Sikap Kita Terhadap Covid 19

"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Filipi 4:6-7

Dalam beberapa tulisan terakhir, saya sedang membahas tentang sikap sebagai suatu konsep yang sangat penting dalam Alkitab dan berbagai sikap yang penting objek yang penting, seperti terhadap Allah dan pemimpin atau otoritas.

Dewasa ini setiap kita sedang menghadapi ancam serangan virus yang disebut sebagai Covid 19, yang sudah menyerang hampir ke semua negara di dunia, menginveksi lebih dari 1,853,000 orang dan membunuh 114,000 orang pada 13 April 2020. Di Indonesia saja Covid 19 telah menginveksi lebih dari 4240 orang dan membunuh lebih dari 370 orang.

Covid-19 adalah keadaan seseorang yang disebabkan oleh infeksi virus yang dikenal dengan SARS-CoV-2. Covid 19 tidak saja menyebabkan sakit fisik dan kematian tapi juga menyebabkan berbagai disrupsi yang ekstrim dan menakutkan. Masa inkubasi virus korona terjadi antar 5 hingga 14 hari dan dalam periode itu bisa tidak terjadi gejala. Kita bisa tertular oleh seseorang yang kelihatan sehat; dan orang yang memperlihatkan infeksi bisa mengalami gejala yang parah bahkan meninggal dalam waktu singkat. Celakanya hingga sekarang belum ada pengobatan yang efektif untuk Covid-19 ini, kecuali penekanan terhadap gejala-gejalanya. Bahkan sejauh ini belum ada vaksin untuk membantu tubuh manusia membangkitkan perlawanan terhadap virus itu.

Seperti kita lihat, yang sangat menakutkan dari Covid-19 adalah penyebarannya yang begitu cepat, sehingga dalam waktu yang singkat sangat banyak orang bisa terinfeksi dan menyebabkan para korban membanjiri rumah sakit, yang tidak memiliki pengobatan yang efektif, tidak memiliki fasilitas yang cukup untuk menangani jumlah pasien yang membludak, termasuk tidak mempunyai cukup tenaga medis.

Akibat lanjutan dari pandemik Covid-19 itu, antara lain adalah lumpuhnya kegiatan ekonomi sehingga banyak bisnis lumpuh dan ambruk, karyawan kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Karena virus Covid 19 tidak kelihatan maka orang saling curiga kalau orang lain membawa virus itu. Bisa juga orang tidak begitu sadar mengenai hal ini, sehingga pemerintah perlu mensosialisasikan 'social distancing' melalui 'physical distancing' untuk mencegah meluasnya penularan sang virus. Kalau selama ini orang sibuk dan jarang di rumah, maka sekarang mereka dipaksa banyak tinggal, bahkan untuk bekerja, di rumah. Sekolah-sekolah juga harus ditutup dan proses belajar mengajar dilakukan secara jarak jauh. Perjalanan-perjalanan jarak jauh dihentikan. Berbagai event-event besar seperti pertandingan olah raga, exhibition, show, dsb ditunda atau dibatalkan.

Dampak selanjutnya yang mungkin tidak terpikir adalah ditutupnya tempat-tempat ibadah dimana-mana, termasuk gereja. Umat diminta beribadah di rumah dalam keluarga sendiri-sendiri, atau diarahkan secara online. Para pelayan seperti kehilangan peranannya. Para pembicara besar kehilangan mimbar mereka. Banyak orang-orang besar potensi mengalami 'post power syndrome' awal.

Penyebaran virus yang cepat dan luas sehingga WHO sendiri mengkategorikan sebagai pandemik global itu dalam waktu singkat membangkitkan sikap-sikap yang beragam. Dalam situasi yang semakin mencekam, dengan terus bertambahnya jumlah yang terinfeksi dan meninggal, maka dalam diri orang percaya timbul beberapa kemungkinan sikap dan respon.

Bisa jadi pada mulanya, banyak orang yang bersikap 'bukan saya.' Covid 19 boleh mengancam orang lain, tapi bukan saya. Selama ini saya selalu aman, tanpa atau dalam proteksi Tuhan, asal saya menjaga kesehatan, dsb – Covid 19 yang seperti virus flu itu tidak akan bisa mengganggu saya.

Namun dengan semakin paranya situasi, dan semakin dekatnya orang dengan orang-orang yang terinfeksi dan bahkan meninggal karenanya, maka Covid-19 menjadi ancaman yang semakin nyata. Penulis sendiri punya tetangga dan kenalan yang meninggal karena Covid-19.

Dalam keadaan demikian kita bisa bersikap kawatir, takut hingga panik terhadap ancaman sang virus. Ketika kita takut, maka kita tindakan kita akan bersifat reaktif, defensif dan sering tanpa alasan yang rasional. Kita bersikap pasif. Kita meniru saja apa saja yang dilakukan orang lain. Tidak heran kemudian orang memborong lebih dari kebutuhannya. Segala perhatian diarahkan pada mengamankan diri.

Namun sebagai orang percaya kita bisa membangun sikap alternatif, yaitu sikap yang didasarkan iman kita kepada Tuhan Yesus yang Mahakuasa, berdaulat dan mengasihi manusia. Iman itu menyatakan Allah adalah pemengang kendali. Dengan iman kita akan dimampukan melihat gambar besar apa yang sedang terjadi di dunia, dimana Allah mau menjadikan semua bangsa murid-Nya dan menjadikan Yesus Kristus adalah Raja di atas segala raja. Pada kesempatan seperti ini, maka manusia semestinya terbuka hatinya untuk pertolongan Allah dan kasih karunia-Nya. Sebagai orang percaya masa pandemi ini adalah kesempatan untuk mengerjakan misi kasih Allah kepada sesama. Pada waktu yang tepat, ketika rencana-Nya sudah tergenapi, maka virus Corona itu akan lumpuh.

Dan wujud dari sikap iman Kristen yang sehat terhadap pandemi Covid-19 ini adalah dimulai dari doa. Dalam situasi yang ekstrim seperti sekarang maka kita perlu berdoa 'lebih': lebih sering, lebih panjang, dan lebih sesuai dengan kehendak-Nya. Kiranya Tuhan Yesus menjaga kita tapi juga memakai kita semakin lagi dalam masa-masa penuaian ini. Amin!

*****

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *