Mengapa disebut Ibadah yang diperkenan Tuhan? Alasannya sangat sederhena, karena banyak ibadah yang dibenci Tuhan. Ah, mungkinkah orang beribadah, tapi Tuhan tidak suka! Bukankah ibadah menyenangkan hati Tuhan? Paling tidak itulah yang kita dengar setiap kali beribadah. Terucap lepas dan jelas dari mulut pemuji dan pengkhotbah. Umatpun sangat yakin akan perkenanan Allah atas ibadah yang mereka jalani. Apakah Alkitab salah mengatakan ada ibadah yang tidak diperkenan? Atau, memang gereja yang selama ini salah, dan tak pernah intropeksi diri? Yang pasti, akan banyak umat tak lagi datang beribadah, jika disana dikhotbahkan ibadah yang tidak diperkenan. Itu menyakitkan dan mematikan gairah umat beribadah yaitu untuk mendapatkan berkat surgawi.
Tapi fakta itulah yang dicatat Alkitab sejak PL hingga PB. Cobalah simak apa yang dikatakan para nabi di PL. Yesaya 29:13, mengungkapkan kemunafikan ibadah Israel yang tak menyenangkan Tuhan. Lalu di PB Tuhan Yesus sendiri mengungkapkan hal yang sama dengan berkata; Percuma mereka beribadah kepada KU (Matius 15:9). Yohanes Pembaptis, berkata keras dan menghardik orang yang meminta dibaptis sebagai ular beludak yang mematikan (Matius 3:7). Bait Allah tempat ibadah utama Israel yang ada di Yerusalem didatangi Tuhan Yesus, dan menjungkirbalikkan meja dagang dan penukaran uang yang ada disana. Ya, Bait Suci ternyata perlu disucikan, imam dikritik habis, dan umat dihardik keras, itulah gambaran lengkap ibadah yang tidak diperkenan Tuhan. Dan, ironisnya fakta seperti ini juga bisa kita temukan pada bagian-bagian Alkitab lainnya. Lengkaplah penyingkapan kepalsuan ibadah di gereja, dan menyasar seluruh bagian dan strata dari tempat, umat, hingga imam.
Bagaimana ibadah yang berkenan kepada Tuhan? Sebuah pertanyaan penting untuk menjadi perenungan umat. Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Roma; Karena itu, saudara saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah; itu adalah ibadahmu yang sejati (Roma 12:1). Ucapan ini sangat lugas mengingatkan umat makna ibadah.
Persembahkanlah tubuhmu; Ini merupakan gambaran kegiatan oleh anggota tubuh, apapun yang dilakukan, yaitu semua aktifitas dalam kehidupan ini. Artinya, kapanpun, dimanapun, seluruh kegiatan adalah ibadah yang sejati. Bukan hanya hari Minggu di gereja. Gereja tidak boleh memonopoli ibadah, ini adalah tempat umat berkumpul bersama yang merupakan bagian kecil dari ibadah sejati. Karena itu umat tak boleh menilai diri sudah beribadah, menyenangkan Tuhan, hanya karena sudah kegereja. Atau imam karena sudah berkhotbah. Apalagi gereja dijadikan pusat pencucian dosa dengan doa, pujian, dan persembahan yang melimpah. Ini kejahatan rohani yang serius. Tuhan tak tertarik dengan segudang kegiatan kerohanian umat. Dia memandang jauh kedalam hati, dan melihat tuntas semuanya, di semua jalan kehidupan manusia. Tuhan menuntut ibadah yang sejati, bukan sekedar ritual keagamaan. Dia menetapkan standar quality dalam beribadah.
Ibadah adalah persembahan yang hidup. Kata hidup (orang yang ditebus) dengan segera menjelaskan makna perbedaan dengan mati (orang didalam dosa). Orang yang didalam dosa selalu self oriented. Semua tentang dirinya, jasanya, membuat ibadah adalah pemuasan keinginannya. Mendapat berkat limpah, tanpa pernah mengamati jalan hidupnya yang penuh dosa. Mengalami mujizat dari Allah, tapi tak pernah hidup berserah kepada Nya. Ibadah yang hidup berbeda. Dia mengabdikan diri kepada Allah, menyenangkan hati Nya. Semua tentang Allah bukan dirinya, hidup menyangkal diri, rela memikul salib, tetap memuji Allah, sekalipun dia hidup miskin dan sakit. Bukan kekayaan atau kesembuhan yang menjadi konsentrasinya, melainkan menyenangkan Tuhan Sang penebus, yang membuatnya bahagia bahkan dikesusahannya. Ya, itulah persembahan yang hidup.
Ibadah adalah persembahan yang kudus. Kudus adalah kata yang berarti terpisah dari, tidak sama dengan dunia yang duniawi. Ini adalah karateristik orang percaya yang membuat ibadahnya berbeda dengan ibadah pada umumnya yang mengharapkan pengabulan atas semua yang diinginkan. Yang menjadikan doa, dan persembahan, bagai sesajen untuk mendatangkan berkat Tuhan. Orang yang kudus sadar hidup sepenuhnya untuk Allah, karena memang hidup adalah milik Nya. Dia percaya pada pemeliharaan Allah dan berserah sepenuhnya pada ketetapan Allah. Beribadah membuat orang dikuduskan semakin hari menjadi semakin seperti Kristus. Sehingga sangatlah mudah membedakan orang yang kudus dan tidak kudus. Perbandingannya seperti apa yang digambarkan Alkitab, antara terang dengan gelap. Kontras sekali! Sementara dikenyataan hidup kebanyakan orang Kristen mirip dengan dunia, dan terasa sulit menemukan perbedaannya, kecuali agama dan ritualnya.
Ibadah adalah persembahan yang berkenan kepada Allah. Berkenan artinya memenuhi standard Allah, bukan standard manusia dengan baju agama yang mengatasnamakan Tuhan. Israel beribadah dengan baju agama, merasa hebat berbanding bangsa yang lainnya. Mereka punya Yahweh, tapi kualitas hidup mereka tak berbeda dengan bangsa lain. Dan, Allah menyatakan rasa muaknya pada Israel yang palsu, dan tidak berkenan kepada mereka. Berkenan harus menjadi pencarian terus menerus dari setiap umat. Jangan pernah puas diri. Bangunlah falsafah hidup berkenan, yaitu; Puaslah terhadap berkat Tuhan dikehidupan ini, namun jangan pernah puas melayani Dia, hingga kesudahan hidup. Hiduplah sesuai kehendak Nya bukan kehendak diri. Hidup yang diperkenan Tuhan pasti akan menjadi hidup yang penuh kesaksian yang tampak nyata, terasa, bukan sekedar kata indah.
Ibadah yang sejati sangat jelas bukan. Ibadah ini tak terkurung oleh tembok gereja melainkan hadir disemua lini kehidupan. Tak hanya kata benar dari mimbar gereja, melainkan hidup benar dikesehariannya. Tak hanya persembahan atau perpuluhan, melainkan belas kasih kepada sesama yang membutuhkan. Tak hanya doa, tapi fakta hidup baik yang tak terbantah. Sungguh sulit memahami jika orang bersaksi mendapat berkat dan menjadi kaya, namun tak peduli pada lingkungannya yang miskin dan susah. Melayani orang miskin, pergi kedesa, menjadi kamuflase, karena hanya sesekali saja. Kemiskinan tetap ada, sementara pelayanan datang dan pergi, tak merubah apapun kecuali rentetan variasi kegiatan gerejawi. Mari jujur diri.
Bagaimana kualitas hidup kita di keseharian. Apakah kita dikenal sebagai orang yang hidup benar, murah hati, peduli pada kesulitan orang lain, jujur, bisa dipercaya, menegakkan keadilan. Bukan orang yang gila uang, tak bisa dipercaya, bermulut manis, dasa muka, penuh dengan kepalsuan. Jangan buru-buru menilai diri, biarkan orang lain yang memberi penilaian terhadap diri ini. Jangan sampai ada orang yang bukan Kristen lebih baik moralnya dari kita, ini ada yang salah pada diri. Perbaikilah sikap. Jangan berkata kita selamat bukan karena kebaikan diri, mereka hanya untuk menyelamatkan diri.
Tapi ingatlah; Jika betul kita sudah diselamatkan bukankah sudah semestinya hidup kita lebih benar dan baik. Selamat menjadi diperkenan Tuhan.
Selamat menemukan kesejatian ibadah yang diperkenan Tuhan.