Bersama: Pdt. Bigman Sirait
HIDUP yang dikaruniakan Allah itu hanya bernilai dan bisa dinikmati kalau kita melakukan jerih payah, bekerja dan berkeringat. Karena memang Alkitab sudah memberikan rumusan yang begitu konkrit di dalam Kejadian 2: 15, Manusia itu dibawa ke Taman Eden dan Tuhan berkata “Usahakanlah taman ini, kelolalah”.
Dengan demikian dinamika dan kehebatan manusia sebagai pengelola alam semesta, sungguh luar biasa. Dan kepuasan hidup adalah kalau kita bisa menge-lolanya, dan menemukan kenik-matan di sana. Kebahagiaan atau kepuasan itu bukan terletak pada apa yang kita punya, tetapi bagaimana kita memakainya. Bukan apa yang kita kumpulkan tetapi bagaimana menggunakan-nya. Sementara obsesi kita adalah bagaimana kita mengumpulkan segala apa yang kita butuhkan. Dalam Pengkhotbah 5: 17-19 dikatakan bahwa kebahagiaan atau kepuasan adalah kalau kita menikmati kesenangan-kese-nangan yang bernilai, kalau kita bekerja di bawah matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah.
Allah sudah memberikan karunia, di mana kita punya bagian-bagian dalam hidup kita. Dalam menggarap bagian-bagian hidup kita harus ingat bahwa umur kita pendek. Jangan bekerja ulur-ulur waktu, buang-buang waktu. Bekerja harus berpacu dengan waktu, karena waktu itu pendek. Orang yang tidak mau menyia-nyiakan waktu, selalu berpikiran: mungkin besok sudah tidak sempat. Maka dalam hidup ia meninggalkan bekas-bekas yang hebat, karya-karya luar biasa. Tapi orang yang selalu merasa umurnya masih panjang, bekerja santai tidak karuan. Output dari hidupnya tidak bernilai, tidak pernah meninggalkan karya yang selesai.
Kesenangan bukan apa yang bisa kita kumpulkan tetapi apa yang bisa kita bagikan. Kesenangan bukan tentang berapa banyak yang kita miliki tetapi bagaimana memakainya dalam hidup. Kesenangan yang sia-sia adalah ketika kita menumpuk untuk diri, bukan untuk membagi dengan orang sekitar. Maka, tidak begitu penting seberapa kaya kita, tetapi berapa kaya membagi diri. Makin banyak yang kita punya makin banyak yang kita bagi, makin bahagia kita. Secara deposit mungkin angka yang kita punya tidak seberapa, tetapi kebahagiaan luar biasa.
Kita harus berkutat dengan pergumulan seperti itu, berjalan di tengah kehidupan sehingga percaturan yang kita hadapi itu menyenangkan. Kita menggapai kesenangan yang bernilai, bukan kesenangan yang sia-sia. Kesenangan sia-sia, yang berorientasi kepada diri, yang menumpuk untuk diri. Tetapi kesenangan yang bernilai adalah kesenangan berprestasi yang membagi untuk sekitar. Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi berkat bagi orang lain, bukan melulu mengumpulkan berkat.
Gereja sekarang pun menurut saya sudah salah kaprah. Gereja sekarang ada yang berorientasi bagaimana menumpuk berkat Tuhan, membangun sebuah kebangunan untuk dirinya, bukan bagaimana hidup berbagi. Kalaupun dia berbagi, kalau dihitung paling 5-10 persen, yang dia telan 90 persen. Kenapa tidak berani berbagi lebih banyak lagi? Karena semakin banyak yang kita bagi justru kita menemukan kesenangan sejati. Tetapi kesenangan sia-sia adalah menumpuk apa yang sifatnya pleasure: punya rumah, kolam renang. Itu bagus, kalau kau bisa menikmatinya. Karena ayat 18 bilang: “Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersuka cita dalam jerih payah itu juga karunia Allah”.
Beda Bagian
Bahagian orang yang Tuhan sediakan berbeda-beda, maka nikmati bagianmu, jangan inginkan bagian orang lain. Apakah sebagai pengusaha, pendidik, atau apa pun yang ada pada kita, harus bisa kita nikmati. Adalah kebodohan bekerja sekadar beban. Tidak ada angka yang cukup membereskan beban, berapa pun penghasilanmu. Mau menginap di hotel bintang 5, fasilitas bintang 5, makan bintang 5, semua serba wah, tetap saja beban itu tidak bisa disingkirkan. Kemerdekaan, kenikmatan, kese-nangan yang sejati bukan ada pada apa yang bisa kita kumpulkan, tetapi apa yang bisa kita bagi.
Pengkhotbah 3 mengatakan: “Manusia makan minum, apa pun yang mereka makan minum, datangnya dari Tuhan juga”. Tetapi mereka tidak tahu juga karena mereka sombong dan besar kepala. Mereka bersenang-se-nang, tetapi kesenangan mereka hanya sia-sia, karena toh sekalipun dia bersenang-senang, dia tidak bisa menambah umurnya. Dia tidak bisa mengurangi perjalanan waktu, dan dia tidak bisa menolak kematian.
Jadi hidup itu adalah kesukaci-taan yang mesti kita gapai, maka-nya energik. Apalagi kalian yang muda-muda. Oleh karena itu seluruh wawasan konsep kita ini mesti kita bongkar habis. Restrukturisasi. Jujur saja, semua kita punya cita-cita mengumpulkan apa yang kita butuhkan. Rumah mobil, maunya lebih dari satu. Itulah kita. Tetapi keberanian menginjak rem terhadap sebuah kebutuhan dan menginjak gas pada sebuah pengabdian, itu kata kunci Tuhan. Tetapi sayang, banyak manusia justru mengerem pengabdian, menggas kebutuhan. Maka dia dilindas tumpukan-tumpukan keinginannya yang terlalu banyak itu.
Karena itu berkaryalah, berprestasilah. Gapai nilai itu, jadilah pemenang, jangan pecundang. Kesenangan sangat bernilai ketika kita bisa membagi kepada orang banyak. Kepuasan hidup ketika kita bisa berbagi. Tetapi hidup untuk diri sendiri itulah kesenangan yang tidak bernilai. Kau punya segalanya, tetapi bukan siapa-siapa.v
(Diringkas dari kaset khotbah oleh Hans P.Tan)