Oleh: Raymond Lukas
Dalam dunia modern saat ini, kita pasti menyadari pentingnya sebuah hubungan yang baik bagi pekerjaan atau usaha kita dibidang apapun. Oleh sebab itu para pemimpin banyak melakukan networking. Apakah yang disebut networking tersebut? Sebuah istilah yang sangat populer dewasa ini. Metworking merupakan sebuah aktifitas, di mana banyak orang meluangkan sejumlah waktunya untuk melakukan kontak dengan orang lain dipelbagai kesempatan. Misalnya, dengan melakukan ‘chatting’ dengan orang yang kita jumpai di pesawat terbang, atau dalam sebuah seminar, dan dari kontak-kontak tersebut serta sejumlah kontak yang telah kita miliki sebelumnya membentuk sebuah ‘network’ atau jaringan. Ekspresi nyata dari networking biasanya berbentuk setumpukan kartu nama atau dalam kenyataannya kita juga dapat menelepon orang-orang tersebut, di mana jasa mereka mungkin berguna untuk kita. Biasanya beberapa dari orang-orang itu saling mengenal. Networking beroperasi berdasarkan prinsip saling membantu dan pengertian yang implisit, bahwa hal yang diminta biasanya hanyalah perkenalan, referensi, perjanjian untuk bertemu dan lain sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa kontak dalam sebuah ‘network’memiliki sifat-sifat tertentu: 1) Kontak sangat banyak; 2) Bermakna dalam hubungan yang terbatas; 3) Digerakan untuk menyelesaikan sebuah tugas tertentu; 4). Memerlukan pemeliharaan yang ringan.
Prinsip komitmen yang terbatas dan usaha yang minimumlah yang membuat networking menjadi efektif. Sebagai contoh: Andrew minta tolong kepada Johny untuk memperkenalkannya kepada Andy. Perkenalan tersebut akan didasari atas hubungan dari Johny terhadap Andy yang mungkin juga hanya terbatas kepada ‘saling mengenal’. Berdasarkan sebuah pertemuan sebelumnya diantara mereka dalam sebuah perjumpaan sosial. Mungkin banyak sekali ‘Johny-Johny’ lainnya selain ‘Johny’ diatas. Namun, sebenarnya hubungan yang benilai lebih didasarkan kepada pribadi-pribadi yang memiliki hubungan personal yang lebih kuat. Jadi, perkenalan antara Andrew dengan Andy, melalui Johny di atas hanya memberikan sedikit pembuka jalan bagi Andrew. Memberikan sebuah ‘start’ – dan hanyalah sebuah ‘start’.
Sebaliknya, di lain pihak, sebuah ‘investasi sosial’ berada selangkah di atas networking. Sebuah investasi sosial dapat digambarkan sebagai sebuah disiplin, dapat dikatakan sebuah keputusan ‘gaya hidup’, di mana dibutuhkan sebuah usaha yang proaktif kepada pihak lain, usaha yang dipertahankan, kontak yang dilakukan berkali-kali – baik secara tatap muka ataupun melalui telepon, fax, e-mail, teleconference dan korespondensi.
Seorang tokoh pengusaha secara khusus menginvestasikan waktu dan biaya untuk membina hubungan dengan China. Dia memulainya dengan meminta kepada seorang Anggota delegasi dagang yang dikenalnya beberapa tahun lalu untuk memperkenalkannya dengan pengusaha-pengusaha di China. Kemudian pengusaha tersebut terbang secara khusus ke China untuk melakukan perkenalan-perkenalan tersebut. Dalam waktu beberapa hari, teman dari China sang pengusaha tersebut menjadwalkan pertemuan-pertemuan dengan pengusaha-pengusaha China yang penting. Pengusaha tersebut kemudian pulang ke Indonesia dengan setumpukan kartu nama hasil perkenalan tadi. Namun, pengusaha tersebut tidak berhenti sampai disitu, selain kontak-kontak yang didapatnya tersebut, dia juga mendapatkan undangan untuk kembali mengunjungi China beberapa waktu kemudian. Nah, yang membedakan networking dengan ‘investasi sosial’, adalah usaha yang terus dilakukan untuk memelihara hubungan yang sudah ada tadi. Dalam waktu dua tahun, delapan kunjungan ke China sudah dilakukan sang pengusaha. Selama kunjungan tersebut, sang pengusaha sudah menciptakan beberapa hubungan yang sangat baik dengan beberapa tokoh pengusaha di China. Lebih jauh lagi, selama beberapa tahun kemudian, sang pengusaha sudah menciptakan hubungan di level ‘lau pengyou’ atau yang disebut teman lama. Sekarang sang pengusaha tersebut memiliki hubungan yang sangat baik dengan pihak China termasuk dengan pemerintah China dan memiliki hubungan bisnis yang sangat signifikan dengan para pengusaha di China.
Dengan pengertian membina hubungan yang baik tersebut, maka ‘investasi sosial’ dapat terlaksana dengan baik di berbagai budaya di dunia. Beberapa penyebab yang mendukung keberhasilan tersebuat biasanya didasarkan atas hal-hal sebagai berikut:
Banyak orang senang melakukan bisnis dengan teman-teman. Setiap usaha, apakah usaha mencari pekerjaan, menciptakan hubungan bisnis atau kontak-kontak yang bermanfaat lebih mudah dilakukan apabila kita memiliki hubungan baik dengan sekumpulan orang yang mengenal kita, mengetahui siapakah kita dan mempercayai kita. Hubungan dengan pengalaman antar pribadi memberikan keuntungan. Psikologi bisnis mengatakan, bahwa mengetahui orang lain akan memberikan sebuah perbedaan. Dalam sebuah negosiasi, biasanya dua langkah awal yang penting adalah 1) pisahkanlah antara orang/pihak di mana kita akan bernegosiasi dengan hal yang akan kita negosiasikan 2) fokuslah kepada minat yang sesungguhnya dari mitra negosiasi kita. Untuk mengenal dan mengerti minat pihak lawan negosiasi tentu memerlukan lebih dari sekadar pertemuan makan siang, namun juga memerlukan kesungguhan atau sensitivitas kita, observasi dan pengamatan yang dalam atas karaktersistik lawan negosiasi kita.
Orang senang membantu orang lain yang mereka kenal. Semakin dalam kita mengenal seseorang, maka semakin besar minat mereka untuk mendukung kita. Hubungan jangka panjang yang bermakna akan selalu menciptakan kewajiban antara para pihak. Hal itu akan menciptakan akumulasi keinginan baik yang dapat menjadi modal di kemudian hari, untuk hubungan yang lebih besar dan bermanfaat bagi kedua pihak.
Rekan pemimpin dan pengusaha Kristiani yang saya kasihi, untuk keberhasilan lebih jauh lagi marilah kita menargetkan penciptaan hubungan baik dengan orang lain. Hal ini perlu kita lakukan dan kita pikirkan, karena banyak diantara kita yang memiliki kapasitas untuk mempunyai banyak hubungan baik, namun kurang mengoptimalkan usaha untuk membentuk hubungan tersebut dengan berbagai alasan kesibukan atau bahkan merasa terganggu untuk ‘nourishing’ sebuah hubungan. Seperti juga Tuhan Yesus yang menjadikan sebuah hubungan sebagai dasar dari cinta kasih-Nya yang besar, sehingga Ia mau menyebut kita sebagai Sahabat-Nya, marilah kita juga menciptakan gaya hidup untuk juga menciptakan hubungan-hubungan yang baik, lebih dari sekedar ‘networking’. Niscaya makna kepemimpinan kita akan lebih berarti dan pastinya akan memberikan manfaat bagi setiap usaha yang dilakukan. Pastinya semua dengan satu tujuan, yaitu untuk memuliakan nama Tuhan kita Yesus Kristus. —Amen—