Ringkasan kotbah Pdt. Bigman Sirait
Jumat Agung, 24 September 2010
“SALIB EKSPRESI CINTA KASIH”
Matius 27 : 45-46
Salah satu perkataan Yesus di atas kayu salib adalah “Eli, Eli, lama sabakhtani?” yang artinya “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Untuk orang yang tidak memahami makna salib, kalimat ini terdengar seperti teriakan yang menunjukkan ketakutan, keputus-asaan sehingga kematian Yesus di atas kayu salib dianggap identik dengan kekalahan dan kegagalan dari seorang Anak Manusia.
Jadi jika Yesus adalah Anak Allah, mengapa Dia berteriak ?
1. Bukan karena takut atau tak berdaya.
Jika Dia memang takut, Dia bisa saja melarikan diri dan membereskan semuanya. Tapi Yesus menyerahkan diriNya untuk ditangkap dan dibawa ke Bukit Golgota.
2. Bukan karena tidak berani mati.
Jikalau Ia bisa membangkitkan Lazarus dari kematian, betapa mudahnya bagi Dia untuk mempertahankan kehidupan.
3. Bukan karena Dia bukan Tuhan yang hidup.
Sebelum Yesus berkata “Eli, Eli, lama sabakhtani”, Yesus berkata kepada penjahat yang disalibkan bersamaNya “Sesungguhnya hari ini juga engkau ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Di atas kayu salib, Yesus menyelamatkan.
Paradox di atas salib :
Yesus adalah Anak Allah yang kuat namun Dia tampak lemah dan tersalib
Namun walaupun Dia tersalib, Dia juga menyelamatkan orang yang tidak berdaya.
Lalu mengapa Yesus berteriak di atas kayu salib ?
1. Terpisah dari Allah yang suci.
Yesus yang tidak berdosa sudah menjadi berdosa, bukan karena Ia berbuat dosa tapi karena Ia memikul seluruh dosa manusia. Kesucian Allah Bapa membuatNya tidak bisa memandang Anak yang ‘berdosa’. Allah harus memalingkan wajahNya sehingga persekutuan yang dalam antara Bapa dan Anak harus terputus sesaat.
2. Kerelaan Yesus untuk ditinggalkan Bapa.
Mazmur 22 mencatat ekspresi nubuatan tentang apa yang terjadi dalam kehidupan Yesus di atas kayu salib. Yesus rela bukan karena Bapa ingin meninggalkan atau karena Yesus layak ditinggalkan tetapi demi menanggung dosa semua manusia.
Seharusnya manusialah yang binasa, yang ditinggalkan, yang terpisah dari Allah. Tapi Yesus menjadi tumbal atas hukuman yang seharusnya ditanggung manusia.
Kematian Yesus di kayu salib bukanlah suatu kekalahan dan hal yang sia-sia. Justru itulah kemenangan. Kalau Yesus lari dan tidak mau disalib, itulah kegagalan.
3. Demi menebus umat manusia.
Salib adalah bukti kekuatan. Yesus menanggung segala kutuk akibat dosa sebagai korban, bukan karena kelemahan diriNya sebagai manusia.
Salib adalah bukti keberhasilan penebusan dosa, bukan kegagalan. Kalau Yesus mau, Ia tidak perlu ke kayu salib. Ia tidak mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan manusia, atau kewajiban untuk menjadi tumbal atas dosa. Tetapi kerelaan dan kesediaanNya untuk maju menuju salib menunjukkan betapa besar cinta kasihNya.
Jika manusia yang berdosa mencoba untuk menebus dosanya sendiri, maka apa yang dihasilkan ? Hanya dosa yang menjadi tambahan atas dosa.
Seperti pakaian putih yang dicuci di air kotor. Pakaian putih itu tampak bersih tetapi sebenarnya tidak bersih, hanyalah kotoran yang merata. Tetapi kebeningan dan kebersihan dari warna putih tersebut sudah berubah.
Manusia akan tampak baik, tampak bersih dan tampak benar tetapi itu hanyalah karena pemerataan dosa.
Banyak orang yang mati tersalib pada jaman itu, bukan hanya Yesus. Yesus memilih cara yang manusiawi untuk mencabut nyawaNya. Ia memilih jalan salib, dengan cara tumpah darah, dengan lambung yang ditusuk tombak. Namun inti yang terpenting adalah kerelaan Yesus memberikan hidupNya.
Selama di atas kayu salib, tidak ada satu pun kata kutuk yang keluar dari mulutNya. Malah sebaliknya Yesus berkata “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Ini menunjukkan cinta kasihNya yang luar biasa.
Sebelum Yesus mati, Ia berseru “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” Yesus berkuasa atas hidup dan Dialah hidup. Tidak ada yang bisa mengambil nyawa Yesus tanpa kerelaan Dia memberikannya, dan Dia memberikan hidupNya bagi kita dengan sukarela.
Tidak semua orang dapat mengerti makna salib dan pengorbanan Yesus. Maka bersyukurlah jika kita boleh percaya kepada keajaiban karya salib Yesus. Yesus bukannya tidak berdaya, namun Dia rela menerobos masuk ke dalam kematian untuk menyelesaikan seluruh pertarungan, supaya manusia yang percaya boleh didamaikan dengan Bapa di Sorga. Dia berseru “BapaKu, BapaKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” supaya kita yang berdosa setelah didamaikan dapat berseru “Bapa, terima kasih.”
Maka jika kita berkata kita adalah pengikut Kristus dan kita sudah dimerdekakan dari dosa, mengapa hidup kita masih kita permainkan ? Jangan meninggalkan Tuhan atau menjual Tuhan dengan berbagai alasan, ketika permasalahan datang. Yang bisa kita lakukan sebagai rasa syukur kita adalah membayar dengan kesetiaan hidup kita sebagai anak-anak Tuhan.
Yesus ditinggalkan, supaya kita ditemukan.
Yesus mati, supaya kita hidup.
Renungan Khotbah :
Ketika salib yang merupakan lambang kekristenan dijadikan bahan ejekan oleh orang-orang yang tidak mengerti makna salib, maka kita tidak perlu menjadi marah apalagi sampai ikut mengutuk. Karena salib hanyalah sebuah jalan yang Yesus pilih, namun itu bukan esensinya. Yang terpenting adalah pengorbanan Yesus yang tidak berdosa, rela menjadi tumbal atas dosa manusia supaya kita bisa diperdamaikan dengan Bapa di Sorga.
Yesus tidak lagi mati, namun Dia sudah bangkit dan naik ke Surga. Maka ketika kita melihat ornamen salib, baik yang ada ornamen Yesus maupun yang tidak, tidak ada Roh Kudus yang berdiam di sana. Jangan kita menyembah salib atau berdoa/memohon kepadanya.
Ejekan dan hinaan yang terbesar atas salib adalah ketika orang percaya yang sudah memahami makna salib, namun tidak mensyukurinya dan tidak menjalani hidupnya dengan taat kepada perintah Allah. Karena Roh Kudus berdiam di dalam diri orang-orang percaya, bukan di dalam salib. (Diringkas Oleh : Betty)