Manusia memiliki ego dan itu wajar karena manusia diciptakan sesuai dengan gambar Sang Pencipta yang juga memiliki ego. Namun karena dosa, manusia memiliki ego yang telah dirusak oleh dosa. Ego manusia tidak lagi sehat, sering ego mereka membesar. Dengan ego yang tidak sehat maka Allah Sang Pencipta tidak bisa memiliki hubungan yang baik dengan dia. Posisi Allah dalam hubungan dengan manusia tidak bisa ditentukan oleh manusia ciptaan tapi oleh Sang Pencipta, yaitu sebagai Tuhan dan Tuan.
Ego manusia sudah dirusak dosa, ketika mereka menolak Allah menjadi Allah mereka. Adam dan Hawa memakan satu-satunya 'buah' yaitu 'buah pengetahuan baik dan jahat' yang dilarang untuk dimakan, karena keinginan yang Iblis bangkitkan dalam diri mereka untuk menjadi seperti Allah. Akibat perbuatan manusia pertama itu, maka semua ras manusia ada dalam kutuk dosa. Alkitab menyatakan akibat dosa adalah 'mati' terpisah dari Allah dengan segala kutuk yang mengikuti, yang tanpa intervensi Allah, akan masuk dalam neraka.
Sejak manusia dalam dosa, hubungan dengan Allah rusak. Manusia tidak bisa lagi hidup dalam persekutuan dengan Dia. Akibat berikutnya, hubungan sesama manusia menjadi rusak, sejak mula-mula. Kain membunuh saudaranya sendiri Habel karena iri hati, persembahan sang adik diterima Allah sedangkan persembahannya tidak. Namun karena kasih-Nya kepada manusia, maka Tuhan terus mengirimkan para nabi-Nya dan terakhir mengirimkan Anak-Nya yang tunggal sebagai puncak dari rencana penyelamatan manusia dari akibat dosa.
Kepada semua orang, Yesus Sang Juruselamat menawarkan untuk mendapatkan keselamatan itu dengan mengikut Dia. Walau pun keselamatan dianugerahkan kepada manusia dan cukup diterima dengan iman, tidak bisa dan tidak perlu diusahakan manusia (Lihat Efesus 2:8-9), namun ternyata ketika kita menerima anugerah itu dan ikut Yesus, kita harus siap menjalani kehidupan yang berubah – "Setiap orang yang mau mengikut Aku (Yesus), ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." (Lukas 9:23).
Situasi mengikut Yesus ternyata diawali dengan 'menyangkal diri.' Menyangkal diri berarti memulihkan ego yang tidak sehat, menjadi normal sehat dengan mengembalikannya sebagai tahta Sang Pencipta, dengan menghormati dan mematuhi segala kehendak-Nya. Alkitab menyatakan Allah tidak bisa berbagi tahta dengan siapa pun dan apa pun dalam loyalitas pengikut-Nya (Matius 6:24). Sebagai Sang Pencipta, Allah menuntut ketaatan mutlak dari mereka yang mau ikut Dia.
Ketika manusia bisa mengembalikan pusat hidupnya itu kepada Allah itu adalah anugerah. Tanpa anugerah Allah, manusia mau berkuasa atas dirinya, bahkan atas orang-orang lain. Manusia cenderung bersifat 'controlling' ingin mengendalikan orang lain, untuk kebesaran egonya. Ketika masing-masing manusia dikuasai oleh egonya, maka konflik terjadi – di rumah tangga, di pertemanan, di masyarakat, antar negara, bahkan di gereja.
Dengan egonya manusia tidak bisa melakukan kehendak Tuhan. Hanya dengan menyerahkan egonya kepada Allah, maka manusia bisa siap memikul salib, yaitu berkorban demi Allah dan ikut Dia, yaitu taat kepada segala kehendak dan ikut teladan-Nya
Untuk manusia melakukan semua kehendak Tuhan memerlukan mereka untuk menyangkal diri. Perintah utama, agar manusia mengasihi Allah segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi (Lukas 10:27) tidak bisa dilakukan oleh manusia alami yang hidup berpusat pada dirinya sendiri. Oleh anugerah Allah, dia dimampukan untuk mengembalikan dirinya ke dalam penguasaan Allah. Dan oleh anugerah pengudusan-Nya, dia semakin dibentuk Roh Kudus agar semakin mengenal dan mengasihi Allah.
Satu kehendak Tuhan bagi orang percaya adalah 'Tetaplah berdoa' (1 Tesalonika 5:17). Ketika mau berdoa, Tuhan memerintahkan agar masuk ruangan, tutup pintu dan berdoa kepada Bapa yang di surga (Mat 6:6). Dalam berdoa khalayak kita hanya Allah, bukan manusia. Ketika orang tidak ikut Yesus, berarti tidak menyangkal diri, maka doa tidak berpusat kepada Allah tapi kepada diri sendiri. Orang-orang Farisi pada jaman Yesus menggambarkan perilaku doa orang yang tidak punya modal ego yang sehat, akibatnya mereka berdoa tidak fokus kepada Allah, tapi kepada manusia untuk semakin membesarkan ego mereka. Mereka tidak bisa melakukan doa sesuai dengan kehendak Allah karena tidak punya modal penyangkalan diri itu.
Semua kehendak Tuhan memerlukan modal penyangkalan diri – mengasihi sesama, mengasihi musuh, mengampuni, memberi, menghormati (suami), mengasihi istri, mengasihi anak, menghormati orang tua, mengutamakan orang lain, melayani, dsb, dsb, dsb – tidak bisa kita kerjakan tanpa penyangkalan diri. Ingat, kita perlu melakukan kehendak Tuhan itu dengan sepenuh hidup kita. Bagaimana dengan kita? Apakah kita memiliki modal menyangkal diri itu? Jika belum, kita perlu minta anugerah-Nya; jika sudah kita perlu latih agar gaya hidup dengan penyangkalan diri itu semakin terbentuk dalam diri kita. Amin!