Ekspresi Orang Yang Bergairah Dengan Kebenaran

Follow  @bigmansirait

Apa itu baik, kebaikan dan seperti apa orang layak disebut baik, itu amat sangat debatable. Bahkan sebagian orang juga menyebutnya sangatlah relatif.  Karena itu membincangkan soal kebaikan seyogyanya merujuk pada sumber moralitas dan keimanan yang jelas, yakni Alkitab.  

Dalam Alkitab, khususnya perjanjian baru, menunjuk kebaikan digunakan istilah agatosune, merupakan kata dalam bahasa Yunani, yang berarti bergairah akan kebenaran dan keadilan. Pengertian “baik” dalam agatosune di sini lebih dari sekadar makna kebaikan “tradisional”, seperti memberikan sesuatu kepada orang lain.   Dalam Agatosune , kebaikan yang dimaksud lebih mengarah pada adanya semangat yang sangat mencintai kebenaran. Semangat semacam inilah yang memunculkan integritas.

Orang yang sejatinya baik adalah orang yang agatosunenya terekspresi keluar melalui perilaku.  Bukan sekadar obral materi dan royal kepada orang.  Agatosune dalam diri seseorang dapat dilihat dalam beberapa hal berikut:

1. Berhati-hati dalam bertindak.
Kehati-hatian di sini bukan supaya dirinya aman atau agar tidak menyinggung orang.  Tapi kehati-hatian untuk setiap waktu memeriksa segala sesuatu: benar ataukah tidak laku dan perbuatannya. Orang seperti ini memiliki umumnya memiliki sifat selektifitas yang tinggi.  Bukan lantaran pilih-pilih mana yang disuka.  Tapi lebih karena tidak mudah untuk meng-“IYA” -kan sesuatu, tetapi juga tidak mudah untuk menolak.  Orang semacam ini terlebih dahulu memeriksa segala sesuatu dengan akurat., sebelum mengambil tindakan.  Mempertimbangkan dengan utuh, dan serius, sehingga tidak mudah terjebak menjadi alat pembuat dosa.  Karena ketelitian, kehati-hatian dan keakuratannya, maka dia tidak akan bisa diperalat untuk hal yang tidak benar. Sebaliknya dia tidak akan pernah gagal untuk menjadi alat kebaikan, dan tidak pernah menunda dirinya untuk menjadi alat kebenaran.

2. Membenci Ketidakadilan

Orang yang agatosune, yang bergairah akan kebenaran dan keadilan, otomatis akan membenci kebalikan dari natur khasnya, yaitu ketidakadilan.  Orang seperti ini tidak akan bisa tenang kalau melihat ketidakadilan.  Jika melihat ketidakadilan, maka ototmatis dia akan segera bersuara dan bertindak.  Jika dia berhadapan dengan ketidakadilan, maka akan segera menceburkan diri, mengambil bagian dalam situasi tersebut, tetapi bukan dalam rangka menambah keruwetan atau keributan, namun untuk menegakkan keadilan, itu. Tapi menegakkan keadilan pun orang seperti ini akan berhati-hati.  Tidak terjebak memihak, padahal yang dibela mengalami ketidakadilan karena kesalahan sendiri, misalnya telah melanggar hukum. Tindakan membela orang yang telah melanggar hukum jelas salah, alias tidak bisa dibenarkan. Orang yang bersalah, adil bila harus dihukum. Salah satu bentuk menjunjung keadilan adalah dengan menghukum orang yang sepantasnya dihukum. Tapi menjadi berbeda jika  orang yang bersalah tadi minta pengampunan. Kalau dia sudah minta ampun, kita harus berusaha memberikan pengampunan.

Dalam konteks seperti ini, orang yang cinta keadilan dan kebenaran akan menegakkan keadilan dengan cara  menolong menunjukkan di mana kesalahannya, bukan dengan meniadakan kesalahannya.  Jadi, jika berhadapan dengan situasi semacam ini, jangan salah kaprah. Sebab jika sampai salah kaprah, ketidakadilan justru dimunculkan dalam rangka keinginan menegakkan apa yang disebutnya dengan “kasih”. Jika ini yang terjadi kondisinya jadi bolak-balik tak karuan.

3. Membenci Ketidakjujuran [KKN/ Korupsi, Kolusi, Nepotisme]

Orang yang bergairah dengan kebenaran juga dapat dipastikan akan membenci ketidakbenaran atau ketidakjujuran.  Dia membenci budaya yang telah mentradisi seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sebab orang yang bergairah dengan kebenaran akan puas atas haknya, sehingga tidak perlu mengambil sesuatu yang bukan haknya, sekalipun itu suatu keuntungan bagi dirinya. Meski tahu KKN memberi nilai tambah baginya, orang yang bergairah dengan kebenaran tidak perduli, karena dia sudah puas dengan apa yang menjadi haknya. Kenapa? Karena di dalam dirinya tersimpan nilai yang kuat yang mewujud dalam tindakan aktual dalam hidupannya. Orang semacam ini jalannya lurus, bahkan senantiasa berusaha meluruskan yang bengkok. Dia membenarkan yang salah, dalam arti membuat yang salah menjadi benar. Dia tidak membela yang salah, tapi justru meluruskan yang salah itu.    

Orang yang bergairah dengan kebenaran, jika merasa melakukan kesalahan, dia akan mengakui secara fair kalau dirinya salah, bukan membenar-benarkan diri. Sebaliknya, dia membenci orang yang membenar-benarkan dirinya padahal salah. Orang yang memiliki integritas tidak akan pernah membela orang yang salah untuk kemudian dibenarkan, tetapi membela orang salah dengan cara menunjukkan atau memberitahu kesalahannya. Jika ada orang benar yang dizalimi, orang yang memiliki seperti ini akan mengambil peran-serta,  melibatkan diri. Dia bukan mengamankan diri atau pura-pura tidak tahu, lalu melarikan diri.

Pertanyaan selanjutnya adalah, dari mana orang bisa memiliki agatosune, kebaikan sejati dalam dirinya? Apa yang membuat seseorang bisa merasakan serta memiliki kebaikan di dalam hidupnya?  Jawabnya: hanya oleh kemurahan Allah. Karena kasih Allah-lah orang mampu berbuat kebaikan.

Dia bisa berbuat baik karena sudah merasakan apa yang Tuhan telah kerjakan dalam hidupnya. Ini merupakan suatu proses sebab-akibat yang tidak pernah berhenti. Orang seperti ini selalu berupaya agar hidupnya mengarah hanya pada satu jalan saja, yaitu menuju Kristus. Dia sangat menyukai kebenaran, membenci kejahatan.

   ?disarikan oleh Slawi

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *