Raymond Lukas
Reformata Tabloid – GAYA kepemimpinan dengan orkestrasi “Saya Paling Benar” mungkin bukan barang yang aneh atau langka di dunia kepe-mimpinan modern saat ini. Kondisi ini merupakan suatu kenyataan yang masih harus dihadapi banyak orga-nisasi di era reformasi dan keterbukaan saat ini.
Apakah ciri-ciri kepemimpinan jenis ini? Pertama-tama, tentunya pemimpin jenis ini merupakan pemimpin yang menginginkan bahwa semua yang diperintahkannya harus dilaksanakan ‘at any cost’. Semua yang dikatakannya merupakan kebenaran ‘absolut’ yang harus dila-kukan, tanpa ruang untuk berne-gosiasi atau mencari alternatif terbaik yang lain. Karena yang terbaik menurut versinya, adalah apa yang dikatakannya menurut ukuran dia.
Kedua, pemimpin jenis ini bisanya otoriter. Tidak ada yang berani membantahnya. Semua orang yang di sekelilingnya merupakan “yes man” yang bersedia melakukan apa pun demi sang pemimpin. Ketiga, pemimpin jenis ini biasanya tidak peduli apabila rambu-rambu, aturan-aturan dan etika bisnis harus dilanggar demi mencapai tujuannya. Keempat, pemimpin jenis ini biasanya termasuk ‘poker face’, artinya dia bisa berkelit dan berkilah seolah semua bukan idenya atau kesalahannya apabila dia berada pada posisi yang terjepit atau dimintai pendapat atau alasan suatu tindakan yang melanggar aturan dilakukan.
Sekilas kelihatannya pemimpin yang menjalankan orkestrasi ini memang bagus. Artinya dia kelihatan sangat baik dalam mengontrol apa yang menjadi keinginannya. Semuanya bisa dilaksanakan dengan tepat waktu dan berhasil. Namun kalau diteliti, berapakah biaya sosial yang diakibatkan untuk melaksanakan keinginan tersebut, misalnya semangat kerja yang menurun atau moral kerja yang menjadi rusak atau aturan-aturan prudential yang dilanggar? Seringkali pemimpin jenis ini hanya menjalankan apa yang menjadi agenda jangka pendeknya, di mana agenda tersebut biasanya muncul dari ide-ide yang didapat secara instan dan spontan.
Kita tahu bahwa pemimpin jenis ini banyak berhubungan dengan orang lain termasuk orang-orang ‘top’ di dunia dalam perjalanannya ke berbagai penjuru dunia. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut seringkali sang pemimpin menang-kap ide-ide brilian yang menarik. Kemudian ide-ide tersebut dibawa pulang ke organisasinya untuk dilaksanakan. Pelaksanaan tersebut sering harus menggeser agenda kerja yang ada yang sudah direncanakan sebelumnya. Artinya ide baru yang dibawa tersebut harus menggeser prioritas pekerjaan yang sedang berjalan atau yang baru akan dilaksanakan. Akibatnya rencana kerja perusahaan menjadi berubah total, menjadi ‘amburadul’ dan mungkin menggeser haluan semula.
Sekilas kelihatannya pemimpin yang menjalankan orkestrasi ini memang bagus. Artinya dia kelihatan sangat baik dalam mengontrol apa yang menjadi keinginannya. Semuanya bisa dilaksanakan dengan tepat waktu dan berhasil. Namun kalau diteliti, berapakah biaya sosial yang diakibatkan untuk melaksanakan keinginan tersebut, misalnya semangat kerja yang menurun atau moral kerja yang menjadi rusak atau aturan-aturan prudential yang dilanggar? Seringkali pemimpin jenis ini hanya menjalankan apa yang menjadi agenda jangka pendeknya, di mana agenda tersebut biasanya muncul dari ide-ide yang didapat secara instan dan spontan.
Kita tahu bahwa pemimpin jenis ini banyak berhubungan dengan orang lain termasuk orang-orang ‘top’ di dunia dalam perjalanannya ke berbagai penjuru dunia. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut seringkali sang pemimpin menang-kap ide-ide brilian yang menarik. Kemudian ide-ide tersebut dibawa pulang ke organisasinya untuk dilaksanakan. Pelaksanaan tersebut sering harus menggeser agenda kerja yang ada yang sudah direncanakan sebelumnya. Artinya ide baru yang dibawa tersebut harus menggeser prioritas pekerjaan yang sedang berjalan atau yang baru akan dilaksanakan. Akibatnya rencana kerja perusahaan menjadi berubah total, menjadi ‘amburadul’ dan mungkin menggeser haluan semula.
Namun karena instruksi pelaksa-naan berasal dari pemimpin nomor satu, maka tidak ada seorang pun yang berani membantahnya (kare-na kalau membantah akan kehilangan fasilitas dll). Bahkan akibatnya secara pontang-panting dan jungkir balik semua hal yang baru diminta untuk dilakukan tersebut akan menjadi prioritas utama seluruh organisasi saat itu. Dengan demikian target-target utama perusahaan yang semula dicanangkan menjadi tidak tercapai, akibatnya kemungkinan besar keuntungan perusahaan tidak mencapai target. Mungkin saja pendapatan perusahaan tetap mengalami peningkatan, hanya saja peningkatan tersebut menjadi tidak optimal dari yang seharusnya dapat dicapai seandainya perusahaan tetap konsisten pada rencana kerja semula. Selain itu seringkali pekerjaan-pekerjaan yang menggeser prioritas perusahaan semula adalah pekerjaan-pekerjaan yang bukan ‘core business’ dari perusahaan. Kerap kali yang harus dilakukan tersebut adalah proyek-proyek mercusuar untuk meningkatkan popularitas sang pemimpin semata. Malangnya, hal tersebut harus dilakukan dengan mengorbankan kepentingan perusa-haan yang seharusnya menghasilkan prestasi lebih baik sehingga bisa dinikmati seluruh stakeholder perusahaan termasuk kesejahteraan pegawainya.
Seorang rekan penulis mence-ritakan pengalamannya bekerja di sebuah organisasi di mana pemim-pinnya menjalankan orkestrasi “saya paling benar”. “Wah, sangat mena-kutkan Mas” katanya. “Arena pertemuan dengan sang pemimpin jadi arena pengadilan, di mana vonis dapat dijatuhkan setiap saat termasuk penghinaan kepada pegawai sampai kepada pemecatan. Semuanya ‘on spot’,” lanjutnya.
Rekan saya tersebut diminta memimpin sebuah unit usaha di mana bisnis ini hanya bisa dikembangkan kalau dilakukan penambahan karya-wan yang memadai. Namun, sang pemimpin menolaknya karena me-nurut pendapat beliau pengem-bangan bisa dilakukan secara internal dengan memakai jaringan peru-sahaan yang ada. Rekan saya tidak menyalahkan pendapat tersebut, namun memang untuk mengelola ‘niche internal market’ tersebut pun tidak mungkin dilakukan hanya dengan menggunakan sumber daya yang ada. Karena tidak dise-tujui, proyek tersebut menjadi terkatung-katung tanpa ada keputusan, sementara banyak ke-sempatan untuk mengembangkan bisnis tersebut menjadi hilang.
Seorang rekan yang lain bekerja di perusahaan pengelolaan properti, mengalami hal yang menyakitkan karena ulah pemimpin yang menjalankan gaya orkestrasi “saya paling benar”. Teman saya tersebut diminta memasang nama gedung di sebuah bangunan pencakar langit di Jakarta. Namun instruksi dari atasannya diberikan terlambat sehingga pengerjaannya tidak bisa selesai sesuai target waktu. Akibatnya pemilik gedung berang dan mengancam teman saya untuk dipecat (sang pemilik gedung juga pemilik perusahaan pengelola property tersebut). Sang atasan teman saya tersebut malahan berkelit bahwa instruksinya tidak terlambat dan terus menekan teman saya untuk segera menyelesaikannya, kalau tidak maka pemecatan yang diminta pemilik gedung akan dijalankan.
Seorang rekan penulis mence-ritakan pengalamannya bekerja di sebuah organisasi di mana pemim-pinnya menjalankan orkestrasi “saya paling benar”. “Wah, sangat mena-kutkan Mas” katanya. “Arena pertemuan dengan sang pemimpin jadi arena pengadilan, di mana vonis dapat dijatuhkan setiap saat termasuk penghinaan kepada pegawai sampai kepada pemecatan. Semuanya ‘on spot’,” lanjutnya.
Rekan saya tersebut diminta memimpin sebuah unit usaha di mana bisnis ini hanya bisa dikembangkan kalau dilakukan penambahan karya-wan yang memadai. Namun, sang pemimpin menolaknya karena me-nurut pendapat beliau pengem-bangan bisa dilakukan secara internal dengan memakai jaringan peru-sahaan yang ada. Rekan saya tidak menyalahkan pendapat tersebut, namun memang untuk mengelola ‘niche internal market’ tersebut pun tidak mungkin dilakukan hanya dengan menggunakan sumber daya yang ada. Karena tidak dise-tujui, proyek tersebut menjadi terkatung-katung tanpa ada keputusan, sementara banyak ke-sempatan untuk mengembangkan bisnis tersebut menjadi hilang.
Seorang rekan yang lain bekerja di perusahaan pengelolaan properti, mengalami hal yang menyakitkan karena ulah pemimpin yang menjalankan gaya orkestrasi “saya paling benar”. Teman saya tersebut diminta memasang nama gedung di sebuah bangunan pencakar langit di Jakarta. Namun instruksi dari atasannya diberikan terlambat sehingga pengerjaannya tidak bisa selesai sesuai target waktu. Akibatnya pemilik gedung berang dan mengancam teman saya untuk dipecat (sang pemilik gedung juga pemilik perusahaan pengelola property tersebut). Sang atasan teman saya tersebut malahan berkelit bahwa instruksinya tidak terlambat dan terus menekan teman saya untuk segera menyelesaikannya, kalau tidak maka pemecatan yang diminta pemilik gedung akan dijalankan.
Bagaimana mengatasi ulah pemimpin dengan orkestrasi ‘saya paling benar’ tersebut? Pertama-tama, sebagai pekerja kristiani teruslah memiliki ‘Roh’ yang kuat dan bernyala-nyala seperti Daniel yang memiliki ‘Roh” yang luar biasa (Daniel 6: 4) yang membuatnya berhasil dalam melakukan tugas-tugas profesionalismenya di jaman Raja Darius. Kedua, tentunya kita sebagai bawahan harus tetap tenang. Kita harus memastikan bahwa semua hal yang kita lakukan sudah benar dan sesuai dengan prosedur. Artinya dari cara kita bekerja sudah tidak ada celah kesalahan atau kecerobohan yang merugikan perusahaan. Sehingga dari sudut mana pun dilihat tidak ada kesalahan yang bisa ditimpakan kepada kita sebagai bawahan. Ketiga, tetaplah yakin bahwa Tuhan menempatkan kita bekerja di suatu tempat adalah sesuai dengan rancangannya yang terbaik untuk hari depan kita yang penuh harapan. Kita ditempatkan di suatu tempat adalah untuk menjadi saksi-Nya yang ajaib dan heran, di mana melalui pekerjaan kita nama Tuhan Yesus Kristus bisa dipermuliakan. Bukan nama kita yang perlu dipuji, ditinggikan atau diangkat, namun biarlah orang melihat bahwa apa yang kita lakukan dengan berhasil adalah karena kemurahan dan campur tangan Tuhan di mana Roh Tuhan tersebut tinggal di dalam kita.
Pemimpin kristiani, marilah kita terus mendoakan para pemimpin-pemimpin kita di perusahaan tempat kita bekerja seburuk apa pun tingkah laku dan kelakuan mereka terhadap para karyawan. Tetaplah percaya, bahwa Tuhan bekerja dalam setiap perkara untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia – Amen.v