Khotbah Populer

Kebenaran Tak Memerlukan Pengakuan

Tags : Bibliologi Doktrin Alkitab

Pdt. Bigman Sirait
GELOMBANG perjalanan hidup manusia dalam usahanya memahami Allah sudah terjadi sejak dulu. Sudah barang tentu usaha untuk memahami Allah akan mengalami kegag


Pada tahap pra-modern, mistik sangat berkembang sehingga semua orang cenderung bertuhan. Hal itu antara lain karena realita kehidupan pada waktu itu semua orang sangat bergantung pada alam semesta. Dengan sendirinya pula, kondisi keberagamaan yang sangat kuat pengaruhnya, mendominasi kehidupan banyak manusia. Kemudian pada gelombang kedua yaitu modern, di mana terjadi penemuan mesin-mesin, cakrawala pikir manusia pun berkembang luar biasa. Struktur pemikiran ini menimbulkan suatu kepongahan dalam diri (pikiran) manusia untuk menjangkau Allah. Terjadilah era yang disebut rasional.
Kemudian di era yang berikutnya lagi, berkembang pemikiran posmo dan isme, di mana yang menjadi titik utama adalah perasaan, bukan lagi pada kemampuan berpikir. Dalam pemikiran ini, kemampuan merasa (feeling) menjadi segala-galanya. Maka peranan agama kembali bergeser. Yang paling utama adalah yang ada di dalam, yaitu perasaan.


Namun jangan pernah menganggap kalau kekristenan “mati”di dalam mistik, rasio atau perasaan. Sebab kekristenan justru hidup. Namun yang membuat repot atau menjadi masalah adalah kekristenan itu—di dalam tahap-tahap-nya—juga dipengaruhi oleh paham mistis, rasionalisme, maupun paham yang sangat mengagung-agungkan perasaan. Nah, kehidupan-kehidupan semacam ini mewarnai—atau lebih tepat—menodai ke-kristenan. Tetapi jangan salah mengerti, hal ini bisa terjadi bukan karena Alkitab kurang kuat, atau kebenarannya kurang tepat, tetapi karena ketidakmampuan kita sendiri menjawab realita yang berkembang pada jaman kita masing-masing.


Kebenaran yang hakiki itu adalah Alkitab. Tetapi tidak sedikit kekristenan membuka lubang, sehingga ajaran-ajaran yang salah itu datang, masuk dan memengaruhi kekristenan. Tugas utama kita adalah memengaruhi yang lain-lainnya itu supaya sejalan dengan nilai-nilai kekristenan, karena kita disebut sebagai garam dan terang dunia. Garam mengasinkan dan memberi keawetan pada apa yang dijangkaunya, dan terang mene-rangi segala celah yang mampu dijangkaunya. Begitulah seharusnya orang Kristen.
Yohanes 4: 20-24 berbicara tentang seorang perempuan Samaria yang berdialog dengan Yesus tentang nenek moyangnya yang menyembah di atas gunung. Dan Yesus mengoreksi pendapat perempuan itu dengan mengatakan bahwa Allah itu roh, maka barang siapa menyembahnya harus dalam roh dan kebenaran. Kalimat yang diucapkan Yesus kepada perempuan Samaria itu ternyata menggema di sepanjang jaman: Bahwa seharusnyalah kita menyembah Bapa di dalam roh dan kebenaran. Karena apa? Allah itu roh, dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya di dalam roh dan kebenaran.

Bersifat mutlak
Kebenaran bersifat mutlak, dan tidak memerlukan pengakuan supaya dia menjadi benar. Kita boleh bilang, bahwa benar itu benar. Tetapi benar itu tidak menjadi benar karena kita mengatakannya benar. Sebaliknya, sekalipun kita tidak mengatakan bahwa benar itu benar, dia tetap benar. Karena kebenaran itu tidak memerlukan sebuah pengakuan supaya dia menjadi benar. Sebab kebenaran, benar pada dirinya.
Kebenaran, adalah benar pada hakekatnya. Dan kebenaran itu hanya berasal dari/ atau ada pada Allah. Maka seluruh kebenaran yang ada di muka bumi ini adalah common grace, anugerah umum. Dan anugerah umum itu benar-benar ada dan dipahami oleh semua orang. Tetapi secara special grace, kebenaran menemukan kesejatian Sang Kebenaran yang datang ke dunia di dalam diri Yesus Kristus. Hanya orang yang diperkenankan Tuhan, yang dicintai Tuhan, dinyatakan dengan itu. Dan pernyataan Tuhan terhadap orang-orang yang dicintai-Nya menjadi misteri pribadi lepas pribadi. Beruntunglah perempuan Samaria menemukan kesejatian itu, sehingga dia boleh mengenal Tuhan.


Jadi Allah yang benar adalah Allah yang benar pada diri-Nya, yang tidak memerlukan pengakuan kita sehingga Dia menjadi benar, dan Dia tidak terganggu karena ketidakbenaran, dan itu tidak mengurangi nilainya. Sebaliknya, kebenaran Allah membenarkan kita yang tidak benar sehingga kita yang tidak benar menjadi benar. Jika kita benar, bukan karena kita benar, tetapi karena Allah yang benar membenarkan kita. Allah itu roh, maka kita tidak bisa mengurungnya di dalam ruang semau kita, atau membentuk Dia seperti apa yang kita kehendaki. Dia tidak bisa kita kurung bahkan di dalam pikiran kita, karena Dia roh yang melintasi ruang dan waktu, melintas batas secara luar biasa.
Allah yang roh itu bisa hadir di mana-mana dalam waktu yang bersamaan karena Dia Allah yang hidup, yang luar biasa. Nah, Allah yang benar dan roh inilah menuntut kita supaya menjadi penyembah-penyembah di dalam roh, yaitu tidak terkurung dalam ruang dan waktu. Oleh karena itu, maka kita harus memerhatikan betul-betul di tengah kehidupan kita, hakekat daripada kebenaran Allah itu. Kebenaran ini nyata di dalam diri kita, membenarkan diri kita.

(Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)


 

Lihat juga

jQuery Slider

Komentar


Group

Top