Antara Kronos Dan Kairos

Pdt. Bigman Sirait

Follow Twitter: @bigmansirait

Waktu dalam terminologi bahasa Yunani dikenal sebagai kronos dan kairos. Dan, dalam Alkitab dipakai secara jeli oleh para penulis Perjanjian Baru menunjuk keimanan dalam persekutuan dengan Tuhan. Secara umum, Kronos berarti waktu berjalan seperti jam ke jam, hari ke hari, minggu, bulan hingga tahun ke tahun. Apa saja yang menjadi kegiatan di dalamnya, time schedule bagi mereka yang tertib rencana. Kronos adalah akar kata untuk kronologis, urut-urutan peristiwa. Waktu ini akan terus bergerak, tak pernah kembali, di dalamnya ada keberhasilan, juga kegagalan. Bisa jadi kenangan yang menyenangkan, tapi juga menyedihkan, bahkan coba untuk dilupakan. Disana ada penyesalan karena tak bisa kembali untuk mengubahnya agar menjadi seperti apa yang diinginkan. Semua peristiwa yang terjadi tercatat dalam perjalanan hidup, itulah kronos.
Sementara kairos lebih bersifat kualitas pada peristiwa yang ada. Hal-hal yang bernilai pada peristiwa, kronos, itulah kairos. Sederhananya, kairos ada dalam krosnos, namun kronos bisa saja tanpa kairos. Peristiwa bermutu ada dalam waktu, tapi tidak tiap waktu yang ada bermutu.
Dari perspektif kuantitas dan kualitas, maka kronos adalah waktu kuantitas dimana kita ada dan beraktivitas disana. Waktu itu terus berjalan, semua orang hidup memilikinya. Disana semua kita semakin menua, pengalaman hidup terus bertambah, namun perubahan kualitas hidup tidak semua orang sama. Mereka yang bijak memakai waktu dengan teliti, dalam rencana yang terinci, dan mengeksekusi dengan disiplin yang tinggi. Mereka ini akan mengukir keberhasilan demi keberhasilan. Hidup mereka akan penuh nilai, dan terus berkembang dalam berbagai akses. Kita menyebut mereka sebagai orang yang berhasil. Ya, mereka bisa menggapai pendidikan yang tinggi, baik dengan biaya pribadi, atau pun memenangkan kompetisi bea siswa. Pendidikan Tinggi membawa mereka pada posisi tinggi, dan posisi tinggi, sudah pasti memberi hasil yang tinggi pula. Mereka masuk dalam lingkungan masyarakat elite, ini keberhasilan secara materi. Ini kairos di dalam kronos. Sementara mereka yang hanya menangkap kronos tanpa kairos, bagai orang terjebak dalam perjalanan waktu, mengikut saja tanpa daya mengukir karya. Berjalan di tempat, yang bertambah hanya usia, namun nilai tetap sama. Ini kronos tanpa kairos.
Dalam perjalanan berikut, yang bijak tak akan berhenti hanya pada nilai materi. Dalam kronos mereka mengembangkan nilai hidup. Keberhasilan materi dijadikan alat untuk menolong sesama yang kurang bijak memakai kronos. Mereka yang bahkan terpuruk, dan terkesan berjalan mundur. Semakin dalam berada di kegagalan, sehingga disebut beban masyarakat. Ini bukan soal fisik yang sehat atau sakit, cacat atau bukan, tapi soal mental. Kembali kepada yang bijak, karya sosial mereka terus dikembangkan di berbagai bidang. Di era ini semakin banyak orang menambah nilai hidupnya dengan gerakan sosial. Dan badan sosial juga terus bertambah. Namun yang berhenti pada keberhasilan materi, hidup berpusat pada diri, ini menjadi pencapaian kualitas yang berbeda. Keberhasilan materi yang diikuti dengan semangat berbagi jelas lebih tinggi, ketimbang mereka yang berhenti hanya pada keberhasilan materi. Karena itu, sangatlah penting bagi tiap pribadi untuk mengevaluasi kualitas, dan makna hidupnya. Apakah tiap pribadi telah menjadi manusia yang manusiawi? Pertanyaan yang harus terus-menerus dikumandangkan di dalam hati, dan perlu diresponi dengan bijak. Atau, Anda hanya akan menjadi manusia yang berkutat pada ego, hidup individualis dan menjadi materialistis. Tak mampu mencintai sesamanya. Mereka yang yang hidup bijak dalam kronos, mengisinya dengan kairos, dan mengispirasi dunia berbagi hidup yang bernilai tinggi. Ada berbagai cara yang mereka lewati, tapi yang pasti mereka mengangkat hidup orang lain yang kurang beruntung, atau lengah di waktu lampau, meraih kairos di kronosnya.
Bagaimana dalam perspektif kristiani? Ini sebuah lompatan tinggi! Bagaimana tidak, disana kairos berjalan di atas dasar penyangkalan diri. Ya, orang kristen harus menjalani kronos berdasarkan pertobatan. Pertobatan oleh karena kasih karunia Tuhan, sebagai titik balik hidup kristiani dari cinta diri menjadi cinta Tuhan. Disinilah penyangkalan diri menjadi proses yang harus teraktualisasi. Ini akan tampak dalam kualitas spiritual dan moral tiap peribadi. Ini juga mengubah orientasi kehidupan orang percaya, yang bukan berkosentrasi bagaimana memperkaya diri, tapi bisa memperkaya orang lain. Dia bukan hanya tidak terjebak pada materi, tapi juga melewati gerakan sosial pada umumnya.
Rasul Paulus mengatakan dalam Galatia 2:20: “Namun aku hidup tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Ini adalah titik revolusioner pada seorang Kristen, pertemuan dengan Tuhan menjadi pusat perubahan. Jika meneliti perkataan rasul Paulus, maka jelas sekali bahwa hidup tak berpusat pada diri (sangkal diri) melainkan berpusat pada Kristus (pikul salib). Maka sudah pasti, yang menjadi orientasi keberhasilan bukan lagi sekedar materi, juga bukan sekedar sebuah gerakan sosial, tetapi hidup sesuai kehendak-Nya.
Bagaimana hidup yang sesuai kehendak-Nya? Jelas tiap orang percaya harus hidup benar. Rajin belajar, kerja keras, bersikap jujur, berlaku adil, bertanggung jawab atas tiap tindakannya, bahkan terhadap sesamanya, dan tidak cengeng menghadapi pergulatan kehidupan ini. Keberhasilan bagi orang Kristen bukanlah pencapaian status diri, melainkan pengabdian diri. Apa yang didapatnya, disadari sebagai anugerah Allah untuk dijadikan alat pengabdian, inilah kehidupan unggul umat Kristiani. Dia tak akan berhitung apa yang sudah dikerjakan, karena itu sudah seharusnya. Semua yang dikerjakan adalah ungkapan syukur yang melimpah karena telah menerima, karena itu lahirlah karya yang melimpah. Dan, jika dia berhitung, maka yang diperhitungkannya adalah apa yang belum diperbuatnya, yang mungkin bisa diperbuatnya. Digelisahkannya hatinya untuk hal yang belum diperbuatnya demi kemuliaan Tuhan Yesus Kristus, bukan untuk perutnya. Begitulah seorang percaya, hidup sebagai petarung yang gigih, berusaha untuk memenangkan setiap ronde kehidupan.
Kronos pada orang percaya (kegiatan rohani, atau hari-hari), terisi dengan kairos (kehadiran Tuhan yang nyata). Orang Israel pernah dikritik Tuhan dengan berkata, percuma bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, beribadah kepada-Ku, tapi hatinya jauh dari-Ku (Matius 15:8-9). Jadi ibadah kita, doa, dan kegiatan pelayanan kristiani lainnya, bisa jadi kronos minus kairos. Karena itu, umat Kristen jangan terlalu bersemangat bersaksi tentang 1001 kegiatan pelayanannya, bahkan berkhotbah kemana-mana, tapi kehidupannya tak menunjukkan Buah Roh. Awas kronos minus kairos. Tidak mengherankan jika Yesus Kristus sendiri berkata: Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku, Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa (Matius 7:21). Ini bisa jadi situasi yang sangat menyesatkan, berpikir semua pelayanan (kronos) sangat membanggakan diri, namun ternyata sangat mengecewakan Tuhan (tanpa kairos).
Antara kronos dan kairos bagaikan jalan licin dimana banyak orang bisa tergelincir, karena itu perlu waspada. Cermatilah tiap langkah, gugatlah diri dalam terang Firman Allah, semoga kita tetap terjaga disana. Tahun boleh berganti, apakah itu baru? Awas bukan kronosnya, tapi kairos, adakah itu pada kita. Selamat menemukan kairos, dan mengukir dalam kronos. Betapa indahnya dunia ini, jika saja semua gereja tak hanya ada dalam kronos, tapi juga kairos.
Mari merenung.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *