Lima PRO Kepemimpinan

 Pdt. Bigman Sirait

Ayat firman Tuhan dalam Amsal 11:14 itu memberi gambaran tentang betapa pentingnya peran seorang pemimpin dalam hidup berjemaat, berbangsa, dan bernegara.   Juga menunjukkan keseriusan Tuhan memilih pemimpin bagi bangsa Israel.  Tuhan mengangkat Musa menjadi pemimpin untuk melepaskan orang Israel dari tanah Mesir menuju tanah perjanjian. Tuhan memakai Yosua untuk regenersi meneruskan kepemimpinan Musa.  Bukan saja monopoli pria, Tuhan juga memakai seorang wanita yang luar biasa di dalam kehidupan jemaat Tuhan, baik di Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB), khususnya dalam konteks Timotius.  Bagaimana kepemimpinan yang sangat kuat di dalam keimanan seorang Louis kepada Eunike dan Eunike kepada Timotius anaknya sangat besar pengaruhnya. 
Kepemimpinan seharusnya memberi satu cita yang penting, memberi gairah kepada generasi berikutnya.  Gairah tentang apa yang akan pemimpin tanamkan kepada generasi selanjutnya.  Untuk mewujudkan itu seorang pemimpin perlu memiliki sifat, sikap, dan kemampuan yang harus dimiliki.  Lima “PRO“  menjadi dasar penting bagi pemimpin dalam mengaktualisasi dan mengkontekstualisasi kepemimpinannya. 

1. Pemimpin Prophecy.
Seorang pemimpin harus mempunyai “prophecy“ (prophet = nabi).  Dalam bahasa kita, untuk lebih mudahnya dikaitkan dengan pro kepada visi (pro-visi).  Pro kepada visi adalah orang yang mampu melihat jauh ke depan.  Seorang pemimpin harus bisa melihat ke depan kemana tujuan akhir yang akan dituju dan di mana akan berhenti.  Ini persis seperti seorang pemain catur senior atau yang profesional.  Ketika seorang pemain catur profesional sedang bertanding, maka dia akan memikirkan lima, bahkan hingga sepuluh langkah atau lebih bahkan ke depan.  Harus mempertimbangkan probabilitasnya.  Seorang pemimpin yang memiliki jiwa prophet (kenabian) akan mampu melihat jauh kedepan.  Jiwa kenabian, kemampuan kenabian, tapi bukan jabatan Nabi.  Jabatan nabi sudah selesai di eranya.  Sekarang ini orang hanya menjalankan fungsi, tapi bukan jabatan nabi.  Menurut kitab Efesus, di antara lima jabatan dalam gereja, dua jabatan, yakni Nabi, dan Rasul, itu sudah selesai.  Sementara yang tersisa adalah, Gembala, Pengajar, Guru Injil (penginjil).  Jadi kemampuan kenabian, bukan jabatan nabi. 

2.Pemimpin Programer.
Tidak hanya mampu menghidupi visi, seorang pemimpin juga harus mempunyai kemampuan membuat program atau dikenal dengan sebutan programer. Tidak hanya pro kepada visi, pemimpin juga wajib mampu merumuskan visinya tadi ke dalam program yang jelas dan mudah dipahami.  Dengan demikian pemimpin dapat memiliki langkah-langkah kerja yang pasti, sistematis dan efisien. 
Sebagai programer pemimpin mengelola seluruh visi ke dalam perencanaan yang aktual, yang bisa dipahami dan mungkin untuk dikerjakan.  Jadi bukan juga membuat program yang tidak mungkin dijangkau dan dikerjakan.  Bukan program yang utopis, yang sangat bagus sekali, tapi hanya di angan-angan semata.  Hal ini berat, sudah pasti, programn yang bagus pasti berat mencapai.  Berat dengan tidak bisa dicapai itu dua hal yang berbeda.  Hal ini harus dipikirkan bersama-saama.  Di situlah kita mulai berjalan, mulai terus, langkah demi langkah, bertumbuh dan berkembang. 

3. Pemimpin Profesional.
Pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjalankan program yang telah dibuat.  Pekerjaan tidak berhenti pada perencanaan, tapi harus diwujudkan. Orang yang profesional selalu memilih kata yang tepat, selalu memilih tindakan-tindakan yang tepat.  Maka, kata yang tepat, tindakan yang tepat, banyak sekali nilainya. Itulah profesional.  Namun amat disayangkan kepemimpinan dalam orang kristen, kepemimpinan dalam gereja tidak semua dijalankan dengan kemampuan ini.  Misalnya terkait soal uang, tidak sedikit yang kemudian terkesan menjadi boros.  Uang seringkali  sulit dipertanggungjawabkan karena masuk-keluarnya uang tidak jelas.  Parameter yang dipakai pun tidak jelas.  Kalau dibilang demi tujuan memenangkan jiwa, tidak tahu jiwa mana yang dimenangkan.  Kalau dikatakan gereja menjadi bertumbuh, tidak ada kejelasan ukurannya. 
Orang disebut profesional adalah mereka yang bekerja dibayar sesuai dengan kemampuannya.  Ukurannya bukan karena diri merasa bisa, tapi orang yang melihat dia mampu.  Kemampuannya menentukan harga jualnya.  Tidak jauh berbeda dalam ranah  kerohanian.  Sebagai anak Tuhan, seberapa jauh Tuhan memberikan penghargaan kepada umatnya, menabah-nambahkan karunia, kemampuan kepada kita, amat tergantung sejauh mana umat-Nya bekerja, sejauh apa orang menunjukkan prestasi yang baik.  “Barangsiapa setia dalam perkara kecil, akan diberikan kesetian dalam perkara besar“. 

4. Pemimpin Progresif.
Mereka yang mampu memberi kemajuan untuk menggapai harapan.  Profesionalitas kepemimpinan harus pula diikuti dengan kemampuan yang progresif.  Suatu hal yang mengantarkan orang, membawa dia terus profesional untuk mencapai apa yang hendak dituju.  Sehingga kita sampai pada terminal yang sudah ditetapkan, pada program, dan dijalankan secara profesional.  Jangan sampai visi yang dijalankan, dibuatkan program, dikerjakan secara profesional, tapi tidak mencapai tujuan yang diharapkan karena berhenti di tengah jalan.  Apalagi sebagai umat Tuhan kepemimpinan kita akan dipertanggungjawabkan kepada Dia yang sudah berkenan mempercayakan hal itu.  Karena itu setiap pemimpin kristen harus bekerja di dalam kesungguhan dan keutuhan.  Bekerja bukan sekadar menjalankan apa yang dikerjakan, karena ada pertangunggajawaban yang utuh kepada Tuhan. 

5.Pemimpin Proaktif
Kata “Proaktif“ sudah sangat familiar di telinga. Bahkan Stephen Coffey, penulis buku kepemimpinan, juga pernah menggunakan kata ini dalam bukunya seven habits. Sebenarnya apa yang dicatat oleh Stephen bentuk idealnya ada dalam Injil.  Tuhan Yesus turun dari surga ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.  Itu adalah tindakan proaktif yang paling hebat.  Tidak ada sedikit pun kewajiban Tuhan untuk turun ke dalam dunia, menyelamatkan manusia berdosa.  Manusia seharusnya binasa, tapi karena kasih-Nya Dia berkenan turun ke dunia.   Ini adalah namanya proaktif.  Tidak ada motif, tidak ada maksud tertentu yang membuat Yesus harus bergerak.  Karena memang Dia tidak punya kewajiban untuk hal itu.  Itu adalah proaktif yang luarbiasa. 
Maka dari itu pemimpin yang proaktif itu adalah orang yang mampu bekerja mandiri.  Bukan dirangsang lingkungannya, tetapi merangsang lingkungannya untuk semakin giat bekerja.  Bukan bergantung pada lingkungan sekitar, tapi membuat orang sekitar bergantung kepadanya.  Proaktif juga bukan hiperaktif.  Dia musti mampu memberikan suatu rangsangan kepada lingkungan, mampu bekerja mandiri, tapi bukan sendiri.  Mandiri dan sendiri tentu saja berbeda.  Bekerja dengan mandiri itu lebih kepada mampu bekerja tanpa bergantung pada orang lain, tetapi juga mampu bekerja ketika ada orang lain.  Orang yang proaktif memiliki beban kuat di dalam diri untuk menggapai kemajuan, sehingga tidak ada kata berhenti. 
Kiranya Tuhan memberi kemampuan kepada kita sebagai pemimpin kristiani agar memiliki kemampuan Prophecy, Programer, Profesional, Progresif dan Proaktif. 

(Disarikan Oleh Slawi dari Seri Khotbah Populer Pdt. Bigman Sirait)

 

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *