Pdt. Bigman Sirait
Pak Pendeta yang terhormat, paman saya saat ini sedang dilanda kebingungan. Ceritanya begini: Paman saya berusia sudah lebih 60 tahun, dan tidak punya anak. Kira-kira satu tahun setelah istrinya meninggal, dia menikah dengan seorang janda beragama non-Kristen. Mereka menikah menurut tatacara agama istri barunya itu. Meski secara administratif paman saya sudah menjadi penganut agama lain, namun dalam prakteknya dia masih Kristen, suka berdoa, sering ke gereja. Konon, paman menikah dengan wanita lain iman, lantaran saat itu dia sedang frustrasi dan kecewa karena Tuhan “mengambil” istrinya, dan mereka tidak dikaruniai keturunan.
Kini, di kala usia paman sudah sepuh dan sakit-sakitan, dia resah membayangkan dirinya kalau nanti mati dikuburkan secara agama istrinya itu. Paman saya sendiri ingin dikubur secara Kristen. Tapi, apabila dia dikubur secara Kristen, tentu pihak keluarga istrinya tidak akan setuju, sebab mereka tergolong fanatik, dan akhir-akhir ini mulai mempertanyakan keberimanan paman saya itu. Pak Pendeta, apa yang harus dilakukan paman saya itu? Terima kasih.
Lukas
Jakarta
LUKAS yang dikasihi Tuhan, ada beberapa aspek yang harus kita perhatikan dengan cermat, dalam kasus yang kamu tanyakan ini. Pertama adalah kesa-daran akan konsekuensi dari se-buah keputusan. Paman Anda ha-rus menyadari bahwa situasi sulit yang muncul ini adalah sepenuh-nya akibat pilihan yang dibuatnya di waktu lampau. Bahwa dia meni-kah dengan orang yang berbeda agama, dan juga menikah secara agama yang diyakini istrinya. Maka, itu berarti dengan sadar dia telah membuat sebuah keputusan yang sah dan berkekuatan hukum. Se-cara hukum dia adalah seorang sua-mi dari istrinya yang sekarang, dan dia menyatakan diri sebagai seor-ang yang seiman dengan istrinya. Semua fakta ini pasti ada dalam bentuk surat tertulis dan legal. Jadi, paman kamu harus menerima kenyataan selama dia terikat dalam pernikahannya yang sekarang, dia adalah seorang yang beragama sama dengan istrinya.
Bahwa dulu dia meninggalkan kekristenan karena merasa kecewa dengan Tuhan atas meninggalnya istri yang pertama, tentu saja sangat subjektif. Dia telah mem-buat keputusan yang salah, dan baru disadari di kemudian hari. De-ngan keputusan menikahi istri yang sekarang, dalam keimanan yang sama dengan istrinya, maka paman Anda sudah sepantasnya bertang-gung jawab penuh atas kenyataan hidup yang ada. Bertanggung ja-wab atas istri dan anaknya sepe-nuhnya, baik lahir maupun batin, dan dia tak boleh mengabaikan tanggung jawab ini.
Bahwa paman Anda masih hidup secara iman kristiani, yaitu dengan berdoa dan pergi ke gereja, adalah sebuah fenomena tersendiri. Se-orang Kristen, dikatakan Kristen tentu tidak hanya karena dia ber-doa dan pergi ke gereja, melainkan meliputi seluruh aspek hidupnya. Yesus pernah berkata tentang bangsa Israel dalam Matius 15: 8-9, “Percuma bangsa ini beribadah kepadaKu, padahal hatinya jauh daripadaKu”.
Sangat jelas, ibadah bukanlah bukti keimanan, melainkan seluruh kehidupan. Faktanya, paman Anda dikenal sebagai orang seiman dengan istrinya, tinggal bersama sebagai suami istri. Jadi kita tidak dapat membenarkan dia hanya karena aktivitasnya. Kedua, keingi-nan paman Anda untuk kelak, apa-bila meninggal, dikuburkan secara kristiani, sangat riskan. Istrinya non-Kristen, dan dia masih ber-sama istrinya yang non-kristiani, bagaimana mungkin dia bisa berke-inginan seperti itu. Lagi pula, andai-kata istrinya bersedia mengubur-kannya secara Kristen, apa nilainya? Dikuburkan secara kristiani tak sama dengan mencintai dan dicin-tai Tuhan bukan? Banyak orang Kristen yang beriman meninggal karena tenggelam, atau kecela-kaan, dan mayatnya tidak ditemu-kan. Mereka pasti masuk surga karena imannya, bukan cara pe-nguburannya. Jadi, yang terpen-ting dalam kasus ini adalah, bukan cara penguburan yang dipikirkan, melainkan sikap keimanannya terhadap Yesus Kristus Tuhan.
Ketiga, untuk itu paman Anda harus bertarung dengan waktu, memohon ampun kepada Tuhan atas segala dosanya, dan bertindak nyata untuk memenangkan istri dan anaknya agar mengenal Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juru-selamat satu-satunya (Yohanes 14: 6). Usaha memenangkan keluarganya, dengan pertolongan Roh Kudus adalah tindakan satu-satunya yang sangat mulia, yang sudah sepatutnya dilakukan oleh paman Anda. Bahwa pihak keluar-ga istri sangat fanatik dalam bera-gama, adalah risiko yang harus dihadapi dengan berani. Selagi masih ada waktu, ingatkan paman Anda untuk melakukannya, sekali-pun kondisi kesehatan terus menurun, namun kita percaya oleh pertolongan Roh Kudus dan dalam ketulusan hati paman Anda, segala sesuatu adalah mungkin.
Kemungkinan lainnya, adalah keterusterangan paman Anda pada istrinya atas maksud hatinya. Ini mungkin bukan saja ditolak, tapi bisa jadi paman Anda akan meng-hadapi perlawanan, atau pengucilan oleh keluarga besar istri. Namun ingat pula, ini adalah konse-kuensi wajar atas keputusan yang salah dan fatal di waktu lampau. Apalagi pihak istri mulai memper-tanyakan keberimanan paman Anda. Bahwa apabila paman Anda berterus terang, dengan risiko terpahit terusir dari keluarganya, apakah paman Anda siap? Ini penting untuk men-jadi perhitungan. Yang pasti, harga penyelesaian atas kasus ini akan sangat mahal, dalam format apa pun.
Atau yang terakhir, paman Anda mengaku salah pada pihak istri telah meninggalkan keimanannya yang semula, dan menyatakan diri untuk kembali menjadi seorang Kristen. Tentunya dengan catatan, paman Anda bertanggung jawab secara pe-nuh atas kehidupan keluarganya, dan bersedia memberikan seluruh keka-yaannya untuk istri dan anaknya.
Bagaimanapun, secara teologis, dalam perspektif iman kristiani, paman Anda tidak pernah menikah, melain-kan “menyeleweng”. Namun secara sosiologis pernikahan ini adalah sah sepenuhnya, termasuk dalam agama istri yang dianutnya. Akhirnya sangat bergantung pada sikap iman paman Anda. Tapi yang pasti, tak ada per-baikan tanpa biaya, apalagi peromba-kan total. Dan, jangan lupa, Yesus berkata: “Siapa yang mau mengikut Aku, haruslah dia menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku”.
Demikianlah Lukas yang dikasihi Tuhan, hal-hal yang mungkin anda sampaikan pada paman Anda, se-moga ini boleh menjadi berkat. Terus bawa dalam doa, minta pimpinan Roh Kudus, dan diskusikan dengan bijak, semoga Anda menjadi berkat bagi keluarga. Tuhan memberkati.