Kenal Diri

 Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*

Satu langkah yang disarankan oleh Peter Scazzero agar kita mengalami kerohanian dengan emosi yang sehat adalah dengan mengenali diri. Sudah barang tentu ini bukan sesuatu yang mudah. Ketika seseorang merasa sudah mengenali diri, jelas dia tidak tahu diri dan belum kenal diri karena mengenali diri adalah proses, proses seumur hidup, dan tidak pernah mencapai kesempurnaan. Tidak heran Alkitab memperingatkan kita agar kita tahu diri (Roma 12:3). John Calvin, teolog besar abad 16 mengakui pentingnya mengenali diri dengan menyatakan bahwa hikmat manusia pada dasarnya terdiri dari hanya dua bagian, yaitu pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang diri sendiri. Keduanya saling terkait dan tidak mudah menetapkan mana yang mendahului yang lain.
Mengenal diri tidak mudah karena manusia adalah mahluk yang kompleks, seperti juga mengenali Allah yang menciptakan manusia sesuai dengan gambar-Nya itu. Secara logis ketika orang ingin mengenali diri, maka dia masuk ke dalam bagian-bagian dalam dirinya itu dan relasi antar bagian-bagian dirinya itu. Aspek yang lebih kelihatan mata sudah barang tentu adalah aspek fisik atau penampilannya. Namun ternyata bagian yang tidak kelihatan juga sangat penting, bahkan lebih penting untuk dikenali karena berdampak lebih besar dalam keberhasilan hidup seseorang. Secara sederhana aspek-aspek ini sering kita dengar sebagai aspek roh, pikiran, dan emosi. Pengenalan diri seseorang sering juga melihat sisi sosialnya, yaitu aspek relasi-relasinya dengan orang lain atau dalam masyarakat.
Bagaimana orang banyak memahami dirinya? Kemungkinan pertama, orang mengidentifikasikan diri dengan apa yang dia kerjakan. Saya adalah peneliti, dokter, guru, pendeta, dan sebagainya. Identitifikasi dengan pekerjaan itu sering demikian kuat sehingga ketika seseorang pensiun dari pekerjaannya dia kehilangan identitasnya, merasa stress dan hidupnya merosot.
Kemungkinan lain, orang mengenali dirinya dari apa yang dia miliki. Saya adalah pengusaha karena saya memiliki sejumlah usaha. Banyak orang menjadi tidak percaya diri ketika dia tidak menggunakan tas merek tertentu, mengemudikan mobil kebanggaannya, tinggal di rumahnya yang mewah – misalnya karena masalah ekonomi. Dia kehilangan kepercayaan diri dan menghindari bertemu dengan orang lain.
Ada banyak orang yang mengenali diri dari apa kata orang tentang dirinya – bisa orang tua, teman-teman dekat, dan sebagainya.   Pujian menjadi kebutuhan yang besar. Ketika orang tidak memberikan pujian apalagi kalau ada yang mengkritik dirinya, dunia serasa kiamat. Hidupnya serasa hancur.
Sudah barang tentu pengenalan diri semacam ini sah-sah dan bahkan sangat wajar dalam batas-batas yang normal. Namun jika pengenalan dirinya terbatas pada apa yang dikerjakan, apa yang dimiliki dan apa kata orang, jelas ini bukanlah pengenalan diri yang utuh. Masih banyak aspek-aspek lain dari dirinya yang perlu dia juga kenali yang mendefinisikan dirinya. Manusia adalah ciptaan Allah, dalam gambar Allah, yang Dia kasihi dengan segala talenta dan potensinya. Seorang yang ingin lebih mengenal diri seyogyanya banyak berdoa dan mengeksplor diri melalui pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang saya suka, tidak suka; nilai-nilai penting saya; visi dan misi hidup saya; apa yang membuat saya gembira, sedih; dan sebagainya. 
Suatu metode penge-nalan diri adalah mendapat-kan feedback dari orang-orang lain yang mengenal kita secara pribadi. Johari Window (jendela Jauhari) membagi area-area hidup seseorang berdasarkan pengenalan oleh diri dan oleh orang-orang lain menjadi 4 wilayah, yaitu ‘area terbuka’, area dimana baik diri maupun orang lain mengetahui; ‘area rahasia’, yaitu area-area dimana dia tahu tapi orang lain tidak; ‘area buta’, yaitu ketika dia sendiri tidak mengetahui tapi orang lain tahu; dan ‘area tertutup’, dimana baik diri maupun orang lain tidak mengetahui kharakteristik-kharakteristik dari orang tersebut. Semakin besar area terbuka semakin mudah orang berkomunikasi dan bekerja-sama. Usaha untuk memperluas area terbuka ini adalah dengan berbagi apa yang dikenali tentang diri – pikiran, perasaan, keinginan, dan sebagainya  – dan meminta feedback dari orang-orang lain untuk memperluas pengenalan diri itu.
Dengan mengenal diri dia bisa memutuskan apa yang akan dia lakukan. Di seputar kerja, misalnya, seseorang seyogyanya bekerja dengan kekuatan-ke-kuatan atau sering dikenal dengan talent yang secara alami dia miliki. Sedangkan di area-area dimana dia lemah, seyogyanya dia menutupi kelemahannya sampai kepada tingkat  ‘acceptable’ atau melengkapi dengan partner dengan strength yang dibutuhkan. Memaksa diri untuk mengembangkan diri di area yang bukan talentanya akan membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak akan menjadi praktis.
Menjadi pergumulan seseorang untuk terus berusaha semakin mengenali dirinya, seumur hidup, sampai suatu kali Tuhan panggil dan memberikan pengenalan diri yang sempurna. Pada akhirnya memang Allah-lah yang paling mengenali diri kita karena Dia adalah Sang Pencipta kita. Oleh karena itu seyogyanya kita banyak bergaul dengan Allah, melalui pembacaan Firman, pergumulan dan doa – dan terus menerus menuliskan penemuan-penemuan kita tentang diri. Selamat mengeksplor diri. Tuhan memberkati!

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *