran. Bahkan Allah menganugerahkan kuriositas itu kepada manusia sehingga membedakannya dengan mahluk lain. Dengan kuriositas orang ingin mengetahui dirinya dan dunia di luar dirinya. Ia terus ingin mengetahui dan bertanya. Pikiran yang ingin tahu ini potensi menghasilkan penemuan-penemuan, pikiran yang ingin tahu terbuka untuk ciptaan dan karya Allah di dunia ini.
Anak-anak menampakkan sifat keingin-tahuan mereka secara menonjol. Mereka ingin tahu segala sesuatu di lingkungan mereka sehingga sering membuat orang tua sering jengkel dan kewalahan. Namun kuriositas diperlukan untuk mendorong pertumbuhan manusia, agar dia bertumbuh secara utuh – mental, spiritual dan fisik. Sementara, orang dewasa sering menahan pertanyaan mereka karena beragam alasan – tidak terbentuk rasa ingin tahu itu karena terus ditekan, perasaan malas, malu diketahui tidak tahu, sombong tidak ingin direndahkan, dsb, dsb. Ketika orang berhenti bertanya maka dia berhenti belajar dan bertumbuh. Tuhan Yesus menyukai anak-anak yang banyak bertanya. Sebaliknya Dia membenci orang Farisi dan ahli Taurat pada jaman-Nya yang ‘banyak tahu’ itu. Dia sabar untuk menjawab rasa ingin tahu tulus anak-anak-Nya.
Memang kuriositas tidak selalu baik. Orang bisa menghabiskan waktu untuk hal-hal yang sepele. Bahkan Iblis telah menggunakan kuriositas manusia untuk menjatuhkan mereka dalam perbuatan dosa dimulai dari manusia pertama Adam dan Hawa hingga seluruh keturunannya. Hawa terbujuk oleh Iblis memakan buah terlarang karena keinginan-tahunya ‘tentang yang baik dan yang jahat’ (Kejadian 3:5). Demikian juga Adam suaminya (3:6).
Ada ungkapan ‘kuriositas membunuh kucing.’ Rasa ingin tahu mamnusia bisa membawa kepada kehidupan yang gelap. Kuriositas manusia membawa mereka kepada gossip, pornografi, penggunaan narkoba, seks bebas, ‘kehilangan iman,’dsb.
Karena itu Allah telah memperingatkan ‘Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini’ (Ulangan 29:29). Alkitab, misalnya, memperingatkan kita tidak perlu mencari tahu kapan persisnya Yesus akan datang kedua kalinya (KPR 1:7). Ini adalah rahasia ilahi. Kita perlu memahami batas-batas yang Tuhan letakkan dan mempercayai Dia punya maksud baik di balik pembatasan-pembatasan itu.
Namun Alkitab juga banyak berbicara pentingnya memelihara kurioritas kita untuk menghasilkan hikmat kehidupan dan berbuah pada kehidupan yang ‘berkelimpahan’. Amsal 25:2, misalnya, mengatakan: ‘tetapi kemuliaan raja-raja ialah menyelidiki sesuatu.’ Oleh karena itu kita harus memelihara kuriositas kita tapi dengan arah yang benar dan dengan cara yang benar, sehingga menghasilkan hikmat, yang membuat hidup kita ‘diberkati.’
Alkitab sangat mendorong kita untuk berpikir, memuaskan keinginan-tahu kita, tapi untuk ‘semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji’ (Filipi 4:8). Kuriositas ini diperlukan manusia untuk ‘menaklukkan bumi’ (Kejadian 1:28). Orang percaya ditantang untuk mengeksplor alam dan melakukan pekerjaan-pekerjaannya dengan ‘excellent.’ Tanpa kuriositas manusia tidak akan bisa mengerjakan mandate budaya ilahi ini.
Pikiran yang kurious membuatnya aktif dan rajin, tidak pasif dan malas; membuatnya terbuka untuk hal-hal baru; dan membuka hal-hal baru. Pikiran yang kurious membawa gairah ke dalam kehidupan kita. Pikiran yang demikian mendorong orang untuk terus berkarya, mengerjakan talentanya.
Bagaimana dengan Anda dan saya? Apakah kita memelihara kuriositas kita? Apakah kita mengembangkannya dalam bidang-bidang kehidupan dimana kita terlibat di dalamnya – dalam kehidupan dan pelayanan rohani, dalam peranan kita di dunia, dalam pengembangan pengetahuan dan dalam pembangunan masyarakat? Apa usaha kita untuk itu? Apakah kita menjadi ‘long life learner’ demi kemuliaan-Nya? [BERSAMBUNG]
Tuhan memberkati!