Pdt. Bigman Sirait
SEBUAH pertanyaan menarik yang seringkali menjadi perdebatan tentang kema-hakuasaan Tuhan, dalam kehidu-pan manusia. Kolek yang dikasihi Tuhan, mari kita telusuri apa kata Alkitab tentang hidup. Jelas Tuhan adalah pencipta yang menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada (Kejadian 1: 26). Tuhan adalah pe-milik dan penguasa hidup setiap manusia. Lalu apa itu kematian? Perlu dimengerti bahwa pada waktu manusia diciptakan, dia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Artinya manusia di-ciptakan dalam potensi kekekalan. Manusia tidak akan mati jasmani dan rohani jika tetap hidup sesuai perintah Allah. Namun, saat yang bersamaan manusia juga bisa mati jasmani dan rohani apabila melang-gar perintah Allah, yaitu larangan memakan buah yang ada dite-ngah taman (Kejadian 2:16-17). Ternyata manusia tidak taat, me-lainkan melanggar perintah Allah sehingga dihukum Allah. Hukuman-nya adalah kematian. Kematian yang langsung adalah terpisah dari Allah, atau apa yang biasa kita sebut mati rohani. Namun manusia juga mengalami kematian jasmani akibat dosa, tapi berproses dalam bilangan waktu. Jadi kematian ada-lah konsekuensi kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Nah, sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa daya hidup manusia te-rus menurun, dari seribuan tahun hingga hanya sekitar 70 tahun (Mazmur 90:10). Kematian biologis ini kita mengerti sebagai perjalanan waktu, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, tua dan kemudian me-ninggal dunia. Sekali lagi perlu diingat kematian yang kita pahami saat ini adalah akibat dosa. Ini adalah fakta Alkitab. Dalam keber-dosaan, cara mati manusia ber-aneka ragam: ada yang mati ka-rena sakit, kecelakaan, atau karena faktor usia. Tapi sekali lagi, itu hanya soal cara. Sementara bunuh diri, seperti Yudas, bukanlah cara mati yang diperkenan oleh Tuhan. Tuhan pemilik hidup, manusia tak boleh mengambil hidup orang lain, atau menghabisi hidupnya sendiri (bunuh diri). Dalam sepuluh hukum Tuhan jelas dikatakan: jangan membunuh! (Keluaran 20:13).
Nah, dengan perintah ini jelas tidak boleh membunuh orang atau membunuh diri sendiri. Bahwa kematian tidak akan terjadi jika Tuhan tidak menghendaki, itu be-tul. Karena memang Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat penuh atas kehidupan semua manusia. Namun jika seseorang bunuh diri, padahal dia sudah tahu bahwa itu tidak boleh, dilarang oleh Tuhan, maka dia harus bertanggung jawab atas tindakannya. Sementara Tuhan bukan tidak bisa mencegah, tetapi lebih kepada membiarkan orang itu dengan pilihannya, dan dia akan diperhadapkan dengan pengadilan Allah. Cobalah pikirkan, apakah Tuhan setuju pencurian, penipuan, penganiayaan, dan dosa-dosa lainnya? Jelas tidak! Tapi apakah hal itu terjadi dalam kehidupan ini? Jelas ada! Apakah karena Tuhan tidak bisa mencegah? Jelas tidak, melainkan membiarkan itu terjadi dalam hidup keberdosaan. Kejaha-tan adalah konsekuensi dosa, dan Tuhan akan membawa semuanya kepengadilan-Nya kelak.
Jadi, ini bukan soal bisa atau tidak bisa mencegah. Tapi ini soal per-aturan yang sudah Allah tetapkan, lengkap dengan konsekuensi hu-kum apabila melanggarnya. Sese-orang bisa bunuh diri, jika Tuhan mau, Tuhan bisa mencegahnya, tetapi Tuhan juga bisa membiar-kannya, ini adalah kedaulatan Tuhan. Jika Tuhan tidak mence-gahnya, itu bukan karena Dia tidak bisa, tapi karena membiarkannya dan akan mengadili orang yang bunuh diri itu di kekekalan.
Karena itu jangan pernah men-cobai Tuhan, dan jangan coba untuk bunuh diri, karena konse-kuensinya di pengadilan Allah, amat sangat berat. Mungkin kita akan bertanya, bagaimana dengan orang benar yang dibunuh oleh orang yang tidak benar? Jawabnya sederhana saja, lihatlah kasus Habel yang dibunuh oleh kakaknya Kain. Habel, orang yang benar itu mati, tapi bukan karena Tuhan tidak bisa mencegahnya, karena faktanya Tuhan membelanya dan menghu-kum Kain. Habel ada di surga, dan kematiannya bukanlah malapetaka, itu hanya cara. Yang pasti dia ada di dalam pangkuan Bapa. Tuhan selalu menginginkan manusia un-tuk menaati perintah-perintah-Nya, bahkan menuntutnya dengan te-gas, lengkap dengan akibat apabila melanggarnya. Jadi, bukan Tuhan yang tidak mau atau tidak bisa menjaga hidup manusia agar tidak bunuh diri, melainkan manusia mencobai Tuhan, dan Tuhan mem-biarkannya. Manusia sudah tahu akan akibatnya, akan berhadapan dengan Dia. Tuhan akan menun-tut pertanggungjawaban atas hidup yang diberikan-Nya kepada manusia. Apa yang kita bicarakan ini tentu dalam konteks sebagai umat kristiani. Bagaimana dengan agama lain? Alkitab dengan jelas memberikan indikasi, tiap orang akan diukur menurut ukuran yang mereka pakai, dan Tuhan punya keputusan-Nya yang menjadi kedaulatan-Nya sendiri.
Soal ibu memberikan organ tubuhnya, yaitu ginjalnya untuk anaknya agar bisa hidup, dan dia memilih mati demi anaknya, me-nurut saya agak berlebihan. Per-tama, sulit membayangkan bahwa seseorang bisa hidup dengan kematian kita. Pilihan seperti ini biasanya terjadi pada ibu yang melahirkan, yang diperhadapkan pada pilihan pahit kematian antara dirinya dan bayinya. Untuk itu berlaku pertimbangan medis yang dibuat oleh dokter, kemungkinan peluang kehidupan yang terbaik. Jadi di sini bukan pilihan pasien, melainkan keputusan dokter berdasarkan pengetahuan dan keahliannya sebagai ahli medis.
Nah, kembali ke soal memberi ginjal, ini sangat lumrah. Tiap orang punya dua ginjal dan bisa mem-berikan salah satunya, dan bisa hidup dengan satu ginjal saja. Ha-nya saja dia harus mengatur cara hidupnya dengan sebaik-baiknya, mengingat dia hidup hanya dengan satu ginjal saja. Transplantasi ginjal saat ini sudah umum, bahkan ba-nyak tersedia donor ginjal di negara tertentu. Tetapi yang pasti, tidak ada orang bunuh diri dibenarkan dengan atau oleh alasan apa pun, itu prinsipnya. Soal hidup atau mati bukan sekadar soal produktivitas, karena di balik setiap realita hidup ada misteri rencana Allah di sana. Sebuah misteri yang tidak mudah kita pahami, bahkan hingga ke-matian kita, dan baru bisa dipahami justru oleh generasi berikutnya.
Karena itu, sekali lagi, tidak ada alasan untuk lari dari kenyataan hidup. Bahwa seorang ibu akan berjuang mati-matian untuk kehi-dupan anaknya itu adalah kasih sayang ibu, tapi bukan bunuh diri demi anaknya. Dan, jika seorang ibu bunuh diri demi anaknya, itu bukan pertolongan bagi si anak, bahkan sebaliknya bisa jadi rasa bersalah yang berkepanjangan bagi si anak. Segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan ini harus bisa kita pahami sepenuhnya, yaitu ada yang bisa kita selesaikan dengan pilihan kita, namun ada hal yang di luar kemampuan kita, tetapi semuanya ada dalam kendali Tuhan kita. Dengan memahami hal ini se-utuhnya, maka bunuh diri bukanlah ide yang baik, bahkan sebaliknya, ide yang sangat bertentangan dengan ketetapan Allah. Realita hidup bukanlah alasan untuk mela-wan ketetapan Tuhan. Ada bagian yang memang dibukakan bagi kita, namun ada yang tertutup yang menjadi misteri Allah, itu adalah kebenaran yang dikatakan Alkitab (Ulangan 28: 28).
Baiklah Kolek yang dikasihi Tuhan, kiranya ini boleh jadi perenungan kita dalam memaknai akan kehidupan ini. Tuhan memberkati.
Jumlah Pengunjung: 1