Kasih Harus Dibuktikan dengan Tindakan

KASIH harus dibuktikan  dengan tindakan dan  perbuatan, bukan sekadar diucapkan. Tapi gereja masa kini terjebak pada perangkap ini karena kita suka sekali memakai kata “kasih” itu seperti topeng, bukan kesejatian. Kasih yang sejati selalu memberikan satu inspirasi  untuk orang bertindak di dalam hidupnya sehingga melahirkan tindakan-tindakan yang luar biasa. Kasih yang murni, tidak ada permainan sandiwara, itulah yang dituntut Tuhan untuk kita kerjakan. Dan itu menjadi sebuah keharusan. Kita bisa saja sepertinya mengasihi orang tetapi hati kita tidak. Jika begini, betapa jahatnya kita. 

Kejujuran, keterusterangan, adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, tetapi menyenang-kan bagi orang yang memiliki kebenaran, dan hidup dalam kebenaran. Hidup seperti itulah yang harus kita demonstrasikan. Dengan demikianlah kita bisa saling mengasihi sebagai saudara. Di situlah suasana dalam satu komuni-tas menjadi hidup karena saling mengisi dan saling menggairahkan, bukan lagi dipengaruhi faktor-faktor emosi, tetapi ikatan cinta-kasih. Itu mimpi dan kerinduan kita. Kita harus mendemonstrasikan bagaimana ikatan cinta kasih itu terbentuk antarkita, sehingga biarpun jumlah kita minoritas, tapi bermakna. Jangan malah sebaliknya, sudah kecil tapi ribut

melulu. Boleh saja kita kecil dari segi jumlah, tetapi di surga dipuji Tuhan karena penuh cita kasih.
Hidup dalam kebersamaan, menjadi satu keluarga di mana semua orang mengambil bagian, tahu tugas dan tanggung jawab di dalam keluarga itu. Apa bagianmu kerjakan, sehingga dengan demikian kasih punya tempat untuk bertumbuh bersama-sama. Tetapi ketika kita mencipta-kan berbagai kepin-cangan, yang bukan bagianmu kamu kerja-kan, yang bagianmu tidak kamu kerjakan, maka timbul ben-trokan, maka kita membunuh cinta kasih itu di dalam kehidupan. Ini penting kita pikir-kan, dan itulah yang akan  menggelorakan kita, mem-buat kita menjadi rajin. Orang tidak mungkin tidak rajin kalau dia punya cinta kasih. Karena kasih, seorang ibu rela membanting tulang untuk anak-anaknya. Demi kasih, orang memiliki keberanian. Dalam peristiwa kebakaran, seorang ibu menerobos api, untuk menyelamatkan bayinya. Dia bisa mati tetapi tidak peduli dengan dirinya. Bagi dia jauh lebih terhormat mati demi bayinya atau mati berdua.
Lukisan-lukisan kasih itu memberikan kontribusi dan dampak di dalam kehidupan. Kasih mendorong kita bergairah untuk mau tahu banyak, menciptakan kerajinan-kerajinan yang terus menyala-nyala. Karena kasihlah apinya. Kasih adalah personal relationship kita dengan Tuhan. Kalau personal relationship ini tidak beres, kasih tidak menyala, akibatnya melayani pun kita kendor. Orang Kristen, jika ingat berkat Tuhan maka berapi-apilah dia melayani. Dia tidak akan berhitung, tapi akan melakukan apa saja, dan terus maju di dalam perjuangan untuk menyenangkan hati Tuhan. Kobaran itu harus terus menyala.
Rasul-rasul bekerja babak belur, masuk-keluar penjara tapi semangat mereka tidak pernah turun. Dari dalam penjara mereka masih menasihati orang di luar penjara. Begitu bergairah dan hebatnya, mereka terus maju dan tak pernah berhenti, bekerja menghadapi kesulitan kegetiran. Itulah gelora, ketika api cinta kasih itu menyala-nyala. Semakin mereka melayani orang karena cinta kasih, semakin mereka berkobar-kobar. Sampai-sampai Paulus mengucapkan kalimat: “Bagiku upah adalah ketika aku memberitakan Injil tanpa diupah”. Luar biasa. Kalau dipikir-pikir, bagaimana kita melakukan sesuatu tanpa imbalan, karena toh manusia bekerja selalu dengan pamrih. Nyaris kita tidak bisa terhindar dari pamrih, minimal kerja kita dihargai. Jika Rasul Paulus rela melayani Tuhan tanpa upah, itu karena keterikatan yang kuat pada surga, sehingga respon dia adalah karena kasih surga, dan pamrih dia adalah boleh menyenangkan Tuhan.
Pembaruan rohani
Dalam hidup ini, kalau ada persoalan yang sangat sulit, rasanya kesal sekali. Maunya sih jangan ada persoalan. Tapi kalau dipikir-pikir, mana mungkin hidup tidak ada persoalan? Persoalannya justru adalah bagaimana menghadapi dan melewati persoalan sehingga menjadi semacam tekanan yang menguji sejauh mana semangat kita melayani Tuhan. Sehingga ketika sedang sulit dan punya masalah pun kita tetap bersukacita. Bagaimana bisa? Karena ada pengharapan. Di atas bara persoalan kita bersukacita terhadap pengharapan. Kita maju karena ada pengharapan. Itu sebab kita mesti kuat melangkah, kalau tidak lilitan persoalan ini seperti lumpur hidup yang semakin kita bergerak, kita makin ditelan.
Satu kekhawatiran yang kita ijinkan menguasai diri kita, akan bertambah menjadi dua, tiga, dan akhirnya menenggelamkan. Mengabaikan dan melupakannya tidak bisa, karena akan semakin bertambah persoalan itu. Karena itu persoalan tidak bisa diselesaikan dengan ekstasi tetapi dengan katarsis. Katarsis itu semacam proses penyucian diri yang membawa  pembaruan rohani, oleh kekuatan Tuhan sehingga kita sadar: “Oh Tuhan, engkaulah Tuhan dan juru selamatku, kekuatanku”.
Orang kadang-kadang bingung kalau menemukan Kristen sejati, yang sekalipun secara ekonomi susah, tetapi dalam menjalani hidup enteng-enteng saja. Hal itu karena dia memiliki kesukacitaan atas pengharapan, sehingga dia sabar dalam kesesakan. Dalam Alkitab tertulis: “Sabarlah menderita”. Karena itulah orang-orang Kristen berkobar, kuat dalam kesesakan, bertekun di dalam doa karena dia tahu Tuhan menolongnya. Maka cinta kasih tidak akan membuat kita menuntut pada Allah, tetapi cinta kasih membuat kita mengabdi pada Dia. Karena dia sudah mengasihi kita, maka kita akan mengabdi pada-Nya. Maka doa kita cuma satu: mampukan aku mengabdi pada-Mu. Dan pengabdian kita: siapa yang mencari kerajaan-Nya akan mendapat tambahannya. Itu janji Tuhan.
Jadi, mau sukses dan baik? Hidup saja sesuai kehendak Tuhan, jangan dibikin rumit-rumit. Bekal cinta kasih itu akan mendorong kita mencip-takan berbagai kemungkinan dan peluang. v
(Diringkas dari kaset khotbah oleh Hans P.Tan)
 

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *