Pdt. Bigman Sirait
Reformata.com – Bapak Pengasuh, dalam pembahasan di sebuah kelompok Penelaahan Alkitab (PA), pemimpin PA tersebut menyatakan bahwa dosa itu telah ada sebelum manusia itu diciptakan. Pernyataan ini terjadi karena melihat fakta Alkitab tentang kejatuhan malaikat di dalam dosa, sebelum manusia diciptakan. Menurut saya itu benar, namun kenyataan ini membuat saya dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1) Ternyata sebelum manusia ada, sudah ada dosa. Tidak heran kalau manusia yang tidak berdosa itu dapat jatuh dalam dosa. Manusia kan ciptaan, jadi sudah sewajarnya dia gagal dan jatuh dalam dosa, karena keterbatasannya itu; 2) Dosa itu sudah ada, namun manusia belum mengenalnya sebelum rayuan si iblis itu. Sejak rayuan di taman Eden itulah, manusia mengenal dan hidup dalam dosa. Dosa pun semakin berkembang; 3) Apakah potensi manusia tidak dapat jatuh dalam dosa, saat awal diciptakan, itu kenyataan yang salah? Karena terbukti dia bisa jatuh dalam dosa.
Akhirnya melihat kenyataan dosa yang sudah ada sejak awal, semakin membuat saya sadar, betapa sangat terbatasnya manusia. Untuk itu manusia harus selalu bergantung kepada Allah.
Frensca
Bekasi
FRENSCA yang dikasihi Tuhan, PA yang baik memang menyenangkan, mengajak kita memikirkan berbagai hal yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Namun saat yang bersamaan bisa jadi kurang baik, jika tidak tuntas pembahasannya. Karena itu, menurut hemat saya, adalah tindakan bijaksana mendalaminya.
Soal dosa sudah ada sebelum manusia diciptakan, adalah benar. Iblis sebagai makhluk roh sudah dilemparkan dari surga, dari hadapan Allah, karena pemberontakan dalam kegairahan ingin sama dengan Allah. Iblis yang sebelumnya adalah malaikat benar, kini disebut iblis, si pendosa (1 Yohanes 3: 8). Tetapi mengatakan bahwa “sudah sewajarnya manusia gagal dan jatuh kedalam dosa karena keterbatasannya”, sungguh tidak pas. Dengan jelas Alkitab mengatakan bahwa manusia diciptakan sempurna, segambar dan serupa dengan Allah.
Sebagai ciptaan, manusia diciptakan tidak bedosa, namun bisa jatuh ke dalam dosa. Ini adalah konsekuensi logis sebagai ciptaan yang sudah terbatas (ingat, yang tidak terbatas hanya Allah). Tetapi dalam keterbatasannya manusia bisa tidak berbuat dosa, karena dia diciptakan dalam kebenaran. Dengan jelas pula Alkitab berkata agar manusia jangan memakan buah yang dilarang, yang apabila dimakan maka manusia akan mati (Kejadian 2: 17). Artinya manusia berkemampuan untuk tidak melanggar, dan memang dituntut untuk taat, kecuali ingin mati dihukum Allah.
Itu sebab ketika manusia melanggarnya, manusia dihukum mati, karena seharusnya bisa menolak godaan iblis (tidak berbuat dosa). Jika wajar tentu Allah tidak akan menghukum manusia. Dan itu juga berarti Allah telah menciptakan manusia yang tidak sempurna. Padahal kesaksian Alkitab sangat jelas. Tidak seharusnya manusia gagal, karena bisa menolak iblis, dan sudah seharusnya taat kepada perintah Allah, bukan melanggarnya. Sehingga pelanggaran manusia adalah kejahatan serius, karena lebih percaya godaan iblis dan mengabaikan larangan Allah, sehingga hukuman mati sangatlah wajar.
Yang kedua, bahwa manusia mengenal dosa sejak rayuan iblis, tidak sesuai keterangan kitab Kejadian. Dengan jelas manusia dilarang melanggar perintah Allah, dan hukuman juga sangat jelas, yaitu kematian. Bagaimana mungkin pada saat itu manusia tidak mengerti apa itu dosa. Karena jika tidak tahu apa itu dosa, itu berarti manusia akan lolos dari hukuman Allah. Seperti orang gila membunuh, dia tidak dapat dituntut karena dinilai tidak menyadari apa yang dilakukannya karena kegilaannya. Jadi jelas manusia tahu apa itu dosa atau tidak, sehingga manusia bisa diganjar hukuman. Jangan lupa, ketika digoda iblis, Hawa jelas mengatakan Tuhan melarang (dosa = melanggar perintah Allah).
Memang banyak orang berpikir seperti itu karena menafsirkan, setelah makan buah manusia telah tahu yang jahat dan baik (Kejadian 3: 22), karena manusia telah menjadi salah satu dari kita. Padahal jelas, sejak penciptaan manusia dicipta segambar dan serupa dengan Allah. Ayat ini tidak menunjukkan hal tahu baik atau jahat (karena sebelumnya pun sudah tahu), tetapi lebih kepada manusia tidak boleh, karena tidak layak, memakan buah kehidupan, sehingga hidup kekal. Manusia harus disingkirkan dari Taman Eden. Ini betul, karena manusia sudah dihukum dalam kematian kekal.
Pengertian dosa berkembang bukan kualitasnya, melainkan kuantitasnya. Jangan lupa, tidak ada dosa besar atau kecil, semua sama berdosa. Pembunuhan, homo, sudah ada sejak awal. Yang berkembang hanya jumlah pelaku, penyebaran, dan variasinya. Sementara soal potensi manusia, harus diingat bahwa manusia bisa jatuh ke dalam dosa, adalah betul, tetapi jangan lupa bisa juga tidak berbuat dosa. Jadi potensi ini bersifat netral, sama peluangnya, tinggal kepada siapa manusia percaya. Bukan tidak bisa jatuh ke dalam dosa. Karena jika tidak bisa, tidak perlu ada perintah larangan memakan buah. Seharusnya manusia percaya kepada Allah, pasti tidak berdosa bukan? Sayangnya manusia justru percaya kepada iblis, tetapi bukan karena tidak bisa menolak, tetapi kepercayaan yang salah arah.
Karena itu, sekali lagi, sangatlah pantas manusia dihukum, karena peluang bahagianya sangat besar. Godaan kekuasaan (sama dengan Allah) membuat manusia lupa diri, dan terjebak rayuan iblis. Padahal keterbatasan manusia bukanlah masalah, karena justru dalam keterbatasan itulah letak kesempurnaannya. Yang diperlukan hanya ketaatan agar keterbatasan menjadi indah dalam kehidupan. Keterbatasan membuat manusia justru bergantung kepada Allah. Sayang, dalam kasus Taman Eden manusia justru mempercayakan ketaatan yang salah, yaitu kepada iblis.
Frensca yang dikasihi Tuhan, memang menarik memahami Alkitab dengan teliti karena sangat akurat, dan logikanya amat sangat kuat. Iman orang benar dimampukan menangkap kebenaran Alkitab seutuhnya, sebaliknya bagi orang yang tidak beriman. Selamat belajar memahami setiap perintah-Nya, dan melakukannya dalam kehidupan ini. Baik Frensca, semoga penjelasan ini bisa menjadi gerkat, dan juga bahan perenungan di PA selanjutnya. Salam saya kepada semua rekan-rekan PA. Tuhan memberkati.v