
Konsep atau konstruk sikap mengkaitkan orang terhadap berbagai obyek yang mereka hadapi, yaitu bagaimana pikiran, perasaan dan kecenderungan perilaku mereka terhadap sesuatu. Misalnya, terhadap mobil, ada konsumen yang bersikap bahwa mobil adalah sekedar sarana transportasi. Jika demikian dia bisa tidak memiliki emosi yang kuat terhadap mobilnya dan cenderung untuk memilih mobil yang dipersepsi memiliki kinerja yang baik, tidak ada minat untuk mendadani mobilnya, dan kemungkinan tidak banyak memberikan waktu untuk mengurusnya. Berbeda dengan sikap pemilik mobil lain, yang memandang mobil sebagai ekspresi siapa dirinya. Dia akan memilih merek mobil yang dia bangga memiliki dan mengendarainya. Dia akan banyak memberikan waktu untuk mobilnya, suka menceritakan kelebihan-kelebihan mobilnya, dan memberikan banyak waktu untuk memelihara dan mengendarainya.
Terhadap setiap obyek, seseorang akan memiliki sikap, walau pun ada yang lemah tapi ada yang sangat kuat. Terhadap Tuhan, misalnya, ada yang tidak punya sikap yang jelas. Dia tidak banyak mengenal siapa Tuhan, tidak memiliki emosi yang kuat terhadap Tuhan, dan dalam perilaku akan menjalani rutinitas ibadah, kalau dia berada di lingkungan gereja. Sementara Alkitab memerintahkan agar orang percaya membangun sikap 'takut Tuhan': "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang." Pengkotbah 12:13. Orang yang memiliki sikap yang demikian mengenali natur Allahnya, misalnya Mahakuasa, Mahahadir, Mahakasih, kudus, dsb yang mempengaruhi bagaimana perasaan mereka terhadap Allah – apakah dia gentar, hormat, ingin tahu, ingin dekat, atau emosi lain terhadap Allah. Sebagai bagian dari sikapnya, seseorang akan memiliki kemungkinan perilaku yang berbeda-beda. Tidak heran ada orang yang terlihat 'menggebu-gebu' dalam ibadah dan pelayanan terhadap Tuhan; bahkan meninggalkan segala harta, jabatan dan keluarganya dalam menjalankan apa yang dia percaya sebagai panggilannya. Sebaliknya kita juga melihat banyak umat Kristen yang tidak terlihat bersemangat dalam kehidupan rohaninya. Hadir di kebaktian tidak disiplin waktu, bahkan mudah sekali skip ibadah karena berbagai alasan. Memberi persembahan di bawah rata-rata, berat atau tidak bersedia memberi waktu ambil dalam kegiatan-kegiatan gereja di luar hari minggu, apalagi dalam pelayanan yang menuntut pengorbanan.
Terhadap sesama manusia, Alkitab berbicara sikap mengutamakan yang lain, seperti terungkap dalam Filipi 2:3 – … dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri. Mengutamaka orang lain perlu menyadari paling tidak bahwa mereka juga diciptakan sesuai dengan gambar Allah. Dengan demikian akan ada perasaan kasih, penghormatan, dan kekaguman terhadap sesama. Kecenderungan perilaku kita terhadap mereka akan mengikuti, apakah menghargai, memuji, melayani, dsb.
Contoh sikap lain yang penting adalah terhadap kepemimpinan; apalagi sebagai orang percaya, kita adalah pemimpin, yaitu seseorang yang terus menerus dalam proses mempengaruhi orang lain. Bukankan Alkitab menyatakan kita adalah 'garam' dan 'terang dunia' (Matius 5:13-16). Seperti pada obyek-obyek lain, berbagai sikap terhadap kepemimpinan bisa terbangun dalam diri seseorang dan dapat ini dilihat dari berbagai faktor. Dalam kepemimpinan, maka faktor-faktor sikap yang penting adalah orientasi mereka terhadap penyelesaian tugas dan terhadap tim yang mereka pimpin. Dalam hal pertama, seorang pemimpin bisa tidak mengarahkan sama sekali sehingga terjadi apa yang sering disebut 'auto pilot' hingga sikap yang sangat kuat mengarahkan. Sementara sikap pemimpin terhadap tim bisa sama sekali tidak ada, tidak peduli hingga sikap yang sangat mendukung. Idealnya seorang pemimpin mengarahkan timnya kepada tujuan bersama secara kuat dan sekaligus mendukung tim dalam menjalankan fungsi masing-masing. Dengan demikian tujuan tim tercapai dalam kebersamaan yang bisa mereka nikmati.
Namun dalam keterbatas seorang pemimpin, sering mereka memiliki sikap yang tidak secara seimbang optimal seperti itu. Ada pemimpin yang lebih berorientasi kepada tujuan tapi tidak peduli dengan permasalahan timnya. Tanpa teamwork, maka rencana bisa gagal, atau kalau tercapi tidak maksimal dalam pencapaian target dan/atau dalam pembangunan tim. Ekstrim yang lain seorang pemimpin memiliki sikap yang sangat memperhatikan timnya tapi lemah dalam sikap terhadap penyelesaian tugas. Dan yang paling buruk sikap yang lemah dalam kedua faktor, tidak mengarahkan ke pencapaian tugas dan tidak memperhatikan tim.
Dengan berbagai contoh sikap yang dibahas, yaitu terhadap mobil, Tuhan, sesama, dan kepemimpinan kita belajar pentingnya menyadari berbagai sikap yang terbentuk dalam diri kita terhadap hal-hal penting dalam kehidupan kita. Kita bisa tambahkan obyek-obyek sikap penting seperti keluarga, bisa lebih khusus terhadap pasangan, anak, orang tua, dsb; terhadap pekerjaan; terhadap pelayanan; terhadap gereja; terhadap perusahaan; terhadap uang; dsb, dsb. Kita perlu mencoba menganalisa faktor-faktor sikap yang penting terhadap masing-masing obyek dan membangun sikap yang benar dalam faktor-faktor penting itu. Tuhan memberkati!