
Banyak kisah dan ilustrasi yang digunakan untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan sikap dan bagaimana dampaknya terhadap perilaku orang, pada akhirnya sukses dan gagalnya hidup orang tersebut. Salah satu kisah Alkitab terkenal yang bisa menggambarkan pentingnya memiliki sikap yang benar adalah peristiwa Daud melawan Goliat. Orang-orang Israel melihat Goliat begitu besar, sehingga mereka berpikir tidak mungkin mereka mengalahkan dia, apa lagi satu lawan satu. Namun Daud melihat dengan cara yang lain. Goliat begitu besar badannya, sehingga kalau dia menarik ketepelnya, tidak mungkin tidak kena. Dan di balik pikiran mereka, ada dasar yang membedakan keduanya, orang Israel tidak melihat dan mengandalkan Allah mereka, sementara Daud beriman kepada Allahnya yang besar. Perbedaan sikaplah yang menyebabkan orang-orang berkata-kata dan berperilaku berbeda. Sikap mereka menentukan tindakan mereka, dan akhirnya sukses atau kegagalan hidup mereka. Apa itu sikap yang ternyata demikian menentukan masa depan orang itu?
Secara sederhana sikap dapat dikatakan sebagai kecenderungan orang berpikir dan berperasaan sehubungan dengan sesuatu yang dihadapinya. Sikap adalah keadaan pikiran seseorang relatif terhadap yang apa dipercaya dan mempengaruhi seluruh hidup orang itu. Sikap terjadi terhadap berbagai ‘obyek’ dari sikap seperti orang, tempat, tugas, kejadian, ketrampilan dan sebagainya dan sifat sikap umumnya berkisar antara positif, netral hingga negatif. Kecenderungan yang terjadi pada sikap orang adalah bersifat optimis (positif) atau negatif (pesimis). Dan sikap itu diekspresikan dalam perkataan dan tindakan mereka. Dengan kesadaran, seseorang bisa memilih dan menentukan sikapnya. Dengan kata lain dia bisa menolak kebiasaan berpikir terhadap suatu obyek dengan pola tertentu, misalnya negatif, dan menggantinya dengan sikap yang berbeda, yang positif.
Psikologi berbicara mengenai tiga aspek dari sikap, yaitu kognitif, afektif dan konatif. Kognitif adalah aspek evaluasi pikiran dari suatu obyek berdasarkan sistim keyakinan internal seseorang. Sedangkan afektif adalah respon emosi kepada suatu tugas atau obyek yang mengikut. Sementara konatif adalah kecenderungan verbal dan perilaku seseorang kepada suatu tugas atau obyek. Dalam contoh Daud melawan Goliat, Daud berpikir dengan pertolongan Tuhan dia telah membunuh beruang dan singa yang melarikan domba-domba ayahnya, maka dengan pertolongan Tuhan dia juga akan bisa mengalahkan Goliat yang besar itu. Dalam pikiran Goliat, orang itu punya kelemahan sehingga dia bisa mengalahkannya dengan senjata ketepel yang biasa dia gunakan. Sehingga berbeda dengan orang-orang Israel, Daud memiliki perasaan berani bahkan marah ketika Goliat menghina ‘barisan Allah yang hidup,’ yang berarti menghina Allahnya. Dengan pikiran dan persaaan seperti itu maka Daud kemudian maju melawan Goliat dan mengalahkannya. (1 Samuel 17:1-54).
Bagaimana sikap terbentuk? Sikap adalah dari sistim nilai dan keyakinan seseorang yang terbentuk dalam perjalanan waktu. Setiap orang membentuk sikapnya terhadap obyek-obyek yang dihadapi dalam kehidupannya seperti pekerjaan, masalah, hubungan, kepemimpinan, bawaan dan lain-lain. Sikap ini yang kemudian mengarahkan kecenderungan orang dalam menghadap obyek-obyek tersebut dan akhirnya kepada tindakan nyata. Dan teori karakter menyatakan, ketika pola ini terjadi berulang-ulang, maka akan membentuk karakter seseorang, dari karakter berpikir hingga karakter perilaku.
Contoh sebuah sikap penting adalah sikap kita kepada Tuhan? Banyak orang mengabaikan Tuhan, berpikir Tuhan itu jauh, dan tidak peduli dan tidak melakukan apa-apa. Ini bukanlah sikap yang benar menurut Alkitab. Namun sikap yang ditekankan kepada manusia dan terus dikembangkan oleh Allah adalah sikap ‘takut’ akan Dia (Pengkotbah 12:13), yaitu memandang Allah sebagaimana Dia adanya – Allah Sang Pencipta, Makabesar, Mahakudus, Mahahadir dan berdaulat namun Dia juga Allah yang mengasihi manusia, sedemikian rupa sehingga Dia rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk mati di kayu salib. Sikap-sikap terhadap sesama yang ditekankan Alkitab, misalnya, adalah memandang orang lain lebih utama (Filipi 2:3) dan hidup orang lain adalah berharga (2 Samuel 23:16-17). Sehingga terhadap Allah dan sesama, sikap kita disebut sebagai sikap seorang hamba yang bahkan diteladankan Yesus. Sikap orang percaya juga adalah dengan iman berani mengambil resiko terhadap peluang seperti dicontohkan oleh Petrus yang mencoba berjalan di atas air ketika Yesus memanggilnya (Matius 14). Orang percaya juga memiliki sikap ‘saya bisa’ terhadap tantangan-tantangan yang timbul (Filipi 4:13). Untuk refleksi pribadi, bagaimana kecenderungan sikap kita terhadap berbagai hal? Dalam hal-hal apa sikap kita cenderung positif? Dalam hal-hal apa sikap kita cenderung negatif dan perlu kita perbaiki? Tuhan memberkati! (BERSAMBUNG)