Pemimpin Kristiani: Manner

Raymond Lukas

Reformata.com – DALAM kamus Webster disebutkan bahwa salah satu pengertian manner adalah ‘code of conduct’ atau bagaimana seseorang bertingkah laku. Khususnya dalam kepemim-pinan adalah bagaimana pemimpin bertingkah laku. Ada harapan-harapan tertentu dari bawahan dan dari stakeholder perusahaan atau pun organisasi tentang ‘mannner’ atau ‘code of conduct’ pemimpinnya.
Pengertian sederhananya ‘manner’ adalah apa yang ditampilkan pemimpin dalam tingkah lakunya sehari-hari, bagaimana dia berbicara, bagaimana dia bertindak, mengambil keputusan, bagaimana dia tersenyum, bagaimana dia menghadapi anak buahnya, bagaimana memberikan delegasi, bagaimana dia melayani kastemernya dan pihak-pihak lain. Ada ‘mannerism’ tertentu yang diharapkan orang-orang di sekeliling sang pemimpin. 
Harapan yang bagaimanakah yang diharapkan orang-orang sekitar sang pemimpin? Ditanya demikian dalam sebuah acara ngobrol-ngobrol, seorang pegawai mengatakan “Ya, yang ‘appro-priate’lah Mas”. Maksudmu? tanya saya. “Artinya, sebagai pemimpin di perusahaan kami, saya mengharapkan atasan saya menjadi panutan kami semua. Kan ada pepatah mengatakan, guru kencing berdiri, murid kencing berlari…, artinya setiap ‘manner’ yang baik dari pemimpin di organisasi saya akan menjadi ‘trendsetter’ bagi banyak bawahannya”. Saya menggang-guk, wah – betapa besarnya pengaruh ‘mannerism’ pemimpin dalam organisasi.
 “Coba berikan contoh ‘manner’ atasan kamu yang kurang ‘appropriate’? tanya saya menggali lebih dalam. “Misalnya, kami kedatangan tamu penting dari luar negeri yang merencanakan sebuah investasi besar di perusahaan kami. Dalam pertemuan penting itu, atasan saya tidak pernah menyediakan makanan atau pun minuman ringan bagi tamu tersebut. Padahal tamu kami sudah datang dari jauh menempuh pener-bangan yang panjang dan melelahkan. Kita kan orang timur ya  mas, …seperti kalau ada tamu ke rumah, kita kan pasti menyuguhkan sesuatu. Kalau di kantor saya, itu tidak pernah dilakukan, paling banter cuma segelas air mineral kemasan dalam gelas plastik. Tidak ada tradisi menawarkan kopi atau teh di kantor kami, ..he he he.. Lagian kami juga tidak mungkin menawarkan, karena stoknya aja enggak ada di pantry kami”. 
Saya Cuma mengangguk. “Lalu mas,…tiba waktunya jam makan siang, bos kami itu langsung permisi dan meninggalkan tamunya menunggu di ruangan rapat selama jam istirahat, sementara dia sendiri pergi makan siang. Pokoknya mas, gayanya lebih dari bule deh mas….”. Saya tambah lebar tersenyum. “Wah, kalian pemerhati ya..?” “ Iya dong mas, itu kan mencerminkan citra perusahaan kami. Kami tidak mau perusahaan kami di lebel ‘pelit’ dan tidak punya ‘manner’ oleh tamu-tamu kami.”
Seorang rekan karyawan lain menyambung, “ Kalau atasan saya lain lagi, dia itu bersikap sangat dingin dalam menghadapi atau pun kalau berbicara dengan kami. Dia tidak pernah memuji, memberi semangat atau pun mengucapkan terima kasih. Semua yang kami lakukan tam-paknya ada di bawah sub standar nilainya. Juga, tingkat kecurigaan terhadap karyawannya sangat tinggi, semuanya bisa dicurigainya seperti maling, dan itu seringkali bisa ditangkap dari kata-katanya kalau dia berbicara kepada kami. Sering dia melampiaskan kekha-watirannya atau bahkan tuduhannya di depan kami”.
Saya mengangguk, kemudian seorang karyawan lain di sebelahnya menyambung. “Kalau bosku lain lagi. Dia sangat cuek. Dia kan juga pemilik tunggal di perusahaan kami, sikapnya acuh banget. Misalnya, dalam sebuah meeting penting dengan komisaris dan anggota direksi, kalau ada yang mengusulkan sesuatu menyangkut kesejahteraan karyawan yang memerlukan biaya yang besar, maka bos saya itu bisa seperti tidak mendengarkan usulan tersebut. Dia asyik saja dengan BBM (Blackberry messanger) nya, dan pura-pura tidak mendengar, sehingga isu tersebut terlewatkan dan kita ganti ke topik berikutnya. Begitu caranya menghindar…..” .
Seorang gadis dalam pertemuan tadi yang dari tadi diam saja, tiba-tiba menyambung. “Saya share ya sikap atasan saya yang suka melecehkan. Sering dalam interaksi kami dia menunjukkan bahwa dia tidak puas dengan hasil kerja kami. Dia selalu memberikan contoh supaya kami belajar dari bacaan-bacaan berstandar internasional. Namun pertanyaan-nya adalah apakah dia sudah melatih karyawan-karyawannya dengan mengirim karyawan ke pelatihan-pelatihan yang ber-standar internasional? Ataukah bahkan tidak pernah mem-berikan pelatihan apa pun sama sekali?”
Rekan pemimpin, dari beberapa komentar di atas kita melihat bahwa karyawan sangat memperhatikan ‘mannerism’ dari para pemimpinnya. Terutama mereka juga menyadari bahwa ‘manner’ bisa menjadi lebel bagi organisasi. Itu menjadi concern mereka. 
Kita melihat dalam firman Tuhan di kitab Imamat’bagai-mana Tuhan mengajarkan banyak sekali peraturan agar umat Israel mengetahui dan memiliki ‘mannerism’ yang benar dalam menjalankan kehidupan mereka. Dalam Imamat 10: 9, Tuhan mengatakan kepada Harun: “Janganlah engkau minum anggur atau minuman keras, engkau serta anak-anakmu, bila kamu masuk ke dalam Kemah Pertemuan, supaya jangan kamu mati….”. 
Rekan pemimpin, kita tahu bahwa sumber dari ‘manner’ yang benar adalah karakter dari seorang pemimpin. Itulah sebabnya mengapa Tuhan memandang sangat serius terhadap karakter seseorang. Tuhan ingin menja-dikan para pemimpin untuk menjadi benar terlebih (memiliki karakter yang baik) dahulu sebelum dia memimpin atau melakukan sesuatu. Seringkali kita menempatkan wibawa (apa yang terlihat di luar) dahulu daripada  karakter kita. Padahal, seharusnya-lah kita memperhatikan karakter kita terlebih dahulu, karena:
1. Tuhan memberikan kepada kita talenta, namun kita harus membangun karakter kita.
2. Karakter kita menghasilkan kepercayaan di pihak orang lain yang berhubungan dengan kita.
3. Hanya karakter yang baik memberikan sukses jangka panjang.
4. Karakter yang baik mencerminkan kredibilitas dan konsistensi.
5. Karakter kita memberikan warna terhadap pandangan dan ‘mannerism’ kita.
6. Kemampuan kita mungkin membawa kita ke posisi puncak, namun hanya karakter kitalah yang mampu mempertahankan kita tetap di puncak.
7. Kita tidak akan mampu melewati batas karakter kita.
Saya percaya dengan membentuk ‘manner’ kita sebagai pemimpin dengan ‘mannerism’ yang baik berdasarkan pembangunan karakter secara pribadi dengan bimbingan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita, maka para pemimpin Kristen akan mampu menjadi pemimpin-pemimpin dengan ‘mannerism’ berkarakter yang dapat diterima bawahan dan lingkungan tempat pemimpin kristiani bekerja dan berkarya. Tuhan memberkati.v

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *