
Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*
PADA tulisan sebelumnya sudah kita bicarakan pentingnya mengelola energi lebih penting dari mengelola waktu. Waktu berjalan dan tidak bisa diapa-apakan lagi kalau sudah berlalu. Energi seperti uang, yang bisa dibelanjakan, habis tapi kita bisa bekerja untuk mendapatkan uang kembali sehingga kita bisa berbelanja lagi. Demikian juga dengan energi, kita bisa gunakan dengan maksimal sehingga ‘kehabisan tenaga’. Tapi kita bisa mendapatkan energi lagi, bahkan lebih besar lagi melalui latihan-latihan untuk kita gunakan.
Menarik diperhatikan, ternyata kata energi digunakan oleh Alkitab. Dalam Perjanjian Baru saja kata-kata ini digunakan sebanyak 22 kali dan 18 di antaranya digunakan dalam surat-surat Paulus. Dua contoh kata itu adalah ‘energo’, bentuk kata kerja yang berarti bekerja, mencapai, mengoperasikan, aktif atau memperngaruhi sesuatu; dan ‘energeia’ yang berarti kuasa, efisiensi, operasi dan aksi. Dalam Filipi 2:13 yang berbunyi: “…..karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu, baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” digunakan kata kerja itu. Jika energi adalah konsep yang penting seyogyanya kita memikirkan bagaimana kita bisa mengelola energi kita.
Sebagai sumber energi ‘basic’ orang percaya, jelas adalah Roh Kudus. Kisah Para Rasul (KPR) 1:8 menyatakan hal ini: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Dan kita diperintahkan untuk selalu dipenuhi oleh Roh Kudus: “…hendaklah kamu penuh dengan Roh…” (Efesus 5:18). Dan kita diperintahkan untuk berlatih diri, tidak sekadar latihan fisik yang manfaatnya terbatas, tapi latihan rohani yang berguna untuk segala hal (1 Timotius 4:8).
Alkitab memerintahkan kita untuk mengasihi Allah dengan sepenuh hati, jiwa, akal budi dan kekuatan (Lihat Matius 22:37; Markus 12:30). Karena itu kita bisa menyimpulkan kalau ada berbagai bentuk energi, paling tidak energi roh, energi pikiran, energi emosi dan energi fisik. Berbagai energi ini bisa dikembangkan melalui latihan-latihan dan cara penggunaan yang tepat. Prinsip latihan adalah kita mengerjakan suatu kegiatan di atas kegiatan normal kita dan kemudian beristirahat sebelum masuk dalam kegiatan normal.
Sedangkan penggunaan energi yang efisien adalah bekerja dengan keras untuk jangka waktu tertentu, kemudian beristirahat. Berbagai penelitian menyatakan untuk energi fisik, kita perlu break setelah bekerja selama 1.5 hingga 2 jam. Kalau kita perhatikan bagaimana Yesus beraktivitas ketika dalam masa 3 tahun pelayanannya, Dia terlihat sibuk dan bekerja keras, apakah itu mengajar, berkhotbah, menyembuhkan orang, melayani orang secara pribadi, dsb sepenuh hati. Namun setelah itu dia sendiri atau mengajak sejumlah murid-Nya menyingkir ke tempat yang sepi untuk beristirahat, berdoa, bersyukur, menikmati makanan minuman. Setelah itu Dia akan bekerja keras lagi. Dalam masa pelayanannya Dia tidak pernah kelihatan kehabisan tenaga, fisik atau emosi. Sampai ketika Dia berada di kayu salib, Dia masih bisa mendoakan orang-orang yang menghina dan menyalibkan Dia. Ini jelas membutuhkan energi rohani dan emosi yang luar biasa.
Energi rohani adalah utama, karena itu menentukan penggerak energi yang lain. Bagaimana kita membangun energi rohani kita? Banyak hal bisa dilakukan, seperti bersaat teduh, berpuasa, melakukan retreat pribadi atau bersama, berdiam diri di hadapan Tuhan, dsb. Untuk memiliki energi rohani yang maksimal, kita perlu memahami panggilan kita dan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan panggilan kita itu. Ketika kita melakukan ini, maka kita memanfaatkan energi yang Dia sediakan mengiringi panggilan-panggilan-Nya.
Energi yang paling gampang dipikirkan adalah energi fisik. Walaupun demikian, pada akhirnya energi fisik menjadi tumpuan energi-energi lain untuk dipakai dalam aktivitas, apakah itu aktivitas fisik, mental, emosi atau rohani. Karena itu kita tidak bisa mengabaikan dan perlu mengembangkan agar menolong kita memiliki energi yang maksimal. Sebenarnya, kebanyakan kita tahu prinsip-prinsip dasar untuk melakukan ini, yaitu melakukan olah raga secara teratur. Kalau bekerja perlu diselingi istirahat atau break. Disarankan kita melakukan break setelah bekerja antara 1.5 – 2 jam. Karena itu rencanakan mini break dan melakukan hal-hal yang me-refresh, misalnya bertemu dengan teman, menelpon, bergerak, membaca humor atau kalimat-kalimat motivasi, dsb. Kita perlu menggunakan waktu ‘sabat’ dengan baik, membatasi dengan kegiatan-kegiatan yang berupa work of necessities (yang harus) dan work of mercy (belas kasihan) – menghindari pekerjaan rutin. Kita bisa membangun ritual-ritual dengan memasukkan kegiatan-kegiatan yang kita sukai atau hobi secara teratur.
Bagaimana dengan energi mental? Satu cara adalah dengan bekerja dengan to do list dan prioritas, dan mengerjakan segera perkerjaan-pekerjaan yang penting dan paling sulit pada kesempatan pertama. Jika kita lakukan ini, kita memanfaatkan energi yang masih fresh dan pada waktu yang masih dini kita menikmati kepuasan menyelesaikan pekerjaan yang berat. Riset membuktikan, orang bekerja lebih produktif ketika mengerjakan pekerjaan secara fokus daripada melakukan beberapa pekerjaan secara bersama. Kita juga perlu menghindarkan interupsi yang menyebabkan kita kehilangan konsentrasi dan setiap kali membutuhkan energi ekstra untuk kembali ke pekerjaan yang belum selesai. Penggunaan goal setting membantu tidak saja bekerja secara efektif dan efisien tapi juga membangkitkan energi mental dan emosional.
Kita paling tidak mengetahui tentang emosi sendiri dan karena itu bagaimana kita mencoba mengembangkan energi emosi. Energi emosi yang tinggi membuat kita memandang segala sesuatu dengan positif, antusias, optimis dan sukacita. Sebaliknya kekurangan energi menyebabkan kita mudah marah, menyerah, putus asa, frustasi dan bisa jadi burn-out. Istirahat, rekreasi dan persekutuan dengan Sang Pencipta akan membantu. Pengenalan akan diri, pertumbuhan diri dari masa kanak-kanak serta usaha-usaha mengatasi masalah emosi dari masa lalu diperlukan untuk memiliki energi emosi yang optimal. Kita perlu mengembangkan cara pandang terhadap persoalan atau konflik yang produktif dan positif, seperti melihat dari sisi pihak lain, memikirkan dengan jadual tidak terus menerus, mencari hal yang positif, dsb.
Tuhan membekati!!!