Raymond Lukas
Reformata.com – APABILA orang tidak mempunyai kuasa untuk mendapatkan apa yang diinginkan di mana hal tersebut ada dalam kepemilikan pihak lain, biasanya mereka akan berusaha mendapatkannya dengan mela-kukan sebuah negosiasi. Negosiasi bisa terjadi antara dua pihak atau antara beberapa pihak di mana prosesnya dapat terjadi dalam satu perundingan atau pun harus melalui beberapa fase perun-dingan. Semuanya tergantung dari sifat transaksi yang akan dilakukan dan kompleksitasnya. Sebuah negosiasi antara dua pihak untuk mendapatkan harga jual yang disetujui atas sebidang tanah mungkin akan lebih sederhana sifatnya daripada negosiasi penentuan tapal batas sebuah daerah di mana ada banyak pihak yang mengklaim memberikan nilai tambah atas daerah yang dinegosiasikan.
Negosiasi adalah suatu keahlian. Ada pepatah mengatakan, dan ini berlaku untuk semua keahlian: “latihan membuat sempurna”. Atau lebih tepat kalau dikatakan bahwa “Latihan yang sempurna membuat hasil yang sempurna”.
1. Alternatif dari negosiasi atau yang biasanya dikenal dengan istilah BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement). Konsep BATNA ini dikembangkan oleh Roger Fisher dan William Ury. Sebelum bernegosiasi Anda harus mengetahui apakah BATNA Anda, artinya mengetahui apa yang akan dilakukan atau mengetahui apa yang akan terjadi kalau kesepakatan tidak tercapai. Sebagai contoh seorang trainer yang sedang bernegosiasi dengan prospek untuk suatu program pelatihan selama satu bulan di sebuah perusahaan di mana dia belum mengetahui berapa imbalan yang akan diterima atau belum pasti apakah penugasan tersebut kan diperolehnya. Maka sebelum bertemu dengan prospek, sang pelatih dapat menentukan apakah BATNA-nya. Mungkin saja BATNA sang pelatih dalam hal ini adalah menerima penugasan di perusahaan lain untuk mengerjakan riset pemasaran dengan imbalan Rp 150 juta.
Jadi penting untuk mengetahui BATNA Anda sebelum ber-negosiasi. Kalau Anda belum mengetahuinya maka Anda sulit menilai apakah sebuah kese-pakatan bernilai atau kapan Anda harus meninggalkan meja perundingan.
2. Patokan minimum untuk sebuah kesepakatan. Hal ini dikenal dengan ’reservation price’ atau ’the walk away’ yaitu merupakan syarat minimum di mana kesepakaatn bisa dicapai. Sebagai contoh, Anda menyewa kantor di daerah pinggiran dengan harga Rp 100.000,- per meter persegi. Lokasi tersebut cukup baik dan harganya wajar. Namun Anda tidak keberatan untuk membayar lebih untuk lokasi kantor di daerah Sudirman di mana Anda menjadi lebih dekat dengan pelanggan Anda. Anda melakukan negosiasi dengan sebuah manajemen perkantoran di daerah Sudirman dan sebelumnya Anda menetapkan bahwa Anda tidak bersedia membayar lebih dari Rp. 250.000,- untuk lokasi di Sudirman. Itu adalah ’reservation price’ Anda. Kalau manajemen perkantoran tersebut meminta lebih, maka Anda akan mencari gedung lain atau Anda memilih tetap di lokasi sekarang dengan sewa Rp 100.000,- per meter persegi, itu adalah BATNA Anda.
3. Seberapa fleksibelkah Anda dan apa nilai tukar yang Anda canangkan. Hal ini biasanya disebut ZOPA atau Zone of Possible Agreement. ZOPA adalah daerah di mana kesepakatan akan mungkin akan memuaskan kedua belah pihak. Misalnya seorang calon pembeli memutuskan harga Rp 20 miliar untuk pembelian sebuah gedung. “Itu harga tertinggi yang saya mau bayar untuk gedung tersebut”. Sebenarnya dia lebih suka membayar lebih rendah. Di pihak lain sang penjual mengatakan bahwa dia hanya akan menjual gedung tersebut kalau ada yang mau membayarnya seharga Rp 17,5 miliar. Jadi ZOPA adalah daerah antara Rp 17,5 miliar sampai Rp 20 miliar, di mana kesepakatan di antara range tersebut akan memuaskan pembeli dan penjual.
Mintalah hikmat Allah dalam bernegosiasi. Ingat bahwa sebagai anak-anak Allah, Tuhan mencanangkan Anda menjadi pemenang bahkan lebih dari pemenang. Namun hikmat dan belajar dari pengalaman orang lain bisa membantu Anda untuk bernegosiasi lebih baik. Apabila kita menanyakan kepada para pakar, pebisnis yang berhasil atau pun orang-orang yang sudah merasakan asam garamnya bernegosiasi maka hal-hal berikut sangat disarankan mereka untuk kita perhatikan dalam bernegosiasi:
2. Biarkan pihak lawan berbicara lebih dahulu.
3. Jangan emosional.
4. Informasi lebih penting dibandingkan dengan perasaan saat bernegosiasi. Jadi miliki informasi yang cukup tentang apa yang
Anda negosiasikan.
5. Jangan berbicara sembrono di tempat negosiasi atau daerah sekitarnya saat berada di tempat negosiasi Anda. Ingat, ruang/tembok memiliki telinga.
6. Bersiaplah (rehearse) dan berlatihlah.
7. Jangan pernah menerima penawaran dengan segera.
8. Kenali arena bermain. Anda tidak bisa melakukan nego siasi apa pun, kalau Anda tidak mengetahui pasar.
9. Tanyakan pada diri Anda: “Kapan saya harus menjual/ membeli?”
10. Lakukan evaluasi setelah negosiasi.
11. Tidak ada istilah penawaran terakhir.
12. Jangan merendahkan pihak lawan.
13. Jangan menjadi personal.
14. Jangan menunjukkan emosi.
15. Jangan pernah memberikan ultimatum.
16. Jangan overestimate pihak di mana Anda akan melakukan negosiasi.
17. Jangan bernegosiasi dengan diri sendiri.
18. Berpikir di luar kerangka pikir yang biasa (think out side the box).
Rekan pemimpin, semoga tips di atas bermanfaat. Selamat bernegosiasi dengan sukses di pihak Anda.
Trisewu Leadership Institute
Founder: Lilis Setyayanti
Co-founders: Jimmy Masrin, Harry Puspito
Moderator: Raymond Lukas
Trisewu Ambassador: Kenny Wirya
Untuk pertanyaan, silakan kirim e-mail ke: seminar@trisewuleadership.com. Kami akan menjawab pertanyaan Anda melalui tulisan/artikel di edisi selanjutnya. Mohon maaf, kami tidak menjawab e-mail satu-persatu.”