Bahaya Superioritas Beragama

 Pdt. Bigman Sirait

CELAKALAH mereka yang menginginkan hari Tuhan… (Amos 5: 18-20). Hari Tuhan, gambarannya sangat berbeda dengan apa yang diimajinasi oleh banyak orang dalam konsep keagamaan yang kosong. Dan tampaknya itulah yang terjadi dalam kehidupan orang-orang Israel waktu itu. Hari Tuhan sebetulnya menyangkut hari kedatangan Tuhan, dan bagaimana Tuhan datang menyatakan kasih dan kuasa-Nya, membela semua orang benar dan membawa mereka ke dalam kekekalan, tetapi menghukum mereka yang melawan-Nya.
Perjanjian Baru (PB) menerjemahkan hari Tuhan sebagai “kedatangan kedua” Yesus Kristus. Namun rupanya, pengajaran para rabbi tentang kedatangan Mesias sebagai kemenangan gegap gempita, sangat terasa sekali. Itu sebab ketika Yesus yang menyebut diri Mesias datang dan tidak memenangkan pertempuran secara militeristik, mereka kecewa. Jadi pengajaran dari para rabbi mempengaruhi mereka tentang konsep hari Tuhan. Dan itu pergumulan sepanjang jaman, sama seperti sekarang sangat banyak pemahaman dan tafsir soal akhir jaman.
Apa yang hendak dikemukakan Amos dalam hal ini? Rupanya rasa keunggulan dalam beragama sudah merupakan malapetaka bagi orang Israel. Itu sebab mereka ingin hari Tuhan segera datang. Tetapi, Amos  berkata, “Celakalah mereka yang menginginkan hari Tuhan! Kenapa Amos bilang celaka? Keunggulan beragama menjadi satu rasa yang ditimbulkan secara berlebihan. Orang Israel merasa sangat unggul dalam keagamaan. Pertama, karena mereka bangsa pilihan Tuhan. “Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu” (Amos 3: 2). Orang Israel hanya memperhatikan kalimat bagian depan, dan mengabaikan bagian terakhir:  “sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu”. Orang Israel berpikir sudah tidak lagi dihukum karena bangsa pilihan. Mereka berpikir, yang dihukum adalah orang kafir. Rasa unggul dalam keagamaan membuat mereka jumawa, sombong di dalam rasa sebagai milik Tuhan, tetapi mengabaikan tugas dan tanggung jawab sebagai anak-anak Tuhan.
Yang kedua, superioritas keagamaan melihat keunggulan diri, bukan kemurahan Tuhan, ini pun jadi masalah. Sering kita merasa hebat karena kita Kristen. Kita lupa, kita hebat karena Tuhan mengasihi kita. Dan ini membuat kita besar kepala. Tetapi orang yang sadar dia hebat karena kemurahan Tuhan selalu rendah hati. Dalam  superioritas keagamaan mereka merasa luar biasa, maka orang Israel merasa paling hebat dan unggul, dan mereka lupa untuk melihat Tuhan.
Seperioritas keagamaan membuat mereka tidak lagi menyadari akan anugerah Tuhan. Kita sudah seharusnya memuji  Tuhan, dan itu bukan keugggulan. Keunggulanmu adalah karena kau dipilih Tuhan. Kewajiban keunggulanmu adalah memuji dan memuliakan  Tuhan. Bila ibadah dianggap keunggulan berarti mengabaikan kasih karunia Tuhan. Dan ini satu masalah yang sangat serius di dalam agama. Superioritas agama harus disikapi hati-hati. Bukankah hal yang sama terjadi pada Yunus? Dia menolak dikirim ke Niniwe karena bagi dia Niniwe itu jahat, tidak berhak atas cinta kasih, keselamatan, dan kemurahan Tuhan. Ini lucu. Yang mau bermurah hati itu Tuhan, kok Yunus yang marah.

Umat yang hebat
Orang Kristen banyak yang kacau. Tetapi orang Kristen tidak sama dengan gereja. Gereja banyak yang kacau, tetapi gereja tidak sama dengan Alkitab. Kau boleh kenal Alkitab, tetapi tidak sama dengan engkau mengenal Tuhan secara utuh. Alkitab itu adalah firman yang perlu kita tahu, tetapi terlalu banyak juga yang kita tidak tahu. Dan itu misteri, hak dan kedaulatan Tuhan. Jadi jangan main pukul rata, karena orang Kristen salah maka gereja  salah. Gereja salah Alkitab salah. Perlu kejelian untuk memahami. “Jadi saya hebat bukan karena saya melakukan sesuatu yang hebat, tetapi saya hebat karena saya dipilih Tuhan yang hebat, karena Tuhan  yang hebat memilih saya maka seharusnya saya menjadi hebat”. Cara berpikir seperti ini harus kita perhatikan supaya tidak terjebak seperti orang Israel dalam superirotas beragama.
Yang ketiga, kepalsuan keagamaan. Superioritas keagamaan tadi menjadikan mereka terjebak dalam ritual, bukan melihat dalam spiritual.  Maka secara ritual mereka bangsa pilihan. Secara ritual mereka ibadah dari pagi hingga  sore. Secara ritual mereka melakukan puasa. Tetapi secara spiritual mereka kering. Tuhan berkata, “Percuma  persembahanmu, aku benci ibadahmu. benci doamu, benci puasamu, karena semua kau lakukan hanya sebagai kewajiban keagamaan, bukan sebagai jawaban atas panggilan Tuhan”. Dan kita bisa terjebak di sini, terjebak dalam rutinitas keagamaan, memperdebatkan  apa yang kita kerjakan dalam kehidupan kita. Lalu seakan-akan kalau kita sudah tahu banyak tentang keagamaan maka kita sudah beragama. Sangat banyak orang yang tahu kebenaran tetapi melanggarnya.
Oleh karena itu di dalam hal seperti ini kita bertarung dalam kehidupan kita untuk menemukan kesejatian. Bahaya rasa keunggulan dalam beragama yang kosong akan menjadi perangkap yang sangat menakutkan. Dan terjadinya pertarungan di tengah-tengah dunia ini justru karena rasa keagamaan itu. Di India Hindu menghantam muslim. Di Pakistan sebaliknya. Kristen Serbia membantai muslim Bosnia. Di Indonesia, giliran kita yang dihantam. Dan ini semua tentang mayoritas dan minoritas. Maka keunggulan keagamaan harus diperhatikan dalam kontekas kebenaran, bukan dalam konteks kebanyakan. Kita juga tidak boleh serta-merta mengatakan agama itu salah. Agama itu tidak pernah salah, melainkan oknum-oknum penganut agama itu. Gereja tidak salah, yang salah pengelolanya. Tidak ada yang salah dalam Alkitab, yang bisa salah orang yang menafsirkannya.
Ketika dalam rasa superioritasnya Israel ingin hari Tuhan segera datang, Amos mengatakan, “Celakalah…!” Kenapa? Karena kamu belum siap kok. Karena sekalipun bangsa pilihan, mereka akan dihukum karena tidak melakukan kebenaran. Jadi minta hari Tuhan, sama saja minta dihukum. Oleh karena itu, orang yang menginginkan hari Tuhan supaya ada kemerdekaan dan kepuasan dirinya, supaya semua musuh hancur, itu bodoh sekali. Karena dia akan turut hancur juga. Mereka berpikir hanya musuh saja yang dihukum, mereka juga orang berdosa. Mereka berpikir, jalan keluar dari segala peindasan dan kesulitan, adalah tibanya hari Tuhan. Tetapi mereka lupa di sana ada permasalahan serius.
Oleh karena itu, kalau kau berpikir karena kau unggul maka masuk surga mulia, lepas dari segala persoalan, lalu meminta hari  Tuhan, bodoh sekali. “Kacalah dirimu. Lihatlah apakah kau berani menatap hari Tuhan itu?”  kata Paulus.v (Diringkas dari CD khotbah oleh Hans P. Tan)
 

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *