Memakan Anak Sendiri

Pdt. Bigman Sirait

Follow  @bigmansirait

 Bapak Pengasuh yang kekasih!
Ketika membaca 2 Raja-Raja pasal  6-7, di situ terlihat akibat bangsa Israel dikepung bangsa Aram membuat mereka mengalami kelaparan yang sangat parah. Ini mengakibatkan mereka rela memakan anak sendiri. 
Pertanyaan saya: 
1. Mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi? Apakah karena mereka telah berpaling dari Tuhan, sehingga Tuhan membiarkannya?
2.  Ada yang berpendapat bahwa tindakan memakan anak sendiri, itu hanya baru niat mereka (2Raja-Raja 6:28), belum dilakukan. Benarkah?
3.  Bagaimana Bapak pengasuh melihat peristiwa ini? Jika dicermati kondisi saat ini, akibat kelaparan orang berani membunuh dan melakukan kelaliman.

Cermat-Padang

 

Saudara Cermat yang dikasihi Tuhan. Ini sebuah pertanyaan yang memang cukup menggangu pemahaman kita akan Tuhan yang maha kasih. Mari kita perhatikan kasus ini dengan seksama, dan coba memahaminya secara utuh.
Aram adalah kerajaan yang berada di utara Israel, daerah Siria atau Suriah masa kini. Kerajaan ini punya sejarah perang dan damai yang panjang dengan Israel. Naaman, panglima tinggi Aram yang terkenal, pernah disembuhkan nabi Elisa dari penyakit kustanya. Sementara Israel adalah kerajaan yang telah terpecah dua, di era Daud Israel bersatu. Melahirkan 2 kerajaan, utara yaitu Israel dengan ibukota Samaria, dan selatan, yaitu Yehuda dengan ibukota Yerusalem. Kadangkala, di suatu era, kerajaan Israel dan Yehuda bersatu melawan Aram. Perang, damai, berjalan ketat silih berganti.
Di era pengepungan Samaria oleh Aram, jelas ini adalah masa perang. Perlu dipahami dulu latar belakang peristiwa soal makan anak dan kemarahan raja. Di pasal 6, jelas dikisahkan bahwa kerajaan Aram akan memasuki Israel. Berbagai usaha mereka coba, namun selalu gagal karena ketahuan. Ini membuat raja Aram murka dan menduga ada pembocor di antara pasukannya. Namun ternyata nabi Elisa terlibat di dalamnya, dipakai Tuhan membongkar semua rencana Aram, dan menggagalkannya.
Mengetahui keterlibatan nabi Elisa, maka raja Aram berniat menangkapnya agar Israel kehabisan pertolongan. Namun apa yang terjadi, sungguh ajaib. Ketika pasukan Aram tiba di tempat Elisa, mendadak mereka tak mampu melihat. Lalu Elisa membawa mereka ke ibu kota kerajaan, dan mata mereka pun melek setibanya di Samaria. Itu sama saja dengan mengantar nyawa. Raja Israel ingin membunuh mereka, namun Elisa melarang, bahkan menyuruh memberi mereka makan, dan kemudian membebaskannya. Setelah itu ada era tenang. Namun tak lama kemudian, datang lagi ancaman dari Aram.
Aram mengepung Israel, memutus suplai makanan, mengakibatkan kelaparan. Dan terjadilah peristiwa perempuan yang mengadu kepada raja. Raja Israel frustasi menghadapi hal itu, dan tampaknya dia teringat pada nabi Elisa yang membiarkan pasukan Aram kembali, bahkan dijamu makan. Ini bisa dipahami, pada situasi yang terjepit, mencari kambing hitam kekesalan. Dalam frustasinya raja Israel berkata kepada Elisa, malapeta sudah seperti ini atas Israel mengapa aku berharap kepada Tuhan lagi. Nabi Elisa meyakini kemenangan dari Tuhan dan Israel harus bertahan. Namun mereka tak mampu, dan iman mereka rontok. Inilah titik persoalan, dan bukan pengepungan.
Jelas menunjukkan ketidakmampuan raja untuk setia beriman kepada Tuhan. Dan akibatnya adalah keterpurukan, hukuman dari ketidakpercayaan. Sementara soal “memakan anak” di kelaparan, menjadi gambaran penghukuman Tuhan. Ini juga ada tercatat di Ulangan 28:56-57, Ratapan 2:20, Yehezkiel 5:10. Tuhan tidak membolehkan makan anak, dan juga, tidak sedang membiarkannya, melainkan, gambaran ketidaksabaran dalam menanti pertolongan Tuhan. Para ibu mengambil jalan pintas melewati kesukaran, dan menjadikan anak mereka korban. Karena ternyata tak lama kemudian, tentara Aram berbalik bubar, Israel mendapatkan makanan yang cukup. Dan semua itu terjadi tanpa Israel terlibat pertempuran dengan Aram, melainkan Tuhan sendiri.
Begitulah  saudara Cermat yang dikasihi Tuhan. Peristiwa yang terjadi, jelas bukan kehendak Tuhan, sebaliknya, gambaran ketidakpercayaan umat. Tuhan tak pernah terlambat menolong, namun umat selalu tak sabar. Itulah yang terjadi di Israel. Bahwa akibat kelaparan orang bisa saling bunuh, melegalitas kelaliman, itulah wujud keberdosaan manusia yang hanya cinta diri, dan rela menghabisi sesama dalam egoisnya. Iulah gambaran manusia dari masa ke masa, khususnya di jaman akhir ini (baca 2 Timotius 3:1-7). Kebiadaban manusia menyadarkan kita, betapa kerusakan akibat dosa amat sangat mengerikan, dan amat sangat merusak. Karena itu, sebagai orang yang mengenal kebenaran kasih Kristus sudah semestinya kita berlomba untuk hidup benar, menjadi saksi Tuhan, menolong sebanyak mungkin orang lain.
Akhirnya,  selamat memahami dan menikmati kasih Tuhan. Mari kita setia melayani-Nya, dengan tetap mengingat pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Karena itu jangan sekali-kali mengambil keputusan yang berlawanan dengan Firman Tuhan, karena kita akan diperhadapkan pada hukuman-Nya yang adil itu. Tuhan memberkati kita.
 

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *