Miskin Itu Tidak Suci

Pdt. Bigman Sirait

Bapak Pengasuh, Ada statement seorang hamba Tuhan, kalau “miskin itu tidak  suci, miskin itu mempermalukan kerajaan Allah”. Mendengar statement ini, saya langsung bertanya apa maksudnya, menurut dia orang yang miskin pengetahuan. Bagaimana menurut pendapat Bapak, untuk menyingkapi statemen dan jawaban di atas?

Alfredo, Kelapa Gading

Senang melihat sikap anda yang kritis atas kebenaran.  Terlebih lagi, mengkritisi pengkhotbah yang berjubah pendeta, namun lebih sering menyampaikan pemahaman yang salah ketimbang yang benar. Lebih celaka lagi, tak sedikit yang mengobarkan semangat, jangan mengkritik hamba Tuhan, karena dia adalah biji mata Tuhan. Padahal, terlalu banyak hamba Tuhan yang dicatat Alkitab sebagai yang palsu, tak berbobot, bahkan gemar memperjual belikan kebenaran. Para imam, sejak Perjanjian Lama (PL) hingga Perjanjian Baru (PB), dikritik keras dan disebut sebagai pemakan suap oleh Alkitab, bahkan Yesus menghardik mereka sebagai penghuni neraka. Lalu ada nabi Zedekia, si-nabi istana yang gemar berdusta, demi fasilitas istana (1 Raja-raja 22).
Sementara di PB. lebih ironis lagi, Yudas yang terbilang 1 dari 12 rasul, menjual Tuhan Yesus demi 30 keping perak. Apakah mereka ini yang disebut sebagai hamba Tuhan, yaitu; imam, nabi, rasul, adalah biji mata Tuhan? Jelas sekali tidak! Kembali kepada persoalan miskin itu tidak suci. Alkitab bicara pada banyak perspektif. Misalnya soal miskin, itu bisa berarti miskin secara ekonomi, atau miskin rohani. Miskin rohani sangat jelas, mengacu kepada orang yang tak menyukai kebenaran, dan lebih memilih keduniawian. Orang yang miskin rohani sangat bergairah dengan kenikmatan sementara. Sementara miskin secara ekonomi, adalah fakta yang tidak terbantah. Orang Israel, pada masa perbudakan di Mesir, nyaris miskin merata. Lalu ada juga yang menjadi miskin karena bencana alam, atau kemarau panjang. Bisa juga seorang menjadi janda miskin, karena ditinggal oleh suami sebagai tulang punggung keluarga.
Ada banyak kemungkinan orang jatuh miskin, dan itu bukan karena tidak suci. Memang, ada orang yang miskin karena kemalasannya. Orang seperti ini ditegur oleh Alkitab, dan disuruh belajar kepada semut (baca; binatang). Betapa jahatnya mulut seorang pengkhotbah, yang menyebut miskin sebagai tidak suci, apalagi mempermalukan kerajaan Allah. Saya tidak bisa membayangkan, betapa kurangnya pengkhotbah seperti ini membaca Alkitab. Padahal dengan sangat jelas, ada banyak kisah orang miskin yang sangat dikasihi Allah. Pertama, lihatlah bagaimana Alkitab di PL dan PB mengatur kepedulian, dan bantuan bagi orang miskin dan para janda tua. Jika mereka tak suci, sudah tentu Alkitab tidak akan memasukkan mereka dalam hitungan orang yang harus diperhatikan.
Kedua, baca dan ingatlah baik baik, betapa seorang janda miskin di Sarfat, mendapat perhatian khusus dari Allah. Allah mengutus nabi besar yang sangat terkenal pada era PL, untuk menemui dan mengurusi janda yang miskin ini bersama seorang anaknya. Elia tinggal bersama mereka, sepanjang musim kemarau yang panjang (Lukas 4:25-26). Kemarau telah membahayakan kehidupan mereka, dan yang pasti, mereka juga miskin tanpa harus menunggu musim kemarau panjang. Allah sangat mengasihi janda di Sarfat, memeliharanya selama musim kemarau, dengan keajaiban tepung yang tak kunjung habis. Apakah selamanya? Jelas tidak! Mujizat tepung itu berakhir sampai musim kemarau usai, (1 raja raja 17:14). Artinya, setelah musim kemarau itu, si-janda yang dikasihi Allah, kembali kedalam kehidupan normalnya sebagai orang yang miskin. Hanya orang yang tidak suci yang akan menyebut ibu janda miskin ini tidak suci. Dan, mereka-mereka itu pula yang mempermalukan kerajaan Allah, karena mereka sangat materialistis. Ini adalah kisah PL yang sarat dengan paham dualistik, yang berkembang. Kaya diberkati, miskin dikutuk. Dan ini dilawan oleh Alkitab dengan ajaran dan peristiwa yang tidak terbantah. Lalu di dalam PB sendiri bagaimana?
Lagi lagi kisah janda miskin dalam Markus 12:41-44, Lukas 21:1-4, menjadi kesaksian hidup. Jelas Alkitab menyebutnya janda miskin, tak perlu penafsiran untuk itu. Dan jelas pula dia memberikan persembahan dalam kemiskinannya. Namun harus diingat, bahwa dia tetap miskin setelah memberi persembahan itu. Yang hebat, persembahannya mendatangkan pujian yang luar biasa dari guru yang luar biasa, Yesus Kristus Tuhan. Tuhan Yesus yang suci, memuji janda miskin itu, karena kesuciannya dalam memberi, (tidak ada motif terselubung). Janda miskin yang suci hati, sangat dikasihi oleh Yesus Sang suci. Bagimana mungkin seorang pengkhotbah berlawanan dengan ajaran Tuhan Yesus. Anehkan? Atau memang dia bukan pecinta Firman Hidup yang selalu bergairah membaca, menyelidiki, dan melakukan, seperti yang Tuhan Yesus ajarkan. Jelas dalam kasus janda miskin di PB, dia sangat memuliakan Tuhan, dan menjunjung tinggi kerajaan Allah.
Belum lagi jika kita berbicara tentang jemaat Makedonia yang miskin ( 2 Korintus 8), yang dipuji Paulus, kaya dalam kemiskinannya, bahkan dalam kesulitan ekonomi, mereka ambil bagian untuk meringankan beban saudara seiman, yang kelaparan di Yerusalem. Mereka miskin, tapi mereka suci, bahkan menunjukkan kelas lebih dari rata- rata kehidupan jemaat. Mereka dipuji oleh Paulus, dan mereka sangat memahami arti kerajaan Allah. Mereka tidak asal bunyi.
Begitu pula yang terjadi dengan jemaat di Smirna (Wahyu 2:8-11), mereka menjadi sangat miskin karena isolasi politik, oleh pemerintah setempat. Hal ini terjadi karena sikap tegas mereka menolak menyembah patung kaisar. Mereka dimiskinkan, mereka dianiaya, difitnah, dan dijebloskan kedalam penjara. Lengkaplah penderitaan mereka, dan Tuhan Yesus, sebagai kepala gereja, meminta mereka agar tetap setia. Luar biasa bukan. Jemaat Smirna yang miskin, sangat dikasihi Tuhan Yesus, dan mereka menjadi kesaksian tentang keunggulan kerajaan Allah, disepanjang masa. Amat sangat jelas, betul-betul gamblang gambaran keunggulan jemaat di Alkitab, yang tercatat banyak yang miskin, baik secara pribadi, maupun kelompok. Maka jelas, celakalah mereka yang menyebut miskin sebagai tidak suci. Kecuali, memang dia miskin karena malas, dan hidup tidak bertanggungjawab. Dan itu pun, yang membuatnya tercela, bukan kemiskinannya, melainkan kemalasan, dan sikap tidak bertanggungjawab.
Tak ada orang yang dicela atau ditolak Tuhan, hanya karena kemiskin materi. Tetapi, memang tidak sedikit yang tidak diperhatikan pengkhotbah, karena kurang menguntungkan secara matematis. Dalam Mazmur 73, Mazmur Asaf, dengan jujur mengaku, hampir terpeleset melihat kenyataan orang fasik hidup makmur, subur, dan gemuk adanya. Sementara orang benar, dilihatnya kesulitan dalam kehidupan ini. Bukan soal makmur yang jadi masalah bagi pemazmur, melainkan fakta si fasik bisa memilikinya. Orang fasik bisa kaya. Jelas mereka tidak suci, dan mempermalukan kerajaan Allah bukan?
Nah, terakhir soal miskin pengetahuan. Tak ada yang salah dengan miskin pengetahuan, jika memang dia menerima sedikit suplai. Yang jadi masalah, jika dia malas belajar, apalagi tidak mau belajar, inilah persoalannya. Memang pengetahuan sangatlah penting, terutama yang bersumber kepada Allah. Amsal berkata, takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Jadi tetap saja miskin pengetahuan, tidak berdiri sendiri, melainkan penyebabnya. Sama seperti miskin. Yang ironis soal pengetahuan adalah, kasus ahli Taurat yang selalu merasa hebat, serba tahu tentang Alkitab, namun ternyata mereka adalah pembual yang memperjualbelikan kebenaran untuk perut mereka. Mereka menyalibkan Yesus Krsitus yang dianggap menelanjangi diri, dan bakal menggangu income mereka. Jika terjadi, pasti mereka berhenti kaya, dan mereka tak rela. Maka demi kaya, salibkan Tuhan Yesus, dan Yudas terlibat disana.
Sekarang semua pecinta kekayaan berhati hatilah. Karena bagaimanapun cinta akan uang adalah akar segala kejahatan. Ini tidak suci, dan tidak mempermuliakan Tuhan. Selamat mengendalikan diri, takluk pada kebenaran sejati, dan jangan gila kekayaan. Akhirnya, Alfredo yang dikasihi Tuhan, selamat menjelajah kebenaran tanpa henti, maka kebenaran akan memuaskanmu. Soal apa yang sebetulnya dimaksud si pengkhotbah dengan kata miskin, saya tidak jelas, karena tidak mendengar utuh, tapi hemat saya, hal ini agak jauh dari soal pengetahuan. Namun yang pasti, selamat kritis secara kontinu dan konsisten. Semoga ini menjadi berkat bagi pembaca REFORMATA yang terkasih. Tuhan memberkati kita.      

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *