Gosip

 Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*

DALAM beberapa tulisan terkhir kita membahas suatu area yang penting untuk pertumbuhan seseorang, yaitu mengendalikan perkataan-perkataan kita agar memiliki integritas dan membangun. Oleh karena manusia diciptakan dalam gambar dan rupa Allah sedangkan Allah berkarya melalui perkataan-perkataan-Nya, manusia sudah pasti  menggunakan kata-kata untuk berkarya. Namun karena manusia sudah jatuh dalam dosa, segala sesuatu yang dilakukan manusia potensi dirusak dosa sehingga bersifat merusak.
Area kata-kata lain yang kita akan lihat adalah apa yang disebut gosip. Alkitab sudah jelas-jelas mengatakan bahwa menggosip adalah perbuatan dosa. Namun ‘dunia’ sudah terbiasa dengan gosip. Di mana-mana kita men-dengar gosip, di tempat kerja, di lingkungan rumah, di lingkungan sosial tertentu, bahkan di gereja. Tempat-tempat orang berkumpul, seperti untuk makan siang, untuk coffee break, potensi menjadi tempat orang bergosip-ria. Ki-ta mengetahui kemungkinan pem-bicaraan gosip sedang terjadi ketika ada orang lain datang, orang melihat ke orang tertentu dan sudah barang tentu dari topik yang menjadi pembicaraan.
Bahkan gosip di antara kelompok tertentu khususnya selebriti telah dijadikan suatu entertainment bagi masyarakat. Kehidupan artis dibicarakan tidak untuk membangun tapi sekadar untuk memenuhi keinginan-tahu masyarakat. Seperti film tentang kuasa-kuasa gelap yang dijinakkan me-lalui cerita, kartun, komedi film, orang tidak merasa lagi gosip adalah sesuatu yang jahat apalagi sebagai dosa.
Apa sebenarnya gosip itu? Seorang penggosip adalah orang yang me-miliki informasi tentang seseorang dan menyampaikan kepada orang lain yang tidak ada urusan untuk mengetahuinya. Informasi yang dibicarakan bisa benar tapi sering sudah ditambah dengan bumbu-bumbu penyedap. Tujuan menggosip, disadari atau tidak, adalah untuk meninggikan diri dan membuat orang lain kelihatan buruk. Bisa juga menggosip untuk sekadar kenikmatan melakukannya. Informasi yang menjadi bahan gosip adalah kesalahan, kelemahan atau hal-hal tentang hidup seseorang yang bisa memalukan. Seorang penulis mengatakan gosip adalah suatu bentuk ‘serangan’ ke seorang pribadi dan telah menjadi suatu bentuk ‘kekerasan’ di tempat kerja. Semakin sensasional informasi itu semakin cocok untuk menjadi bahan gosip.
Bagaimana sikap Alkitab terha-dap gosip? Masalah perkataan, khususnya gosip, demikian pen-ting sehingga sangat banyak dibi-carakan. Ada yang menghitung ada 127 pasal yang berbicara tentang gosip. Alkitab ternyata bersikap sangat keras menentang gosip. Gosip adalah perbuatan dosa yang disejajarkan dengan iri hati, pembunuhan, kesombongan, fitnah, dsb – dosa-dosa yang patut menerima hukuman mati (lihat Roma 1: 29-32). 
Jika demikian menggosip bukan kebiasaan kecil yang bisa kita abaikan, apalagi kita kembangkan. Sayangnya orang Kristen tidak terbebas dari kebiasaan gosip, bahkan memiliki bahan yang lebih banyak. Kedekatan dengan sesama orang percaya membuat dia mengetahui banyak hal tentang kehidupan pribadi mereka. Dan ini potensial menjadikan dia seorang penggosip. Kadang dikaburkan dengan alasan rohani untuk mendoakan yang digosipkan. Ketika gosip sudah menyebar maka ini menciptakan persepsi tertentu tentang pribadi yang digosipkan dan menyakitkan hati yang bersangkutan. Ke    tika seseorang sedang membutuhkan kasih, perhatian, pengampunan dan dorongan di lingkungan gereja sebaliknya hatinya malah disakiti oleh gosip.
Gosip termasuk suatu dosa yang berbahaya karena bentuknya yang halus dan kabur sehingga banyak orang tidak mengenali sebagai gosip. Tanpa sadar dia telah terlibat dalam perbuatan gosip. Kita harus hati-hati ketika mendengar kata-kata informasi rahasia tentang seseorang atau mendengar nama seseorang diperbincangkan secara negatif.  Hati-hati dengan pembicaraan yang dimulai dengan ungkapan prihatin dengan seseorang.
Alasan orang terlibat di dalam gosip bisa bermacam-macam, bisa jadi agar dia bisa masuk dan diterima dalam suatu lingkungan pergaulan. Bisa untuk menutup sifat rendah diri. Namun akar dari gosip adalah sikap negatif, menghakimi, menuduh dan sikap tidak bertanggung jawab dan tidak mengasihi dengan tulus.
Agar kita berubah dan bertumbuh kita perlu mengenali dengan jelas suatu gosip dan bersikap benar terhadap masalah gosip. Untuk mengenali gosip kita bisa menanyakan: Apakah pembicaraan ini baik? Apakah pembicaraan ini benar? Apakah ini membangun?Apakah saya akan tetap berbicara hal yang sama kalau orang yang dibicarakan muncul di samping kita? Jika kebanyakan jawaban dari pertanyaan ini adalah ‘tidak’, bisa dipastikan pembicaraan ini adalah gosip yang harus kita hentikan.
Kalau kita sendiri sering atau kadang ikut menggosip, kita harus bertobat – minta ampun kepada Tuhan dan bertobat, tidak melakukan lagi. Kita harus melihat gosip seperti Alkitab melihatnya, yaitu sebagai suatu perbuatan dosa yang keji. Ketika kita tergoda untuk menggosip, yang biasa terjadi ketika sekumpulan orang bersosialisasi, segera hentikan keinginan untuk terlibat. Ketika mendengar orang-orang menggosip, kalau bisa hentikan, tapi kalau tidak bisa hindari. Tuhan memberkati.v

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *