SALAH satu tempat yang menyadarkan kita betapa Finishing Well tidak mudah adalah penjara. Di sana banyak orang berpotensi, tapi lantaran menempuh jalan yang salah harus masuk ke tempat yang disebut Lembaga Pemasyarakatan – disingkat LP atau LAPAS – sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), untuk dibina lagi agar bisa bermasyarakat kembali. Dalam kenyataannya orang yang pernah masuk LP akan sulit untuk kembali berkiprah dalam pekerjaan, pelayanan dan berkembang lebih lanjut. Pengecualian tentu selalu ada. Apalagi kalau seseorang masuk LP bukan karena kejahatan murni, tapi karena membela prinsip-prinsip yang diyakini. Bahkan orang demikian keluar penjara bisa menjadi pahlawan.
Banyak alasan orang masuk penjara. Nota bene narapidana masuk penjara karena melakukan kejahatan. Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang orang-orang penting yang dijebloskan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ke penjara karena kasus korupsi. Pada kesempatan lain kita mendengar kasus yang marak adalah konsumsi dan perdagangan narkoba. Kita juga membaca banyaknya kasus-kasus penyiksaan dan pembunuhan yang sudah pasti akan menggiring para pelakunya, kalau tertangkap, ke penjara. Masalah klasik lain yang terus saja terjadi adalah perkosaan.
Mereka yang masuk LP terdiri dari berbagai kalangan. Namun menarik diperhatikan, bahwa banyak orang pintar, para pemimpin, dan bahkan tokoh-tokoh yang dikenal luas ada di dalam penjara. Faktor-faktor yang menyebabkan kalangan luas masuk penjara, mungkin banyak berkaitan dengan masalah sosial ekonomi. Kebutuhan yang mendesak ‘memaksa’ mereka melakukan tindak kejahatan, demi sesuap nasi. Namun bagaimana dengan para pemimpin yang umumnya berlatar belakang sosial ekonomi dan berpendidikan baik?
Robert Clinton melakukan riset tokoh-tokoh Alkitab dan hasilnya menarik, yang bisa menjadi pembelajaran kita. Dia menemukan, bahwa kurang dari satu tokoh/pemimpin yang memiliki data hingga akhir hayat dalam Alkitab, dapat dikategorikan Finishing Well. Artinya, mayoritas para tokoh Alkitab itu mengalamai kejatuhan atau kemerosotan pada titik tertentu dan tidak bisa bangkit lagi sebelum akhir hidup mereka.
Dari para pemimpin di Alkitab, Robert Clinton, professor senior bidang kepemimpinan di Fuller Theological Seminary, AS, mendapatkan ada enam penghalang yang mencegah para pemimpin Alkitab itu gagal mengakhiri kepemimpinan dengan baik. Cukup salah satu dari keenam penghalang itu bisa menghancurkan karir seorang pemimpin. Ketika seorang pemimpin gagal di satu area, dia cenderung lemah di area-area lain. Apa keenam barrier ini, sehingga kita juga bisa belajar dan waspada?
Pertama, berhubungan dengan masalah uang atau harta. Para pemimpin yang memegang kekuasaan dengan mudah menyalahgunakan uang organisasi. Sifat dosa rakus membuat pemimpin memanfaatkan keuangan untuk kepentingan pribadi. Ananias dan Safira yang memiliki akses pada uang yang akan dia persembahkan menahan sebagaian dari uang itu dan akibatnya fatal. Pada jaman sekarang di Indonesia kita melihat banyak para pemimpin Kristen, termasuk hamba Tuhan, yang semakin menanjak karirnya terlibat dalam korupsi, dan sudah banyak contoh yang harus masuk ke Lapas.
Jebakan uang biasa berhubungan dengan masalah kedua, yaitu penyalahgunaan kekuasaan. Seorang pemimpin sudah barang tentu mengakumulasi kekuasaan di tangannya. Seorang pemimpin yang naik dalam hierarki organisasi cenderung merasa memiliki hak istimewa bersama dengan posisinya. Dan seperti kata Lord Acton: Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Daud dengan kekuasaannya mengatur agar Uria dibunuh di pertempuran dengan bani Amon untuk mendapatkan istrinya yang cantik Batsyeba.
Berikut adalah masalah kesombongan. Kepercayaan diri dalam Tuhan yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin dalam melayani dengan kesombongan diri berbeda tipis, namun menentukan sikap Tuhan kepada orang tersebut. Tuhan menyukai yang satu, tapi membenci yang lain. Ketika Tuhan melihat kesombongan dalam hamba-Nya, maka Dia akan mendisiplinkan orang tersebut. Samson dengan kekuatan yang diberikan Allah membangun sikap yang sombong. Akhirnya, dia harus mati tragis di tangan para musuhnya.
Penghalang lain adalah masalah seks. Tuhan menginstitusikan hubungan seks melalui perkawinan, dan ketika ini dilanggar oleh hamba-Nya, maka Tuhan bertindak. Daud jatuh dalam dosa seks dengan Betsyeba, ini menjadi tonggak penting hidupnya, sehingga walaupun dia bertobat dan diampuni oleh Tuhan, namun kepemimpinannya tidak pernah pulih.
Berikut adalah masalah-masalah keluarga. Masalah hubungan suami istri, orangtua anak, dan antar anak bisa menghancurkan pelayanan seorang pemimpin. Tidak heran satu syarat menjadi pemimpin jemaat yang digariskan Alkitab, adalah kemampuannya untuk memimpin keluarganya. Kegagalan mendidik anak, seperti pada kasus Imam Eli, membuat Tuhan menghukum Eli dan anak-anaknya dengan kematian.
Terakhir, seorang pemimpin bisa merosot karena dosa atau kehilangan visi pelayanan. Keletihan dialami setiap orang atau pemimpin. Jika dia tidak mempunyai strategi untuk terus menjaga semangatnya, maka akan terancam tidak bisa mengakhiri pelayanannya dengan baik. Seyogyanya setiap orang percaya waspada dengan ancaman-ancaman ini, jika menginginkan Finishing Well.