Pdt. Bigman Sirait
Follow @bigmansirait
Gereja sangat familiar dengan sakramen Perjamuan Kudus. Jika Baptisan Kudus sekali untuk seterusnya, maka sakramen Perjamuan Kudus dijalankan gereja berulang kali, namun bukan berarti tiap kali. Kita sama mengerti betapa pentingnya pemahaman gereja Tuhan akan sakramen, agar gereja tak salah atau terjebak rutinitas. Ini tampak jelas pada kesalahpahaman gereja di Korintus sehingga diperingatkan oleh Paulus. Perjamuan Kudus tak boleh hanya menjadi ritual gereja belaka, sebagaimana umat di PL (Perjanjian Lama) menjadikan segala perintah Tuhan menjadi ritual, bahkan ditambahi disana-sini. Umat harus belajar memahami kemurnian injil yang sesungguhnya, bukan injil menurut seseorang. Ini penting!
Perjamuan Kudus di Alkitab juga disebut sebagai Perjamuan Akhir, menunjuk pada waktu perjamuan terakhir, sebelum Tuhan Yesus Kristus menuju penyaliban (Matius 26:17-29, Markus 14:12-21, Lukas 22:7-14, Yohanes 13:21-30). Keempat injil mencatat peristiwa ini, jelas menunjukkan signifikansinya. Dalam keempat injil, nuansa Paskah sangat terasa, dan dengan segera memberi sinyal kepada umat. Paskah bagi orang Israel, adalah peringatan akan kelepasan mereka dari tulah kematian anak sulung. Mesir tertimpa tulah, namun Israel bebas. Maka Perjamuan Akhir, yang juga disebut sebagai Perjamuan Paskah, dengan segera mempunyai makna baru, bukan hanya kelepasan bagi anak sulung Israel, melainkan kelepasan bagi seluruh orang percaya. Bukan sekedar lepas dari tulah kematian, tapi lepas dari maut akibat dosa. Itu sebab, ucapan Tuhan Yesus Kristus tentang pengorbanan tubuh dan darah-Nya menjadi kekuatan pada Perjamuan Akhir. Dan juga membedakan Perjamuan Akhir dengan perjamuan Paskah Yahudi. Paskah juga mengalami penggenapan makna kelepasan, yaitu dari maut kepada hidup yang kekal di dalam Yesus Kristus Tuhan. Ini catatan penting Alkitab, Perjamuan Kudus adalah tentang karya Tuhan Yesus Kristus.
Perjamuan Kudus juga disebut sebagai Pemecahan Roti (Kisah 2:42,46 dan 20:7). Sebutan ini dengan segera mengingatkan kita akan Yesus Kristus, yang menyebut diri-Nya sebagai Roti Hidup (Yohanes 6:35). Roti yang kemudian terpecah untuk memberi hidup kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Maka Pemecahan Roti hanya dilakukan oleh orang percaya. Lagi-lagi, Perjamuan Kudus, dengan amat sangat jelas mengacu kepada peringatan akan pengorbanan diri Tuhan Yesus Kristus, bukan permohonan atas kebutuhan kita. Mengingat pengorbanan-Nya, bukan sakit atau kesusahan kita. Karena itu, sekali lagi, betapa amat sangat pentingnya kita memahami semuanya sesuai Alkitab, apa makna dan tujuannya yang murni, bukan kehendak pribadi.
Perjamuan Kudus, juga disebut oleh rasul Paulus sebagai Perjamuan Tuhan (1 Korintus 11:20), yang menunjuk kepada persekutuan umat di dalam Tuhan Yesus Kristus, dimana umat dipersatukan di dalam Dia. Sehingga rasul Paulus mengkritik umat yang terpecah, termasuk mereka yang malah menjadikan roti dan anggur perjamuan sebagai santapan, bahkan hingga ada yang mabuk. Gereja Korintus tergolong gereja yang ditegur keras oleh rasul Paulus karena sikap mereka yang tidak terpuji. Penting untuk disadari, teguran yang benar dibutuhkan gereja, bukan sikap yang meninabobokan. Umat harus mengerti hal ini.
Perjamuan Kudus, dipakai oleh gereja Tuhan untuk menunjuk kekudusan dari Perjamuan yang diadakan. Bukan Perjamuan biasa, melainkan Perjamuan Tuhan. Kata Kudus, mengikuti sakramen Kristen, baik Baptisan maupun Perjamuan. Betapa Kudusnya yang kita kerjakan, maka sudah sepatutnya kita juga sebagai umat, harus kudus. Menarik untuk merekonstruksi pemaknaan khusus Perjamuan Kudus, agar gereja terjaga dalam tiap langkahnya, dan tidak menjadi salah.
Pertama, bahwa Perjamuan Kudus adalah perintah Tuhan Yesus Kristus untuk memperingati diri-Nya. Jadikanlah ini peringatan akan Aku (Lukas 22:19, 1 Kor 11:24), jelas sekali, peringatan akan pengorbanan Yesus Kristus. Untuk mengingatkan umat apakah masih hidup sesuai jalan salib. Setia bersyukur atas pengorbanan Yesus Kristus. Jadi, sama sekali bukan untuk mengingat kepentingan diri kita, permohonan kita, tentang kesembuhan atau apapun. Ada banyak waktu kita berdoa memohon kepada Tuhan. Apalagi membuat Perjamuan Kudus menjadi kekuatan magis (roti dan anggur), bagai praktek perdukunan, ini membahayakan kemurnian iman. Ingat, Perjamuan Kudus adalah momen khusus untuk mengingat sikap dan kondisi iman kita di hadapan Yesus Kristus, yang telah mati tersalib, tubuh-Nya terpecah, dan darah-Nya tertumpah, untuk menebus dosa.
Kedua, pentingnya mempersiapkan diri untuk mengikuti Perjamuan Kudus, yaitu memeriksa diri, persiapan hati, dan perenungan tentang diri (1 Kor 11:28). Sehingga kita siap dengan hormat dan benar mengikuti Perjamuan Kudus. Tidak asal, semaunya! Ini bukan sekedar ritual gereja, melainkan perintah Alkitab. Persiapan ini juga, menolong kita menghayati pengorbanan Tuhan Yesus Kristus. Jika dibenak kita yang ada untuk memohon keperluan diri, maka sudah pasti, tak akan ada penghayatan, melainkan pemanfaatan. Ah, ini akan jadi tindakan yang menyedihkan. Tak sejalan dengan semangat Alkitab, yang memperlakukan Perjamuan Kudus itu sakral, dan mengikutinya dengan ketentuan perenungan hati. Seperti ungkapan Musa tentang Israel, jangan hanya sunat lahiriah, melainkan sunat hati (Ulangan 10:16, Roma 2:29). Begitulah Perjamuan Kudus, jangan hanya ritual tetapi spiritual.
Ketiga, mengikuti Perjamuan Kudus dengan sikap hormat, yaitu mengingat akan pengorbanan Tuhan Yesus Kristus, yang tubuh-Nya terpecah, dan darah-Nya tertumpah, demi penebusan dosa. Hanya mengingat Dia, bukan diri. Sementara untuk diri sendiri adalah evaluasi, apakah masih beriman sungguh kepada karya salib Kristus. Ikuti Perjamuan Kudus secara khusuk, sehingga terjadi pembaharuan yang terus-menerus akan diri sebagai murid Yesus. Dengan Perjamuan Kudus, kita memiliki waktu jeda merenung ulang kasih Kristus. Sekaligus evaluasi sejauh mana pertumbuhan iman dan pelayanan sebagai gereja Tuhan.
Keempat, ingat ketiga langkah di atas, dan hindari jebakan seperti gereja di waktu lampau, yang membuat Perjamuan Kudus sebagai ritual magis. Menjadikan roti dan anggur seakan memiliki kekuatan supranatural. Padahal Alkitab dengan tegas menggambarkan roti dan anggur sebagai lambang, dan bukan kekuatan. Praktek pemagisan Perjamuan Kudus seharusnya tak akan terulang, jika gereja cermat mengamati perjalanan sejarah gereja seutuhnya. Sehingga kita tak terjebak pada kesalahan yang sama. Menjadikan roti dan anggur seakan memiliki kekuatan sendiri memang sangat menggoda, dan dapat memenuhi keinginan kemanusiaan. Apalagi kecenderungan orang Asia untuk hal magis sangat kental. Kebiasaan seperti mengadu rejeki ke gunung Kawi, atau sesajen sebagai tumbal atas berbagai persoalan. Didalam praktek gereja, semua berganti baju, dengan baju yang sangat Kristiani. Patutlah Alkitab mengingatkan kita: Tidak setiap orang menyebut Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam kerajaan sorga, melainkan yang melakukan kehendak Bapa. Juga gambaran penolakan pada mereka yang bernubuat, mengusir setan, bahkan mengadakan banyak mujizat, yang semuanya demi nama Yesus, ternyata ditolak Tuhan Yesus (Matius 7:21-23).
Tuhan Yesus Kristus tidak menyangkal mereka menyebut nama-Nya, tapi jelas menolak mereka karena hidupnya tidak sesuai kehendak Allah. Tak penting berapa banyak mujizat yang kita lakukan, tapi penting sejauh mana kita hidup sesuai kehendak Allah: Menyangkal diri, memikul salib Yesus Kristus.
Perjamuan Kudus, pemaknaan khusus tentang hidup kita sebagai murid Yesus Kristus. Selamat mengikuti Perjamuan Kudus dengan pemahaman yang kudus.