Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*
Reformata.com – Perubahan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Dan dalam perubahan ada potensi untuk menjadi lebih baik. Karena itu kita perlu mengelolah perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri kita untuk pertumbuhan pribadi. Menurut Alkitab kunci pe-rubahan seseorang dimulai dari ‘akal budinya’. Perubahan dari sana akan mempengaruhi sisi-sisi lain manusia, yaitu emosi, sikap, ke-mauan atau komitmen dan akhir-nya perilaku.
Dalam proses perubahan akal budi atau pikiran ini, terjadilah pe-rubahan pada apa yang disebut se-bagai ‘belief’ atau keyakinan yang sangat dekat dengan iman. Iman biasanya lebih dikaitkan dengan kepercayaan kepada suatu ilah dan terutama berhubungan dengan keselamatan, sedangkan ‘belief’ terhadap berbagai hal yang lebih luas.
Dalam suatu kamus, ‘belief’ di-artikan sebagai suatu yang diper-caya, suatu pendapat atau keyaki-nan; atau kepercayaan terhadap suatu kebenaran atau keberadaan sesuatu tanpa pembuktian lang-sung yang kuat. Sebagai contoh pada masa lalu bumi diyakini berupa suatu dataran sehingga kalau kita berjalan terus pada suatu titik kita akan jatuh ke dalam suatu lembah yang curam. Ini adalah suatu belief, yang bisa berdasarkan pada suatu kebenaran, tapi, dalam hal ini, tidak. Sekarang terbukti bumi berbentuk bulat dan kita tidak pernah akan menemukan lembah curam itu.
Belief meliputi banyak isu dalam agama seperti kekristenan. Misal-nya, keyakinan tentang ba-gaimana seorang mendapat-kan keselamatan, bagaimana seseorang bisa berhasil dalam hidup di dunia ini, dsb. Belief berhubungan dengan penge-tahuan dan pada akhirnya ke-duanya berhubungan dengan kebenaran. Kebenaran adalah realitas dari berbagai feno-mena. Pengetahuan adalah bagian dari kebenaran yang bisa kita ketahui. Menurut Alkitab memang manusia me-miliki kemampuan untuk me-miliki pengetahuan (Kejadian 3: 22).
Belief adalah keyakinan ten-tang kebenaran. Karena ke-terbatasan manusia, belief seseorang tidak selalu meru-pakan kebenaran. Jika belief itu adalah kebenaran, maka belief itu juga adalah adalah pengetahuan. Ketika pengeta-huan itu dikerjakan maka itu men-jadi wisdom atau hikmat. Dan ketika orang hidup dalam hikmat dia akan menjadi orang yang berhasil dalam hidupnya. Tidak heran, Alkitab sangat meninggikan hikmat (lihat, misalnya, Amsal 7: 7, 8).
Bagaimana belief terbentuk da-lam diri seseorang? Belief diadopsi seseorang selama hidupnya dari waktu ke waktu. Lingkungan sudah pasti sangat mempengaruhi. Banyak belief seseorang dia adopsi dari keluarga, khususnya orang tua, yang mendidik dan membesarkan-nya dari kecil hingga besar, bahkan ketika sudah dewasa. Keyakinan juga diadopsi dari pengetahuan yang dipelajari, diulang-ulang dan diinternalisasi; bahkan melalui komunikasi yang diterima melalui berbagai media. Orang percaya memiliki banyak kesempatan untuk mereformasi dan membangun belief yang sehat melalui ibadah, pe-mahaman Alkitab dan sharing dengan sesama orang percaya.
Alkitab berbicara tentang mencari kebenaran (Matius 6: 33). Ketika kita melaku-kan ini, maka Tuhan menjan-jikan akan menambahkan segala kebutuhan kita. Ke-berhasilan kita adalah de-ngan mencari kebenaran dan menginternalisasi kebe-naran. Kita perlu meng-ulang-ulang agar suatu kebe-naran menjadi keyakinan dan mengerjakan kebenaran itu dalam kehidupan kita. Jika demikian maka kita tidak saja memiliki keyakinan terhadap suatu kebenaran tapi kita memiliki bijaksana dan trampil dalam menjalani hidup.
Kebenaran bersifat predik-tif. Barang yang dijatuhkan dari suatu ketinggian akan meluncur ke bawah dengan kece-patan tertentu karena gaya gravitasi. Tidak peduli keyakinan orang sejalan dengan kebenaran ini atau tidak, tapi ini akan terjadi. Tidak hanya dalam bidang sain, kebenaran-kebenaran dalam bidang sosial keagamaan pun ber-sifat demikian. Hanya pengetahuan tentang kebenaran dalam bidang sosial tidak sekuat dalam bidang sain dan banyak keterbatasan, yaitu bisa berlaku pada situasi atau kelompok tertentu, tapi tidak pada situasi atau kelompok lain.
Alkitab mengatakan: Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. (1 Tesalonika 5: 21). Selama hidup kita perlu terus-menerus menguji keyakinan-keyakinan kita dan mem-perbaharui keyakinan-keyakinan yang masih salah. Selanjutnya kita menjalani kehidupan berdasarkan keyakinan-keyakinan yang terus diperbaharui itu.
Dosa menyebabkan kita sering tidak tunduk terhadap perintah-perintah Tuhan yang adalah bagian penting dari kebenaran bagi keberhasilan hidup kita (Amsal 13: 13), karena bersifat melindungi dan memberkati mereka yang melaksa-nakan. Sebaliknya manusia memba-ngun kebenaran-kebenarannya’ sendiri. Karena itu dalam menguji keyakinan-keyakinan pribadi kita perlu punya fokus kepada kebena-ran yang sejati, yaitu Kristus itu sendiri (1 Korintus 10: 5).
Tuhan memberkati.v
*Penulis adalah Partner di Trisewu Leadership Institute